Beranda / Rumah Tangga / Dia, Adnan. / 1. Kabar mengejutkan

Share

1. Kabar mengejutkan

Penulis: Arumaaa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 20:01:21

Dengan tangan yang gemetar, Fathia meraih benda kecil panjang yang beberapa menit lalu ia simpan di dekat wastafel. Ia cemas akan hasil yang dikeluarkan benda itu. Semoga sesuai dengan harapannya. Semoga kecurigaannya tidak terbukti.

Hatinya terasa terhempas, dunianya seakan berhenti, harapannya hancur detik itu juga saat matanya menangkap dua garis merah dari benda yang di raihnya itu. Kecurigaanya tentang apa yang terjadi, terbukti detik itu juga.

Tubuhnya bergetar hebat. Pada akhirnya ia terduduk di dekat wastafel, saking lemasnya. Ini bukan hal yang diharapkannya. Jujur saja ia belum siap menjadi ibu, meskipun kini usianya sudah menginjak 24 tahun. Ia tahu ini salahnya, tapi ia tidak mengira akan sampai di titik ini.

"Tuhan, kenapa harus seperti ini? Aku belum siap, belum siap." Ucapnya lirih, isak tangis keluar begitu saja tanpa bisa ia tahan.

Semakin lama, tangisnya semakin menderas. Semuanya terlalu mendadak dan membuatnya bingung. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Fathia mencoba untuk tenang, menarik nafasnya dalam-dalam dan mencoba menghembuskannya secara perlahan. Hampir lima menit ia mencoba menenangkan dirinya sendiri, setelahnya ia mencoba bangkit dengan berpegangan ke sisi wastafel dan meraih benda kecil bernama testpack itu, kemudian mulai melangkah keluar dari kamar mandi.

Ia segera mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur, lalu segera mendial nomor seseorang.

"Hallo! Andi...andi,"

"Iya, kenapa ada apa?"

"A..andi, a..a...aku hamil." Air matanya kembali turun tanpa bisa ia cegah, sesaat setelah memberitahukan berita tersebut kepada pacarnya, Andy.

"Fa, jangan bercanda deh. Pinter banget aktingnya, bisa pake nangis segala. Sekarang cepetan kamu mau ngomong apa nelpon aku? Aku lagi kerja soalnya."

"Tapi aku gak bohong ndi, aku beneran hamil. Gimana ini? Aku belum siap untuk jadi ibu."

"Kok bisa? Kamu selalu minum pil pencegah kan? Atau kamu sengaja?"

"Kok kamu ngomongnya gitu? Kalau aku sengaja, ngapain aku nangis sama panik kayak gini?"

"Udahlah, nanti kita bicarain sepulang aku ngantor. Di kafe biasa."

Baru saja Fathia ingin menyela, sambungan telpon malah terputus. Tangannya kembali bergerak cepat mendial nomor yang sama, namun hanya suara operator yang membalas, menyatakan nomor yang ditelpon tidak aktif.

Panik, bingung, amarah, semua bercampur aduk di benak Fathia. Ia meraih boneka panda besar yang tak jauh darinya, lalu dipeluknya boneka itu dan menumpahkan isak tangisnya di sana.

"Tuhan, kenapa begini?"

***

Fathia beberapa kali melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Sudah satu jam ia menunggu di kafe yang Andi janjikan, namun pria itu belum menunjukan batang hidungnya sama sekali.

Secercah harapan sedikit menyeruak di hati Fathia, saat melihat pria yang ditunggunya, sudah berada di hadapannya.

"Gugurkan janin itu, Fa." Ujar Andi to the point, membuat secercah harapan yang menyeruak di hati Fathia redup tanpa bisa dicegah. 

"Kita diskusikan dulu semuanya, jangan mengambil keputusan secara sepihak." Fathia mencoba berbicara pelan, supaya semuanya bisa dibahas dan tersampaikan.

"Mau diskusi kayak gimana? Itu emang jalan satu-satunya. Anak ini sebuah kesalahan, jadi kita gak perlu mempertahankannya."

