Share

Tagihan Listrik 15 Juta

“Tadi ayah bawa Dara ketemu sama Salim. Besok dia sudah mulai kerja dengan Salim.” Bambang mengatakan itu dengan santai. Ia menutup pintu mobilnya kemudian masuk meninggalkan Aksa dan Dara. 

Aksa menoleh, ia melihat tangannya yang ditarik oleh Dara. Ketika mendongak, Aksa mendapati wanita itu tengah menahan tangis dengan bibir dilipat ke dalam. 

Aksa melepaskan Dara, dengan langkah cepat menyusul Bambang masuk ke dalam rumah.

“Ayah, saya tidak setuju Dara kerja sama Salim. Tolong bilang sama Salim, kalau Dara gak jadi kerja sama dia.” Aksa berkata terus terang dan tanpa basa basi seperti halnya  Dimas.

Dara yang menyusul suaminya segera menegur Aksa. Ia menggeleng pelan, meminta Aksa tidak perlu memperdebatkan masalah ini.

“Mana bisa begitu! Kalau Dara berhenti sekarang, dia harus bayar pinalti karena melanggar kontrak.”

Bambang meneruskan, “Kamu itu harusnya bersyukur. Suami sampah gak berguna kayak kamu tapi bisa punya istri yang bisa kerja.”

“Menikah sama Dara derajatmu yang hanya anak sopir jadi terangkat. Kalau gak, paling nasib kamu sama kayak Hartawan, jadi sopir!” ejek Bambang. 

Aksa mengepalkan tangan kuat-kuat, wajahnya memerah mendengar hinaan 

Giginya bergemeretak siap membalas ucapan Bambang. 

“Cukup, Yah! Jangan menghina saya lagi!” Walau tubuhnya Aksa, tetapi jiwa pria itu tetap Dimas yang tidak pernah terima direndahkan. 

Dara terkejut, wanita itu menoleh melihat Aksa dengan tatapan tidak percaya. Baru kali ini ia melihat Aksa berani menjawab ayahnya. 

Bambang tidak kalah terkejutnya. Ia tidak menyangka menantu yang selama ini selalu diam kini berani bicara lantang. 

Aksa menegakkan tubuhnya saat melihat Bambang berdiri dari duduk. Pria itu berdiri dengan dada membusung dan wajah angkuh.

“Kamu memang pantas dihina! Beraninya diam-diam menikahi putriku, membuat nama keluarga kamu malu memiliki menantu anak sopir sepertimu!”

Cuh! 

Bambang meludahi Aksa. 

“Dara akan tetap bekerja dengan Salim. Kalau kamu tidak suka siapkan satu miliar untuk kompensasi.” Setelah mengatakan itu, Bambang pergi dari ruang tamu. 

Pria itu masuk ke kamar, menutup pintu kamar dengan kencang sampai terdengar ke seluruh rumah. 

Keesokan paginya, Aksa terbangun ketika mencium wangi parfum yang berbeda dari biasanya. 

Saat ia bangun, Aksa mendapati Dara sudah rapi dengan pakaian formal blazer hitam dan celana panjang bahan berwarna senada. 

Wanita itu duduk di depan meja rias sedang merapikan riasan wajahnya yang sedikit lebih tebal dari biasanya. 

Aksa menggaruk rambutnya frustasi. Ia baru ingat kalau hari ini Dara mulai bekerja dengan Salim. 

Jika saja ia tidak sedang dalam tubuh Aksa, mungkin ia tidak akan peduli kalau Dara akan menjadi korban Salim yang berikutnya. 

Namun, berada di tubuh orang lain membuatnya merasa bertanggung jawab harus menjaga semua yang Aksa miliki. 

Lagipula, mungkin apa yang Alan katakan ada benarnya. Mungkin, ia ini jalannya untuk membuat Aksa yang pecundang menjadi orang yang disegani. 

Aksa menyibak selimut kemudian turun dari ranjang. Ia berdiri di belakang Dara sehingga wanita itu bisa melihat pantulan bayangannya di cermin. 

“Kamu gak usah pergi kerja.” Suara bariton Aksa membuat Dara berhenti mengolesi lipstik pada bibirnya. Ia berbalik dan memandangi Aksa penuh pertanyaan.

Dara mengambil tas yang selalu ia bawa. Mengeluarkan amplop coklat sedang lalu meletakkan amplop itu di tangan Aksa.

“Ini 20 juta. Pinjaman dari ayah.” Dara kembali duduk di tempatnya. Melanjutkan mewarnai bibinya.

