Share

Pertemuan Dua Keluarga

Setelah berunding dengan Hima, akhirnya Farhan memutuskan untuk mengajak keluarganya untuk bersilaturahmi dengan keluarga Hima, bagaimanapun mereka harus menyelesaikan pembicaraan yang pernah dulu pernah tersampaikan.

Awan hitam yang berkumpul sedari tadi sudah mulai berubah menjadi rintik hujan, dua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu keluarga Hima, Farhan tertunduk, begitupun dengan Hima, setelah Pak burhan selesai berbasa-basi dengan keluarga Hima, kini giliran Farhan dipersilahkan untuk bicara.

"Sebelumnya saya mohon maaf pada keluarga bapak Syahrul sekeluarga selaku orang tua dari Hima, dan juga pada keluarga saya, sebenarnya saya berat mengambil keputusan ini, tapi demi Allah bukan karena ada kekurangan atau kesalahan dari Hima, tetapi ini murni karena kesalahan saya, yang tidak bicara jujur sedari awal jika saya mempunyai seseorang yang saya harapkan bisa menjadi pendamping hidup hingga akhir hayat."

Farhan semakin menunduk, tak ada keberanian untuknya mengangkat wajah dihadapan keluarga yang sudah menjalin persahabatan cukup lama itu. Kemudian ia melanjutkan ucapannya;

"Semoga keputusan saya tidak akan mempengaruhi hubungan antar dua keluarga kita yang sudah terjalin sejak saya masih kecil."

"Apa benar keputusanmu sudah matang, Han? Bapak takut kamu mengambil keputusan ini karena kebimbangan."Ucap Pak Burhan pada anak satu-satunya itu.

"Tolong ijinkan saya bicara paman, Bapak." Sela Hima dengan wajah yang masih menunduk.

"Sebenarnya keputusan yang di ambil oleh Mas Farhan bukan tidak dengan persetujuan Hima, melainkan kami berdua sudah sepakat untuk mengambil keputusan ini, kami berdua sudah sama-sama yakin bahwa kami tidak bisa bersama, Hima juga takut menjalani hubungan lebih dari sekedar sahabat dengan Mas Farhan karena tidak ada cinta dan kasih sayang diantar kami, walau kami mencoba untuk lebih dekat, tapi Allah mempunyai rencana lain untuk kami berdua, dan semoga ini yang terbaik."

Pak Syahrul dan Pak Burhan saling menatap, kemudian sama-sama menarik nafas panjang, mereka bukan tipe orang tua yang memaksakan kehendak anak, melainkan orang tua yang akan mengarahkan anaknya demi suatu kebaikan, tanpa harus memaksakan kehendak mereka.

Untuk sesaat suara rintik hujan yang bertambah deras mengisi keheningan yang terjadi diantara dua keluarga yang sama-sama sedang sibuk dengan pikiran mereka sendiri.

"Ya sudahlah Burhan, ini sudah keputusan mereka, semoga ini yang terbaik, walau aku sangat berharap hubungan kita akan lebih dekat setelah mereka menikah, tapi keputusan ada ditangan mereka, dan mereka sudah memutuskan."

"Iya Ful, Saya setuju dengan mu, semoga ini yang terbaik, mungkin bukan mereka yang berjodoh, semoga anak-anak mereka kelak berjodoh, jujur aku sangat berharap akan hal itu."

"Maafkan saya Pak." Ucap Farhan pada orang tuanya.

"Tidak apa-apa, bapak hargai keputusanmu, semoga wanita pilihanmu sesuai dengan harapan bapak."

Farhan tidak menjawab, wajahnya menunduk, Hima tau apa yang dirasakan Farhan, karena selama ini mereka terus berkomunikasi dan Farhan adalah sosok yang jujur dan apa-adanya, maka dia dengan mudah untuk bercerita pada Hima, Dilain pihak Farhan sangat mengenal sosok Hima, dan Hima adalah sosok yang bisa ia percaya.

Ketika hujan mulai reda, Keluarga Pak Burhan undur diri, karena memang tak ada lagi yang perlu mereka bahas.

Hima masuk kedalam kamar setelah mengantar kepulangan keluarga Farhan sampai di teras rumah.

"Dek, mau ikut ke pantai?" Tawar Aziz pada adik perempuannya, Sungguh Aziz tak mau lagi melihat adiknya menangis dan menderita karena kecewa pada laki-laki. Hima berpikir sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ajakan kakaknya.