Hatinya kecewa luar biasa, Fathia menatap Andi dengan mata yang mulai berkaca.

"Anak ini anugerah, bukan kesalahan, gak sepantasnya kamu ngomong gitu. Sekarang mungkin waktu yang tepat untuk kita berumah tangga. Kita diskusikan semuanya ke orangtua kita, ya." Fathia mencoba bersabar dan tenang saat menyampaikan pendapatnya. Ia teramat tahu karakter Andi seperti apa, terpancing sedikit akan marah meskipun hal sepele, apalagi ini masalah besar.

Fathia mengerenyit bingung saat Andi melemparkan sebuah amplop putih berukuran sedang, ia segera membuka amplop tersebut dan membacanya.

"Aku belum siap untuk berumah tangga, untuk menjadi ayah, Fa. Dan itu, surat pindah tugas dari kantor. Aku di pindah tugaskan ke cabang lain."

"Ya kita bisa memulai semuanya dari awal, di daerah kantor baru kamu."

"Gak bisa. Persyaratan dari kantor, aku gak boleh nikah. Jadi lebih baik kita berakhir di sini, kamu gugurkan anak itu, sudah selesai."

Fathia menggelengkan kepalanya tak percaya, tanpa terencana, tangannya sudah melayang menampar pria brengsek yang berada di depannya ini.

"Kamu bilang sudah selesai?! Semuanya gak segampang apa yang kamu bilang. Setelah kamu ngerusak aku, gak mau bertanggungjawab, kamu mau akhiri hubungan ini gitu aja? Brengsek banget!"

"Ya terus kamu maunya gimana, hah?! Aku dipindah tugas ke Singapur. Kamu sendiri tahu kan segimana usahanya aku buat sampai di titik ini? Kalau kita menikah, aku harus melepas karirku, memulai semuanya dari awal, itu ga gampang Fa. Kamu mikir ke situ gak?!"

Fathia terlonjak kaget saat Andi menggebrak meja kafe cukup kencang, menimbulkan bisikan-bisikan dan tatapan orang-orang yang ada di kafe ini.

"Aku tahu itu, tapi saran kamu pun bukan hal yang baik. Aku harus gimana? Harus gimana?"

Fathia tak peduli ia menjadi tontonan gratis orang-orang, menjadi drama dan mengemis tanggung-jawab kepada pria brengsek yang ada di hadapannya ini. Ia menyesal telah menyerahkan semuanya kepada pria brengsek, yang sialnya sangat ia sayangi dan cintai.

"Intinya aku gak bisa. Sekarang terserah kamu mau gimana pun, aku gak peduli. Semuanya berakhir, aku gak ada urusan lagi sama kamu."

"Aku akan bilang semuanya ke orangtua kamu!" Ujar Fathia dengan nada tinggi saat ia melihat Andi mulai melangkah untuk keluar kafe.

Seperti dugaan yang ditakutkannya, pria itu tetap berjalan meninggalkannya. Tak peduli dengan isak tangis dan hancurnya ia saat ini.

"Ya Allah, aku harus apa?" Tanyanya lirih. Tubuhnya ambruk begitu saja. Semua rasa sakit, kecewa, amarah, benci, teraduk menjadi satu, mengoyakan hatinya.

*

Satu minggu sudah berlalu dari pertama kali Fathia mendapati dirinya hamil. Setelah menenangkan diri dan mengecek kandungannya ke dokter, akhirnya hari ini ia memberanikan diri untuk membicarakan semuanya kepada keluarganya. Meskipun ia ragu dengan reaksi keluarganya, namun mau tidak mau ia harus membicarakan semuanya. Kebetulan hari ini orangtua dan kedua adiknya sedang berkumpul di ruang keluarga.

"Mah, pah, ada yang ingin Fathia bicarakan." Ujar Fathia, setelah beberapa menit tadi ia hanya diam dengan pemikirannya sendiri.

"Ada apa? Kok kayaknya serius banget?" Tanya sang Mamah.

