Home / Romansa / Di Ranjang Majikanku / 18. Pengakuan Pahit

Share

18. Pengakuan Pahit

Author: Keke Chris
last update Last Updated: 2025-10-05 10:53:54

Air mata Binar mengalir deras, rasa sakit hati atas kata-kata Bhaga membuat hatinya serasa hancur berkeping-keping. Dia tersedu-sedu, tubuhnya gemetar hebat.

Bhaga masih terdiam. Namun, melihat tangisan Binar yang tak terbendung, kemarahan Bhaga perlahan mereda, digantikan oleh penyesalan. Cengkeramannya di lengan Binar mulai melonggar.

"Pergilah," ujarnya, "kembali ke kamarmu. Istirahatlah."

Tidak perlu disuruh dua kali, Binar menarik lengannya dan berlari menyusuri koridor, meninggalkan Bhaga sendirian di sana.

Sedangkan Bhaga tidak langsung pergi. Dia berdiri termenung, mendengar langkah kaki Binar yang menjauh sampai hilang. Wajah Binar yang penuh air mata dan kata-katanya yang pedih terngiang-ngiang.

Dengan langkah berat, Bhaga kembali ke kamarnya. Kamar yang besar dan mewah itu terasa sangat sepi dan dingin. Bukannya menemukan ketenangan, yang ada justru terbayang-bayang wajah Binar.

Dalam frustrasi dan kesepian yang mendalam, di ranjang besar yang dia nikmati sendiri, Bhaga mel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Di Ranjang Majikanku   125. Teruskan, Ini Nikmat

    Bhaga memperhatikan setiap inci tubuh Binar.“Kamu baik-baik saja? Bagian mana lagi yang terluka?” Binar terdiam sambil melihat raut khawatir Bhaga yang mencari-cari lukanya. Pria ini, entah bagaimana caranya tahu keadaan Binar yang baru saja nyaris terperosok ke jurang.Binar menggeleng. “Tidak ada, hanya luka goresan ini saja. Itu pun tidak dalam, hanya sedikit perih.” “Besok kita ke dokter ya.” “Tidak mau. Cuma lecet sedikit.”“Sudah terluka, masih saja keras kepala,” tegur Bhaga.Mata Binar berkaca-kaca. Bibirnya bergetar halus saat matanya bertemu dengan mata Bhaga. Dia menjilat bibirnya. Tanpa diminta, Binar mendekatkan dirinya dan mengulum bibir Bhaga dalam. Suara decapan bibir mereka yang beradu memenuhi kamar itu, dan ketika tautan bibir mereka terlepas, Binar sudah bersemu merah.“Kan bisa … kamu sembuhkan saja,” bisik Binar kecil.“Hm? Aku bukan dokter, Sayang.”Binar menggigit bibir. “Maksud aku, sembuhkan dengan sentuhanmu.”Bhaga diam, tapi dalam hatinya bersorak ge

  • Di Ranjang Majikanku   124. Umpat Aku Sambil Memuaskanmu

    Dari balik semak belukar yang lebat, Ari, mengamati Binar dengan rasa serba salah. Tangannya sudah menggenggam erat senter besar dan tali yang selalu dia bawa.Ari ingin turun membantu, tapi perintah bosnya jelas. Jangan sampai Binar tahu keberadaannya. Tapi kalau Nona-nya itu terluka, dia juga yang bisa dalam bahaya. Pria itu mendekat, melihat keadaan Binar. Dia sedikit lega, karena Binar kini ada di tanah landai dan tidak begitu berbahaya lagi.Namun, hari semakin malam dan di dalam hutan begini keadaan akan semakin tidak memungkinkan. Ari sudah hampir siap melompat turun. Tapi telinganya menangkap suara langkah kaki cepat dan teriakan dari arah berlawanan. “BINAR?! BINAR, KAU DI MANA?!” Suara Tristan! Ari mundur, kembali menyelinap ke balik bayangan. Bagus. Dia datang. Suara langkah kaki semakin mendekat. Tristan berlari menerobos semak, wajahnya penuh kepanikan. Dia mendengar teriakan Binar dari kejauhan saat sedang memeriksa kebun. Dengan senter di tangan, dia menyusuri su

