Share

Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila
Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila
Author: Ajeng padmi

Bab 1

Author: Ajeng padmi
last update Huling Na-update: 2025-07-29 15:08:34

“Hanya itu satu-satunya cara agar ibumu selamat, Cahaya.”

Cahaya menunduk menatap pahatan yang dibuat barista di kopi miliknya, begitu cantik, tapi suasana hatinya saat ini sama sekali tak sanggup untuk mengagumi kecantikan itu.

Otaknya berpikir keras. Kemana lagi dia harus mencari biaya untuk pengobatan ibunya.

Selama lima tahun ini, Cahaya sudah berusaha keras untuk melakukan pengobatan terbaik untuk ibunya. Dokter bilang ibunya mengalami depresi dan mentalnya tidak sanggup untuk menerima kenyataan pahit itu, meski sampai sekarang Cahaya tidak tahu apa penyebab depresi sang ibu.

Cahaya bahkan rela menjadi pesuruh istri baru ayahnya agar bisa mendapatkan uang lebih, tapi sebulan yang lalu ibunya tiba-tiba mengalami sesak napas yang membuatnya harus diperiksa dokter spesialis jantung dan hasilnya sang ibu menderita penyumbatan pada arteri jantung. Pemasangan ring jantung adalah satu-satu solusi yang diberikan sang dokter.

Tapi masalahnya... biaya yang mahal.

“Saya akan mendapatkan uang itu,” gumam cahaya setelah meletakkan cangkir kopi di tempatnya semula.

“Caranya?”

Dokter spesialis kejiwaan berusia sepuluh tahun lebih tua darinya itu menatap Cahaya seksama, ada harap dalam nada suaranya, dokter Natasya memang yang selama ini menangani ibunya dan sudah berkoordinasi dengan dokter jantung sang ibu.

Usia mereka yang terpaut jauh tak menghalangi keakraban keduanya, Cahaya bisa sangat cerewet bertanya ini itu tentang ibunya dan sang dokter dengan senyum kalem akan menjawab semua pertanyaannya.

Bersama sang dokter Cahaya merasa menemukan kakak yang bisa dijadikan tempat berkeluh kesah.

Cahaya terdiam sebentar, ayahnya sudah jelas menolak memberikan biaya operasi ibunya, bahkan sang ayah lebih memilih berbelanja barang mewah bersama istri baru dan anak tirinya.

Kepalanya mendongak menatap wanita di depannya. “Akan saya pikirkan,” jawabnya pasrah. Otaknya memang sudah buntu.

Seratus juta bukan uang yang sedikit untuknya.

“Kenapa kamu tidak coba bicara dengan ayahmu, mungkin saja dia punya simpanan uang,” usul sang dokter.

Cahaya hanya bisa tersenyum masam. “Ayah sedang berlibur bersama keluarga barunya, dan ponselnya mati.”

“Operasi itu tak bisa ditunda, kamu harus memikirkan cara mendapatkan uangnya Aku bisa meminjami jika hanya untuk uang muka operasi-“

“Tidak, dok. Saya sudah sering merepotkan dokter, saya akan pikirkan caranya. Saya yakin meski ayah tak mau memberikan uang, ibu masih punya aset atau perhiasan yang bisa dijual,” kata Cahaya buru-buru memotong, dia tidak ingin merepotkan orang lain.

Dia tidak ingin makin malu pada sang dokter jika harus meminjam uang segala.

Baginya kesedihan dan kesusahan bukan untu diumbar dia yakin akan menemukan cara untuk mengatasinya.

“Kamu yakin?”

Cahaya kembali terdiam, lalu meneguk kopinya sekali lagi. Tentu saja tidak, karena dia sama sekali tidak tahu dimana ibunya menyimpan perhiasan itu.

“Tentu saja, itu milik mama sudah seharusnya dijual untuk kesembuhannya.”

Senyum lega sang dokter begitu lebar membuat Cahaya ikut tersenyum juga.

“Makanlah kue ini, mereka bilang ini varian baru,” kata sang dokter menyodorkan kue manis didepannya. “Aku permisi ke toilet dulu.”