Fathia mencoba menarik nafas dan menghembuskannya dengan perlahan, jujur saja berat sekali untuk membeberkan semuanya.

"Ngomong ya ngomong aja sih, kak." Ujar Rio, adiknya yang pertama. Fathia memiliki dua adik dan satu kakak.

"Fathia hamil."

Keheningan melanda ruangan keluarga itu. Semua yang ada di sana, mencoba mencerna ucapan yang Fathia lontarkan.

"Kak jangan bercanda deh, gak lucu tahu bercandaan kayak gitu."

Fathia segera menggelengkan kepalanya, menyangkal ucapan Nadia, sang adik bungsu.

"Kakak gak bercanda, Nad. Ini buktinya." Fathia mengeluarkan testpack dan foto usg yang sedari tadi disembunyikannya. Hatinya sudah kalut luar biasa, apalagi orangtuanya belum memberikan reaksi apapun.

"Ya Allah, yang papah takutin terjadi juga. Berkali-kali papah ingetin kamu untuk pacaran secara sehat sama Andi, kamu malah ngelangkah sejauh itu. Astagfirullah."

"Abang gak nyangka kamu bertindak sejauh itu, Thia."

Fathia hanya bisa menundukan kepalanya dalam. Jujur saja ia sangat malu untuk menghadapi keluarganya saat ini, tapi mau bagaimana, hanya mereka orang terdekat yang Fathia punya.

"Mamah gak mau nyalahin kamu. Kamu melakukannya secara sadar dan ini pilihan kamu sendiri. Berani bertindak, berani terima resikonya. Kamu udah kasih tahu Andi?"

Fathia menganggukan kepalanya.

"Terus Andi mau bertanggung-jawab kan? Dia bersedia menikahi kamu?" Tanya sang papah, yang kemudian dijawab gelengan kepala oleh Fathia.

"Maksud kamu apa? Andi gak mau tanggung-jawab? Tolong bicara Thia, jelasin semuanya."

"Satu minggu lalu, aku menjelaskan semuanya ke Andi, tetapi dia malah meminta menggugurkan kandungan Thia dan mengakhiri hubungan kita." Fathia menggigit bibirnya dalam, ia semakin takut dengan reaksi keluarganya, juga dengan pemikirannya yang semakin memperkeruh perasaannya.

"Astagfirullah. Kalian itu udah berbuat dosa, dengan kalian gugurin anak yang gak berdosa itu udah salah sekali! Papah gagal mendidik kamu."

"Thia gak punya pemikiran seperti itu, Pah. Itu hanya permintaan Andi. Fathia akan mempertahankannya."

"Ya terus kamu mau gimana? Andi gak mau tanggung-jawab, sedangkan perut kamu akan terus membesar seiring berjalannya waktu. Mau kamu digunjingin sama tetangga?!"

"Radi, tolong pelanin suaranya sedikit. Fathia butuh dukungan dari kita, jangan memojokannya."

"Mah, yang dilakukan abang wajar, itu karena kelakuan mereka berdua. Sekarang mau gimana? Yang ngelakuin salah dia, tapi yang nanggung malu dan gunjingan ya kita."

"Sekarang abang diam, mamah mau bicara."

"Sekarang keputusan kamu kayak gimana?"

Fathia memandang wajah sang Mamah, air matanya semakin mengalir deras saat melihat wajah sang Mamah. Terdapat rasa kecewa yang seperti di tahan, di kedua bola mata sang Mamah yang sedang ditatapnya.

"Fathia tetap mau minta tanggung-jawab Andi, Mah."

"Bego lo dek! Udah tahu dia gak mau tanggung-jawab, ngapain masih mau ngemis tanggung-jawab ke cowok brengsek kayak gitu." Radi tak bisa menahan umpatannya saat mendengar ucapan sang adik. Ingin rasanya ia menghabisi Andi, jika perlu sampai nyawanya juga habis.

"Ya terus aku harus gimana bang? Aku gak mungkin dan gak akan kuat kalau harus nanggung semua ini sendirian."