"Boleh, Hima ganti baju dulu ya Mas."

"Oke. Mas Tunggu di depan sambil pamit sama Ibu dan Bapak."

Hima menutup pintu kamar dan lekas mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai, kemudian menyusul kakaknya yanng sudah menunggu di teras rumah sambil memanasi mesin motor.

"Yuk mas berangkat."

"Udah pamitan sama Bapak, Ibu?"

"Udah, Mas."

"Ya udah yuk, tapi nanti Mas mau ketemu sama temen Mas di pantai."

"Ya ga apa-apa nanti Hima nunggu di Pantai."

Dipesisir Pantai Parang Tritis, Hima duduk menyendiri di atas pasir beralaskan sendal jepit miliknya, Angin berhembus kencang, membuat kerudung berwarna coklat muda yang ia kenakan berkibar-kibar. Di atas sana terlihat awan yang memukau indah sisa-sisa mendung berangsur menjauh, Sedikit demi sedikit warna pelangi mulai muncul menambah keindahan langit sore, jauh di sebelah sana, deretan warung makan berjejer rapi, sebagai tempat pelampiasan lapar para wisatawan yang datang ke pantai Parang Tritis. 

Hima tersenyum melihat warna pelangi yang mulai nampak jelas, semoga perjalanan cintanya juga akan bermuara indah pada akhirnya. Seperti munculnya pelangi setelah hujan deras menerpa. 

"Banyak orang menyukai pelangi, tapi hanya sedikit dari mereka yang mau menunggu hujan badai reda untuk melihat indahnya pelangi." Satu suara Bariton terdengar dari arah belakang Hima duduk, Hima menoleh dengan cepat, ingin tahu siapa gerangan orang yang sedang berbicara. 

Erlangga, laki-laki bertubuh tinggi, rambut ikal gondrong yang dibiarkan terurai, serta rambut tipis yang membungkus rahangnya. kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana panjang levis yang ia kenakan, serta kaos putih polos yang Erlangga kenakan, menambah kadar ketampanannya bertambah berkali lipat. 

Hima beristighfar dalam hati, karena memuji laki-laki yang bukan siapa-siapa baginya, kemudian ia memalingkan wajahnya, kembali menatap lautan yang terbentang luas. 

"Boleh aku duduk disini?" Tanya Erlangga pada Hima.

"Silahkan, tempat ini bebas kok." Ucap Hima tanpa memperhatikan Erlangga yang sudah melepas sandalnya sebagai alas duduk di samping hima dengan menyisakan jarak diantara keduanya.

"Kamu sendirian aja?" Erlangga menoleh sekilas pada Hima kemudian mengikuti arah pandang Hima pada hamparan laut luas.

"Enggak."

"Lha, aku perhatikan dari tadi kamu duduk sendirian disini, terus mana temen kamu."

"Lagi ada perlu sama temennya."

"Oh,"

"Mas Erlangga udah dari tadi disini, kok tahu saya dari tadi sendirian."

"Ya, tepat setelah kamu duduk disini, aku baru sampai, hanya saja aku takut mengganggumu, lagi pula tadi aku kira bukan kamu."

"Terus?"

"Setelah aku perhatikan betul-betul ternyata benar kamu."

Hima tersenyum mendengar ucapan Erlangga, sosok pria yang beberapa hari ini di kenalnya.

"Mas Erlangga sendirian?" Tanya Hima sambil menoleh ke belakang mencari sosok kakaknya, yang tak kunjung usai menemui sahabatnya.

"Biasalah, aku pergi sama Joko, tuh lagi di warung ketemu temannya."

"Oh..."

"Tadinya aku pikir kamu pergi sama pacar kamu." Erlangga kembali menatap wajah cantik milik Hima.

"Aku sama Mas Aziz." Jawab Hima singkat sambil membalas tatapan sayu Erlangga.

"Berarti bener, kamu sama pacar kamu rupanya." 

Hima mengerutkan Dahi, kemudian tersenyum. Sejenak Erlangga terpaku melihat senyum yang tercetak dari wajah cantik di hadapannya.

"Mas Aziz itu kakak ku." 

"Kirain pacar." Jawab Erlangga sambil mengaruk pelipisnya yang sebenarnya tak gatal sedikitpun.

"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
ciee... bang Erlangga dah mulai pdkt🤭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status