Cahaya tersenyum, sebagai pecinta kue dia tidak akan menolak hal ini. wanita itu mengambil garpu dan mulai memakan kuenya. Rasanya memang manis sangat pas di lidahnya. Dia suka dan berjanji akan membeli kue ini lagi jika datang ke sini.

Tak butuh waktu lama untuknya menghabiskan kue itu, Cahaya melirik arlojinya sudah sepuluh menit dan sang dokter belum juga kembali dari toilet. Mungkin ada panggilan mendadak dan langsung pergi.

Bosan duduk sendirian, Cahaya melangkah ke rooftop cafe menikmati indahnya cahaya matahari saat senja.

Wanita itu berdiri di pinggir pagar pembatas, pagar yang hanya selututnya tak membuat Cahaya mundur.

Kepalanya mendongak berusaha menghirup udara sore yang menyegarkan ini, siapa tahu dengan begitu otaknya lebih bisa berpikir jernih untuk bisa keluar dari semua masalahnya. Tapi...

“Hei! Lepaskan apa-apaan ini!”

Sebuah tangan tiba-tiba memeluk pinggangnya dengan erat dan menyeretnya menjauhi pagar pembatas.

Cahaya meronta dengan keras, tapi sialnya tangan itu seperti besi yang mengikatnya dengan erat.

Cahaya sudah memukul dan mencakar tangan itu tapi tak mampu mengendurkan cekalannya, eratnya pelukan membuat Cahaya tak bisa melihat wajah si kurang ajar ini.

“Lepaskan atau aku akan berteriak! Di bawah banyak orang!” ancamnya dan... berhasil pegangan itu terlepas tiba-tiba, tubuh wanita itu sedikit terhuyung kehilangan keseimbangan tapi tangan yang sama langsung menangkapnya, Cahaya mengibaskan tangan itu dan berbalik menatap pemilknya.

Pandangannya jatuh pada mata sehitam malam yang menatapnya dengan tajam. sejenak Cahaya membeku dibawah tatapan itu, kegugupan membentuk gelombang resah langsung menyerangnya dengan brutal, tidak dia tidak boleh terpengaruh hanya karena tatapan laki-laki ini.

“Cahaya senja pasti tak sudi menjadi saksi kematian seseorang.”

Cahaya menatap laki-laki di depannya dengan marah. Apa sih maksudnya? siapa orang aneh ini?

“Dari mana kamu tahu namaku?” Cahaya menatap laki-laki di depannya sedikit mendongakkan kepalanya, bersikap sombong pada orang angkuh itu wajib hukumnya.

Laki-laki itu hanya mengangkat alisnya dan tersenyum samar. “Jadi namamu Cahaya Senja, nama yang bagus untuk orang yang akan bunuh diri.”

“Apa maksudmu? Siapa yang akan bunuh diri?”

Niat hatinya ingin menenangkan diri di sini buyar sudah, dia harus cepat pergi sebelum menjadi pasien dokter Natasya, ayahnya pasti tak akan sudi untuk membayar biaya perawatannya.

Cahaya melangkah dengan kesal menjauhi tempat itu tapi langkahnya berhenti saat mendengar mulut kurang ajar laki-laki itu. “Apapun masalahmu mati bukan solusi, kamu cukup cantik bagaimana kalau kamu menjadi wanitaku, sejak tadi aku tertarik untuk menidurimu.”

Tangan cahaya mengepal erat, kakinya langsung melangkah cepat mendekati laki-laki itu dan sebuah tamparan dia hadiahkan untuk mulut lancangnya.

“Bajingan mesum! Mulutmu mau aku robek!”

Gadis itu begitu geram dengan laki-laki di depannya, tapi sialnya laki-laki itu seolah tak terpengaruh dengan tamparan Cahaya, justru tangannya yang terasa panas luar biasa seperti disengat lebah.

Laki-laki itu tak bergeming. “Jadilah wanitaku dan kamu pasti tidak ingin mati lagi.”

