Share

Bab 7

Auteur: Ajeng padmi
last update Dernière mise à jour: 2025-08-13 06:49:19

Marah. Wanita itu langsung menginjak kaki orang yang memeluknya. 

“Awwh! Sial!” 

Cahaya langsung melotot tak percaya saat dia melihat siapa yang tadi memeluknya erat. 

“Kalau sampai tertangkap aku akan buat perhitungan denganmu!” gertak gadis itu sambil mengangkat dagu. 

Cahaya lalu mengeluarkan ponsel bututnya dan menghubungi dokter Natasya, sambil sesekali menoleh ke belakang, tapi syukurlah para pengerjarnya tadi belum kelihatan. 

“Dok, dokter masih mencari pasien yang waktu itu kan, dia ada di belakang rumah sakit,” Cahaya menyebutkan titik lokasi dia berada saat ini dan berharap sang dokter segera datang untuk membawa kembali pasiennya ke rumah sakit jiwa. 

Dia menatap laki-laki sesaat lalu membalikkan badan tapi belum juga dia melangkah pergi tangannya kembali ditarik kali ini sedikit mendorong tubuh wanita itu supaya ada di belakang tubuhnya, tubuh tinggi besar laki-laki itu membuatnya serasa ada di bawah pohon beringin, padahal dengan tinggi 160 cm dia tidak bisa dikatakan mungil untuk ukuran orang Indonesia.

Cahaya ingin berontak tapi suara derap langkah membungkam mulutnya seketika. 

“Cari sampai dapat dia pasti belum jauh dari sini!” 

Itu suara sang ayah. Cahaya menoleh geram pada laki-laki yang kini berdiri dengan tenang di sampingnya. 

Mereka terjebak di gang sempit ini, sedangkan di belakang mereka dipenuhi dengan berbagai kotak kayu yang membuat jalan tertutup rapat, Cahaya hanya punya dua pilihan duduk diam di tempat ini dan berharap orang-orang itu segera pergi atau nekad keluar dengan resiko hampir tertangkap seperti tadi,  masalahnya Cahaya tidak yakin keberuntungan yang dia dapatkan tadi akan terulang kembali. 

“Kita kehilangan jejak, tuan!” kata salah satu dari mereka, Cahaya sendiri bersembunyi meringkuk di balik tubuh pasien dokter Natasya ini. 

Perawakan laki-laki ini memang tidak terlihat seperti orang gila yang suka berkeliaran di jalan, tubuhnya yang tinggi besar seperti pohon beringin yang bisa menyembunyikan tubuhnya. 

Memang orang gila tak selalu langsung  terlihat bukan. 

“Cari sampai ketemu dia pasti belum jauh, Tuan Agung pasti akan marah kalau calon istrinya hilang.” 

Cahaya mengerutkan kening, orang yang dipanggil tuan ternyata bukan ayahnya dan itu makin membuat Cahaya tak nyaman. Sialan apa yang harus dia lakukan sekarang?

“Sudah aku bilang jadilah wanitaku semua akan beres.” 

Lihatkan! Laki-laki ini benar-benar gila. Cahaya menatap laki-laki itu dengan tajam sambil berkacak pinggang. Belum sempat dia membuka mulut untuk memaki laki-laki di depannya sebuah suara mengingatkannya pada keadaan saat ini. 

“Itu dia!” 

Mata Cahaya langsung membulat saat dia menyadari mereka terkepung dan tak punya jalan keluar. 

“Tetap di belakangku,” kata laki-laki itu pelan. 

Cahaya menggeleng. “Pergilah ini bukan urusanmu kamu tidak tahu apa yang kamu hadapi, mereka ada banyak.” 

Cahaya tak bohong, gang sempit itu sudah penuh dengan orang-orang yang ingin menangkapnya dan jumlahnya sekarang dia yakin tak kurang dari dua puluh orang. 

Dia menahan napas, Cahaya  tak ingin ada korban karena dirinya. 

Kerumunan itu menyibak dan sang ayah menatap Cahaya dengan marah. “Sudah cukup, Aya. Jangan kekanak-kanakan. Kamu hanya perlu menikah dengan laki-laki pilihan ayah, sekali saja jadilah anak yang berbakti!” 

“Ayah benar-benar keterlaluan! Menjualku pada orang itu demi istri dan anak tiri ayah!” 