Isakan yang keluar dari bibir Fathia semakin terdengar keras saat sang Mamah memeluknya erat.

"Nanti mamah dan Papah akan antar kamu ke keluarga Andi, kita diskusikan semuanya, ya."

Bersambung

(Selesai ditulis pada hari Sabtu, 04 september 2021, pukul 23.11)

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dia, Adnan.   Ekstra Part (3)

    "Kamu maunya gimana? Proses semua kejadian ini lewat jalur hukum dan serahkan bukti-bukti ke pihak berwajib, atau mungkin ada pemikiran kamu tersendiri mau diapakan Andi? Ya meskipun dia putra Ibu, Ibu gak akan membela apapun yang kamu lakukan untuk dia sebagai hukuman atas hal yang dilakukannya."Fathia terdiam mencerna ucapan Ibu mertuanya. Walaupun matanya menatap Thalia yang tengah terlelap di ranjang rumah sakit, tetapi fokusnya terbagi. Hatinya tentu saja sakit melihat putrinya harus dirawat seperti ini, tetapi ia juga sedikit penasaran, apa alasan Andi sampai melakukan penculikan terhadap putri kandungnya sendiri. Walaupun memang sakit hatinya masih mendera karena penolakan tanggung-jawab yang pria itu berikan ketika ia baru mengetahui bahwa ia mengandung, tetapi pada kenyataannya Fathia akan tetap mempertemukan Andi dan Thalia, jika pria itu meminta izin dengan cara baik-baik. Fathia juga tidak akan melarang Thalia bertemu ayah kandungnya. Tetapi setelah kejadian ini, kemungki

  • Dia, Adnan.   Extra Part (2) Thalia's pov

    Dengan berlari sekuat tenaga aku menyusuri lorong rumah sakit, untuk mencari ruangan di mana bunda berada.Hari ini aku dikabari Ayah bahwa Bunda melahirkan. Tentu saja tanpa menunda waktu, aku langsung bergegas untuk meminta izin supaya bisa menjenguk bunda, padahal aku baru saja selesai melakukan latihan. Bahkan aku baru menyadari bahwa aku masih menggunakan jersey penuh keringat dan lepek yang ku pakai saat latihan. Saking senang mendengar kabar tersebut dan buru-buru menuju ke rumah sakit, aku agak lupa untuk membersihkan tubuh dan mengganti pakaian. Agak ceroboh, Bunda pun pasti marah melihatku yang masih menggunakan jersey badminton, tapi mau bagaimana lagi karena aku sudah sampai di rumah sakit. Mungkin aku akan mengirim pesan kepada Tyla atau Tyna untuk membawa pakaian ganti untukku jika salah satu di antara mereka ada yang masih dir rumah.Aku langsung melambaikan tanganku beberapa kali saat melihat Ayah tengah berdiri di depan salah satu ruang rawat bersama Tyla dan suaminya

  • Dia, Adnan.   Extra Part (1) Thalia's pov

    Ku tatap lekat foto yang terpajang rapih di samping televisi itu. Tatap matanya, senyumannya, raut wajahnya, suara lembutnya, masih melekat dengan indah di di pikiran dan hatiku hingga detik ini. Haah, rasanya aku sangat merindukan dia, untuk setiap detik waktu yang ku punya.Dengan segala keterbatasannya, dia sosok yang teramat sempurna untuk hidupku. Beberapa orang terdekatku sering kali menceritakannya. Menceritakan tentang tingkahnya, dan kisahnya.Tuhan, aku bersyukur sekali memiliki dia di dalam hidupku, sampai detik ini dan selamanya. Tuhan, terima kasih telah menghadirkan sosoknya di hidupku. Aku teramat beruntung memilikinya. Biarpun orang lain memandang sosoknya berbeda, merendahkannya, tetapi aku hanya bisa beryukur dan terus bersyukur memilikinya."Hei! Kok malah melamun sih? Kamu kangen, ya?"Aku terkesiap saat mendengar suara seseorang yang bertanya di samping tubuhku."Eh, bunda. Iya, aku kangen banget." Jawabku agak parau. Tak terasa air mataku mengalir di tengah lamun