  • Di Ranjang Majikanku   123. Sempit Dan Gelap

    Nurma memeluk Selene yang kini sedang meringkuk di dadanya dengan isak kecil yang menyentuh hatinya.“Dasar anak kurang ajar, Bhaga! Sudah ditolong malah menyakiti seperti ini.” Selene sendiri menggigit bibirnya menahan tawa sambil berpura-pura terisak. Dia membiarkan dirinya tetap dalam pelukan Nurma yang kini sedang mengelus punggungnya dengan sayang. “Tante… jangan marah pada Bhaga. Dia pasti sedang kalut dan saat itu sedang mabuk. Dia pasti mengira aku adalah Binar,” Selene kembali menangis. “Apa pun kondisinya, dia tak boleh memperlakukan dirimu seperti itu. Tidak seperti Binar yang rendahan itu.” Nurma menepuk lengan Selene pelan. “Tante akan minta tanggung jawab sama anak itu. Kau tenanglah.” Selene langsung menegakkan tubuhnya, lepas dari pelukan Nurma. “Jangan, Tante. Aku takut Om Djati akan marah besar. Kasihan Bhaga.” Nurma berdecak. “Kamu memang anak baik, Selene. Sudah begini, Bhaga masih saja kamu bela,” Dia menghela napas. “Sepertinya ini pertanda, kalau kalian ada

  • Di Ranjang Majikanku   122. Bermain Api

    “Teh ini dari daun perkebunanku sendiri, nikmat kan rasanya?”Binar hanya mengangguk, tidak begitu mendengarkan penjelasan Tristan.Mereka duduk di salah satu gazebo yang menghadap ke kebun teh dengan segelas teh hangat di tangan mereka.Berulang kali Tristan menengok ke arah Binar, tapi wanita itu hanya diam dan menikmati teh sambil menatap lurus ke depan.Tristan menggigit bibirnya gemas, tak tahan karena harus terus menerus diam. Dia menghembuskan napas keras.“Hujan sudah berhenti. Dan dari pada aku melihat kau yang seperti patung, lebih baik kuajak kau berkeliling, aku akan jelaskan sistem kerjamu, sekalian kau bisa berkenalan dengan yang lain dulu.” Binar mengangguk lagi. “Baiklah, ayo.” Tristan tampaknya sedikit heran dengan sifat penurut Binar yang kelihatannya berlebihan. Wanita itu tidak pernah berpendapat apapun, tapi selalu menuruti perintah.Binar mengikuti langkah Tristan memasuki kebun teh yang kini mulai dipenuhi oleh para pekerja yang baru saja datang. Mereka mengha

  • Di Ranjang Majikanku   121. Orang Baru

    [Maaf mengganggu, Binar. Tapi aku rasa kamu berhak tahu. Bhaga ada di sini, bersamaku. Dia butuh seseorang malam ini, dan tampaknya... bukan kamu.] Pesan itu masuk ke ponsel Binar dengan sebuah foto, diambil dari sudut yang jelas menunjukkan Selene dan Bhaga berbaring di atas bantal yang sama, tanpa busana. Dengan sedikit gemetar, Binar menekan tombol telepon dan benar, suara Selene yang menjawab. “Kau mencari Bhaga?” Detik berikutnya, Selene mengalihkan panggilan suara itu menjadi panggilan video dan mengarahkan kameranya ke wajah Bhaga. “Dia sudah tertidur lelap karena kelelahan.” Hati Binar terasa hancur. Tapi ada hal lain yang lebih memberatkan hatinya. Kesadaran bahwa mungkin Binar bukan siapa-siapa selain simpanan Bhaga.Binar sudah cukup muak dengan semuanya. Jadi malam itu, dia mengambil tas travel dan mengisinya dengan sejumlah pakaian.Menaiki transportasi umum, Binar sengaja pergi ke pinggiran kota. Dia memilih sebuah penginapan kecil di desa, berharap Bhaga tidak a

  • Di Ranjang Majikanku   120. Jebakan Satu Malam

    Kelopak mata Bhaga bergerak pelan. Kepalanya berdenyut hebat, mulutnya terasa kering dan pahit. Dia bergerak perlahan, berusaha meregangkan tubuhnya.Dia melenguh dan berdeham kecil sambil memijit pelipisnya pelan.Saat dia membuka mata, pandangan yang masih buram mulai fokus pada rambut hitam yang tergeletak di bantal di sebelahnya. Bhaga tersenyum kecil karena mengira itu adalah Binar.Namun, saat pandangannya mulai fokus, matanya langsung terbelalak saat melihat wajah itu. “Selene?!”Seketika itu juga, seluruh rasa kantuk dan mabuknya lenyap, digantikan oleh kepanikan. Dengan cepat Bhaga duduk di tepi tempat tidur, membuat kepalanya semakin pusing, tapi dia tak peduli. Selimut yang menutupi tubuhnya melorot, dan dia menyadari bahwa dirinya tidak mengenakan apa pun. Kepalanya gegas melihat sekeliling dengan liar. Kemejanya tergeletak di lantai, begitu pula gaun berwarna peach milik Selene. Jantungnya berdegup kencang. Tidak. Tidak mungkin.Dengan gemetar, dia meraih kemejanya da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status