Cahaya mengibaskan tangan laki-laki yang menolongnya dan matanya menatap tak terima pada sang ayah. Sejak dulu dia sudah dididik untuk hormat pada yang lebih tua tapi saat ini rasa hormat itu hilang tak berbekas di hatinya. Dia marah pada sang ayah tapi yang lebih mengerikan adalah kekecewaan pada sosok cinta pertamnya ini. 

“Ka-kamu!” sang ayah terlihat syok. “Bawa paksa anak ini!” perintah sang ayah bagai petir di siang bolong. Sejenak Cahaya masih mematung dengan tatapan tak percaya, sampai sebuah tangan kembali menariknya. 

“Jadi kamu mau kembali atau melawan.” 

Cahaya tak menjawab, dia menatap laki-laki di depannya dengan pandangan kosong. 

“Terlalu lama,” sentak laki-laki itu yang dengan cepat menahan pukulan dua orang yang mencoba mengambil Cahaya darinya. 

Perkelahian itu tak dapat dihindarkan. 

Dua orang suruhan ayahnya maju dan bermaksud memukul laki-laki yang menyelamatkan Cahaya itu tapi tanpa disangka laki-laki itu berhasil mengelak dengan mudah dan dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi tahu-tahu dua orang itu sudah roboh dan merintih memegang perutnya disusul orang beberapa orang yang lain mengalami nasib yang tidak jauh berbeda. 

Cahaya terpesona, dia bahkan hanya memegang  balok kayu yang dia temukan tadi tanpa punya kesempatan menggunakannya. 

“Tetap di belakangku!” seru laki-laki itu sambil menghindari pukulan beberapa orang yang maju serempak. 

Seruan keras itu membuat Cahaya hanya bisa mengangguk patuh, dia tak punya pilihan lain bukan. Laki-laki gila ini benar-benar luar biasa. Sebagian orang yang merangsek maju sudah terkapar tak berdaya dibuatnya. Siapa dia sebenarnya? Pantas saja dokter Natasya belum bisa menangkapnya? Apa ini sudah benar? Dilindungi orang gila? 

Seperti di sini Cahaya juga sudah mulai gila dan ajaibnya dia bahkan belum tahu nama laki-laki yang membantunya ini. 

Gang yang sempit membuat Cahaya aman di belakang laki-laki itu, mereka terus merangsek maju untuk keluar dari gang ini. 

Cahaya menatap awas semua orang yang merintih kesakitan tak sanggup bangun lagi, tangannya memegang erat balok kayu bersiap jika ada salah satu mereka yang mendekat. 

“Hentikan anak muda!” 

Itu suara ayahnya. 

Cahaya yang sejak tadi beradu punggung dengan laki-laki penolongnya langsung menoleh. 

Hanya ada lima orang anak buah sang ayah yang masih berdiri tegak, tapi rasa gentar melumuri wajah mereka. 

“Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu ikut campur urusanku!” bentak sang ayah tak suka. 

Cahaya melirik laki-laki itu disaat yang sama laki-laki itu juga meliriknya dan senyum dingin langsung terulas di bibirnya. 

“Saya pacar putri anda, calon menantu anda tentu saja saya harus ikut campur,” katanya kalem tapi suaranya yang jernih dan penuh percaya diri membuat sang ayah terdiam dibuatnya. 

Cahaya sendiri juga menatap laki-laki di depannya dengan tak percaya. 

“Apa yang kamu katakan.” Cahaya berusaha memprotes  pelan dengan bibir masih terkatup rapat. 

“Jangan membantah, sejak pertemuan pertama kita aku sudah tertarik padamu itu artinya kamu adalah pacarku.” 

Cahaya menatap laki-laki itu dengan tak percaya, apalagi saat semua itu diucapkan dengan penuh percaya diri. 

“Kamu benar-benar gila.” 

Bukannya marah, laki-laki itu malah tersenyum sambil menatap Cahaya dengan mata hitamnya yang sekelam malam, sejenak Cahaya terpukau dengan tatapan laki-laki itu. 

Ini tidak benar. Cahaya menggelengkan kepalanya. 

Dia menatap ke depan dan saat itulah baru dia sadari serombongan orang datang ke tempat itu. 

“Pak Agung, saya akan segera membawa putri saya untuk anda, mohon tunggu sebentar,” kata sang ayah dengan penuh hormat. 

Mata Cahaya langsung melotot, inikah laki-laki yang akan dijodohkan dengannya. 

Dia memang tahu usia laki-laki ini hanya beberapa tahun di bawah ayahnya tapi...