Cahaya melengos, dia bodoh. Untuk apa dia meledeni orang gila mesum ini, dia berjalan pergi tanpa menoleh lagi, dari kejauhan dilihatnya dokter Natasya yang berdiri membeku menatap mereka.

Pantas saja.

Buru-buru dia melangkah menghampiri sang dokter.

“Kenapa dokter diam saja? bukankah dokter butuh perawat."

“Apa? untuk apa?”

Cahaya menatap sang dokter dengan gemas, kenapa dokter Natasya yang cerdas berubah menjadi lemot.

“Tentu saja untuk menangkap orang itu, dia pasien anda bukan?”

Mata sang dokter membelalak mendengar ucapan Cahaya. “A-Aya kamu tahu siapa dia?”

“Untuk apa saya tahu pasien dokter?” tanya gadis itu kesal lalu melangkah kembali ke dalam cafe.

Mata ketakutan sang dokter luput dari pandangan gadis itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 81

    Bahkan sampai hari kedua papanya dirawat kedua orang itu sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Cahaya tak tahu kalau mereka benar-benar manusia tak punya hati. Apa sekarang sang ayah bisa membela lagi keluarga barunya itu. Bukannya Cahaya keberatan menunggui ayahnya di rumah sakit, tidak sama sekali. Dia malah senang, paling tidak dia bisa mengobati rasa rindunya selama ini dia bisa memeluk dan mencium ayahnya seperti dulu tanpa takut sang ayah tiba-tiba bangun dan memergoki kelakuannya. Dan satu jam yang lalu sang ayah sudah terbangun dalam keadaan kebingungan dan nama Cahaya dan mamanya yang dipanggil. Membuat wnaita itu bertanya-tanya apa sebenarnya sang ayah masih sangat mencintai ibunya dan mulai menyesali keputusannya menikahi wanita itu. "Kenapa papa nekad menemui mama?" Tanya Cahaya setelah sang ayah bangun sadar. Sang ayah hanya diam saja dengan kepala menunduk. "Pa aku bertanya pada papa?" Desak wanita itu lagi. "Papa hanya ingin minta maaf pada mama. Mama

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 80

    Cahaya sakit. Badannya tiba-tiba saja demam saat mereka akan mengunjungi rumah keluarga ayahnya. Terpaksa Ary menunda kepergian mereka ke sana, dan segera membawa Cahaya ke rumah sakit meski wanita itu bersikeras kalau dia baik-baik saja dan akan sembuh dengan sendirinya jika tidur nyenyak. Ary merasa bersalah tentu saja. Padahal Cahaya sudah menolak awalnya tapi dia terus memaksa. "Jadi istri saya tidak perlu rawat inap, dok?" Tanya Ary. "Tidak, ibu Cahaya bisa pulang dan beristirahat di rumah saja." Sepanjang perjalanan pulang wanita itu menampilkan wajah masam, Ary yang merasa bersalah memilih menutup mulutnya. "Makanya kalau aku bilang aku nggak mau ya nggak mau, kamu ngeyel banget yang tahu kondisiku ya aku sendiri," omel Cahaya. Seperti biasa Ary hanya meringis menerima omelannya. Wanita itu segera minum obat yang diberikan dokter dan naik ke atas ranjang. Ary meninggalkan wanita itu sendiri dan menuju ruang tengah ada hal yang harus dia kerjakan, sebenarnya bukan pe

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 79

    Entah apa yang terjadi pada suami baru ibunya itu, Tari tak tahu. Dia bahkan memotong uang bulanan untuknya, dan tidak ada lagi acara liburan keluarga seperti biasanya. "Pa, minggu depan ulang tahunku. Aku ingin merayakannya di bali." "Pergilah," kata sang ayah entah maksudnya pergilah ke bali atau pergi dari sini. Tari menghentakkan kakinya kesal, dia lalu menyusul ibunya di dapur, sedang mengawasi simbok yang membuat makan malam. "Ma!" Teriak Tari kesal saat melihat ibunya sama sekali tak mendengar panggilannya dan malah lebih fokus memarahi simbok. Memang pembantu tua itu sama sekali tidak becus lagi kerjanya, apalagi dia juga antek Cahaya. Ingin sekali Tari memecat wanita tua itu dan menggantikannya dengan yang lebih muda dan sudah pasti akan nurut apapun ucapannya. Sayangnya ayah tirinya itu mengancam akan menghapus uang bulannya jika dia sampai berani mengganggu simbok apalagi sampai memecatnya. "Ada apa, kenapa kamu berteriak seperti itu mama tidak tuli," kata sang