  • Dia, Adnan.   45. Tamat

    "Kalau Adnan lelah, istirahat saja ya di kamar, nanti waktunya makan siang Fathia bangunkan."Adnan hanya menganggukan kepalanya kemudian langsung memasuki rumah.Fathia baru saja pulang ke rumah setelah mengantar Adnan ke Psikolog. Seperti dugaannya, kata Psikolog yang menangani Adnan, serious emotional distrubance atau gangguan emosi yang terjadi pada Adnan sudah mulai teratasi, walaupun katanya kadang masih sedikit mengganggu Adnan karena beberapa kali Adnan masih mengabaikan Thalia karena ada rasa trauma kehilangan. Adnan takut jika ia terlalu dekat dengan Thalia, di mana saat dia teramat sayang kepada Thalia dan ingin terus berada di dekat Thalia, Thalia kembali hilang dari jangkauan, jadi beberapa kali Adnan kadang menghindar jika ketakutan itu hinggap.Sebenarnya Fathia juga bingung kenapa Adnan bisa berpikiran sampai sejauh itu, apalagi dengan asd yang diidapnya, tapi ya mungkin memang Tuhan sudah menggariskan takdir Adnan seperti itu.Enam bulan waktu berjalan terasa lambat b

  • Dia, Adnan.   44.

    Hari demi hari fisioterapi yang dilakukan Adnan semakin menunjukan hasil, pelan tapi pasti. Adnan setidaknya sudah tidak perlu menggunakan bantuan kruk untuk berjalan, ya walaupun langkahnya masih pelan, kaku, dan sedikit pincang tetapi itu sudah menunjukan perubahan. Hanya saja pemulihannya memang sedikit lebih lambat karena Adnan mudah sekali lelah, terlihat ketara dari nafasnya dikarenakan efek pembengkakan jantungnya. Kurang lebih sudah lima bulan Adnan menjalani fisioterapi di rumah.Lima bulan ini untuk Fathia adalah lima bulan ter-hectic yang pernah dirasakan dalam hidupnya. Harus mengantar Adnan check up ke rumah sakit, konsultasi ke Psikolog, menemani suaminya itu fisioterapi, belum lagi Thalia yang semakin hari sudah semakin mengerti bahwa putrinya itu ingin selalu berada di dekatnya dan kadang menangis ketika ia harus meninggalkan Thalia bersama bi Tati karena harus mengurusi Adnan. Sejujurnya Fathia sedikit tidak terlalu memperhatikan perkembangan putrinya, padahal kalau k

  • Dia, Adnan.   43.

    Fathia hanya bisa ikut meringis saat mendengar suara ringisan Adnan yang sedang melakukan fisioterapi untuk penyembuhan tangan dan kaki kanannya.Hampir setiap hari Fathia mendatangkan fisioterapi profesional yang disarankan dokter, supaya proses penyembuhan Adnan lebih cepat. Ia juga ingin secepatnya melihat Adnan kembali melukis apapun yang diimajinasikannya.Waktu sudah berjalan hampir tiga bulan. Tangan Adnan pun sudah tidak memakai arm sling dan perkembangannya sudah lebih baik daripada kaki, hanya saja untuk membantunya berjalan Adnan masih memerlukan kruk."Tolong sudah, ini Sakit!"Fathia sedikit kaget mendengar Adnan yang meninggikan suaranya, tetapi tentu saja ia tidak boleh kalah dengan suara Adnan yang seperti itu. Dia harus terbiasa, meskipun di bulan ini sudah beberapa kali Adnan terlihat marah seperti itu, tetapi ia tetap saja masih kaget."Tidak boleh seperti itu, ini juga untuk kesembuhan Adnan. Adnan diam ya, nurut sama fisioterapisnya."Fathia menatap Adnan intens s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status