Aksa menatap sejenak amplop yang ada di tangannya. Ia menghampiri Dara di meja rias, meletakkan kembali amplop itu.

“Gak perlu. 20 juta itu sudah lunas dari kemarin. Jadi kamu gak usah lagi kerja sama Salim. Soal uang pinalti, nanti mas cari cara buat bayar.”

Dara menoleh, mendongak melihat Aksa dengan terkejut dan heran. “Sudah lunas? Mas dapat uang dari mana?” Alis Dara menyatu, tidak percaya suaminya bisa mendapat uang sebanyak itu dengan mudah. 

“P – Pak Alan yang minjemin uang.” Aksa dengan cepat memberikan alasan jangan sampai Dara curiga. 

“Berarti tetap harus dikembalikan, kan Mas! Aku tetap harus kerja.” Posisi tubuh Dara kembali seperti semula. Menghadap cermin meja rias kemudian merapikan rambutnya. 

Aksa berpikir sejenak. Mencari ide agar Dara bisa lepas dari perjanjiannya dengan Salim. 

“Biar aku saja yang kerja. Mungkin aku bisa minta tolong pak Alan. Siapa tahu di kantornya ada lowongan.”

Aksa bisa mendengar hembusan nafas panjang Dara. Wanita itu kemudian mengangguk setuju dengan ide Aksa. 

Aksa turun ke ruang makan bersama Dara yang sudah mengganti pakaiannya dengan baju rumahan. 

Kemunculan keduanya di ruang makan membuang Bambang marah. Pria itu bahkan meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar hingga berdenting dengan keras. 

“Kenapa belum siapa? Kita harus sampai di kantor jam setengah delapan!” seru Bambang dengan mata melotot. Ia menggerakan kepalanya, meminta Dara pergi ke kamar untuk bersiap.  

“Enak banget kamu, ya! Makan tidur gratis, terus tinggal ngutang sana sini.” Kilatan emosi terpancar dari mata Bambang melihat Aksa duduk di kursi makan menerima pelayanan dari putrinya. 

“Biaya hidup kalian itu dari ayah. Sudah sepatutnya Dara bekerja untuk menolong ayah.” Bambang memaksa. Bagaimanapun caranya ia harus mendekatkan Dara dengan Salim. 

Jari Bambang mengetuk-ngetuk meja makan,. mencari ide. “Begini saja, kalau kamu bida bayar listrik bulan ini, ayah ijinkan Dara tidak bekerja. Tapi kalau kamu gagal, Dara harus bekerja dengan Salim.” 

Aksa mendongak melihat sang mertua kemudian beralih menoleh melihat Dara. Wanita itu menggeleng pelan, meminta Aksa menolak tantangan Bambang. 

Tapi karena tidak mau ADara terjebak dengan pria seperti Salim, Aksa akhirnya mengangguk. 

“Baik! Bulan ini saya yang akan bayar listrik.” 

Dara dan Bambang sama-sama mendelik tak lama terdengar tawa renyah Bambang yang meremehkan Aksa. 

Aksa menyelesaikan sarapannya. Ia kemudian duduk tegak sambil menatap Bambang yang masih menikmati bualan menantunya. 

Tawa Bambang terhenti, ia membalas tatapan Aksa yang tidak tahu diri itu. 

“Dara, cek berapa tagihan kita bulan ini!” titahnya. Dara menurut. Ia segera membuka aplikasi dan memeriksa tagihan listrik bulanan rumah itu. 

Jari wanita itu bergerak lincah memasukkan nomor pelanggan. Setelah menunggu sejenak, akhirnya tagihan bulanan muncul. 

“15 juta, Yah,” ucap Dara dengan berbisik. Ia melirik Aksa dengan ujung mata. Wanita itu mendadak lemas mendengar Aksa kesanggupan suaminya. 

Tawa Bambang kembali mengisi pendengaran Aksa. Pria itu puas sekali mengejek Aksa dengan tawanya. 

Aksa mendorong kursi dengan santai. Ia mengeluarkan ponselnya. Mencari-cari aplikasi m-banking miliknya. 

Sial! Ia lupa kalau yang ia punya saat ini adalah ponsel Aksa. Ia tidak bisa mengakses m-banking miliknya. 

Aksa menggerutu dalam hati. Harusnya ia masukkan saja semua uangnya ke rekening Aksa! Bola mata Aksa bergerak cepat mencari ide. 

Bagaimana ini? Apa ia akan gagal memenuhi tantangan Bambang? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status