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 78

    "Apa tadi malam papa pulang dengan selamat sampai rumahnya?" Tanya Cahaya. Wanita itu masih betah bergelung dalam pelukan suaminya, padahal ini sudah jam sembilan lewat. "Kamu mengkhawatirkannya setelah apa yang dia katakan tadi malam." "Ri, please," kata Cahaya dengan nada memohon. "Aku minta pak Joko membuntutinya dan dia pulang dengan selamat, seharusnya papamu bersyukur kamu masih peduli padanya." "Dia papaku, ok." "Baiklah trserah kamu saja," kata Ary setengah jengkel, laki-laki itu ingin bangun tapi Cahaya memeluk tubuhnya erat sampai dia tak bisa bergerak. Awalnya tentu saja dia sangat senang Cahaya mau memeluknya seperti ini, dia bahkan sudah berharap melakukan apapun yang ada di kepalanya bersama sang istri tapi sialnya dia baru ingat kalau Cahaya sedang datang bulan. "Sekarang lepaskan aku, ini sudah siang." Cahaya langsung melepaskan pelukannya pada Ary dengan dengan malu, kenapa sejak tadi dia tidak sadar kalau Ary risih dengan perbuatannya. Otaknya pasti sudah m

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 77

    "Pa-pa, ehm... Sudah lama di sini kenapa tidak menghubungiku?" Tanya Cahaya sediikit terbata. Ary menatap istrinya, sebenarnya dia merasa kasihan karena Cahaya terlihat sekali seperti akan pingsan karena lelah, tapi dia tidak mungkin mengusir mertuanya. Meski sudah lama hidup dan besar dijalanan dengan kehidupan yang penuh kekerasan tapi Ary juga tahu sopan santun. "Silahkan masuk," kata Ary sambil merangkul bahu istrinya. Lidahnya masih kelu saat akan memanggil laki-laki ini dengan panggilan papa secara langsung, apalagi saat dia tahu apa yang laki-laki ini lakukan pada istrinya, makin hilanglah respeknya, tapi dia tidak ingin istrinya kecewa padanya. Cahaya memang sering kali bertengkar dengan ayahnya tapi dia tahu sang istri sangat menyayangi laki-laki yang menjadi penyebabnya ada di dunia ini. "Bersihkan diri dulu, biar aku temani papamu sebentar," bisik Ary pada istrinya. Cahaya menatap suaminya sejenak lalu mengangguk. "Bentar, pa. Aya mau mandi dulu," katanya yang diang

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 76

    “Apa yang akan kamu lakukan setelah tahu semua ini?” tanya Ary. Cahaya menoleh sebentar pada rumah sederhana yang baru saja dia tinggalkan, rumah yang membuat hatinya sesak sekaligus lega. “Apa lagi? Seperti katamu, membantu papaku yang sedang dibutakan oleh cinta itu untuk bisa melihat lebih jelas.” Cahaya langsung masuk ke dalam mobil dan menggunakan sabuk pengaman siap untuk kembali ke rumah. Malam memang belum terlalu tua, tapi desa kecil ini sudah dilanda kegelapan total, pohon-pohon yang besar mendominasi, rumah-rumah penduduk bahkan bisa dihitung dengan jari. Pantas saja kalau orang sulit ditemukan, desa ini seolah tak berpenghuni, hanya orang dengan nyali besar yang mau datang ke sini Jika bukan takut pada yang hidup tentu akan takut pada yang mati. Keluarganya hanya ingin hidup dengan baik dan tidak pernah mencari musuh, kenapa mereka menjadikan keluarganya sasaran yang tak berperikemanusiaan. Bukankah masih banyak orang yang memiliki banyak uang di luar sana yang bi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status