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 81

    Bahkan sampai hari kedua papanya dirawat kedua orang itu sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Cahaya tak tahu kalau mereka benar-benar manusia tak punya hati. Apa sekarang sang ayah bisa membela lagi keluarga barunya itu. Bukannya Cahaya keberatan menunggui ayahnya di rumah sakit, tidak sama sekali. Dia malah senang, paling tidak dia bisa mengobati rasa rindunya selama ini dia bisa memeluk dan mencium ayahnya seperti dulu tanpa takut sang ayah tiba-tiba bangun dan memergoki kelakuannya. Dan satu jam yang lalu sang ayah sudah terbangun dalam keadaan kebingungan dan nama Cahaya dan mamanya yang dipanggil. Membuat wnaita itu bertanya-tanya apa sebenarnya sang ayah masih sangat mencintai ibunya dan mulai menyesali keputusannya menikahi wanita itu. "Kenapa papa nekad menemui mama?" Tanya Cahaya setelah sang ayah bangun sadar. Sang ayah hanya diam saja dengan kepala menunduk. "Pa aku bertanya pada papa?" Desak wanita itu lagi. "Papa hanya ingin minta maaf pada mama. Mama

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 80

    Cahaya sakit. Badannya tiba-tiba saja demam saat mereka akan mengunjungi rumah keluarga ayahnya. Terpaksa Ary menunda kepergian mereka ke sana, dan segera membawa Cahaya ke rumah sakit meski wanita itu bersikeras kalau dia baik-baik saja dan akan sembuh dengan sendirinya jika tidur nyenyak. Ary merasa bersalah tentu saja. Padahal Cahaya sudah menolak awalnya tapi dia terus memaksa. "Jadi istri saya tidak perlu rawat inap, dok?" Tanya Ary. "Tidak, ibu Cahaya bisa pulang dan beristirahat di rumah saja." Sepanjang perjalanan pulang wanita itu menampilkan wajah masam, Ary yang merasa bersalah memilih menutup mulutnya. "Makanya kalau aku bilang aku nggak mau ya nggak mau, kamu ngeyel banget yang tahu kondisiku ya aku sendiri," omel Cahaya. Seperti biasa Ary hanya meringis menerima omelannya. Wanita itu segera minum obat yang diberikan dokter dan naik ke atas ranjang. Ary meninggalkan wanita itu sendiri dan menuju ruang tengah ada hal yang harus dia kerjakan, sebenarnya bukan pe

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 79

    Entah apa yang terjadi pada suami baru ibunya itu, Tari tak tahu. Dia bahkan memotong uang bulanan untuknya, dan tidak ada lagi acara liburan keluarga seperti biasanya. "Pa, minggu depan ulang tahunku. Aku ingin merayakannya di bali." "Pergilah," kata sang ayah entah maksudnya pergilah ke bali atau pergi dari sini. Tari menghentakkan kakinya kesal, dia lalu menyusul ibunya di dapur, sedang mengawasi simbok yang membuat makan malam. "Ma!" Teriak Tari kesal saat melihat ibunya sama sekali tak mendengar panggilannya dan malah lebih fokus memarahi simbok. Memang pembantu tua itu sama sekali tidak becus lagi kerjanya, apalagi dia juga antek Cahaya. Ingin sekali Tari memecat wanita tua itu dan menggantikannya dengan yang lebih muda dan sudah pasti akan nurut apapun ucapannya. Sayangnya ayah tirinya itu mengancam akan menghapus uang bulannya jika dia sampai berani mengganggu simbok apalagi sampai memecatnya. "Ada apa, kenapa kamu berteriak seperti itu mama tidak tuli," kata sang

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 78

    "Apa tadi malam papa pulang dengan selamat sampai rumahnya?" Tanya Cahaya. Wanita itu masih betah bergelung dalam pelukan suaminya, padahal ini sudah jam sembilan lewat. "Kamu mengkhawatirkannya setelah apa yang dia katakan tadi malam." "Ri, please," kata Cahaya dengan nada memohon. "Aku minta pak Joko membuntutinya dan dia pulang dengan selamat, seharusnya papamu bersyukur kamu masih peduli padanya." "Dia papaku, ok." "Baiklah trserah kamu saja," kata Ary setengah jengkel, laki-laki itu ingin bangun tapi Cahaya memeluk tubuhnya erat sampai dia tak bisa bergerak. Awalnya tentu saja dia sangat senang Cahaya mau memeluknya seperti ini, dia bahkan sudah berharap melakukan apapun yang ada di kepalanya bersama sang istri tapi sialnya dia baru ingat kalau Cahaya sedang datang bulan. "Sekarang lepaskan aku, ini sudah siang." Cahaya langsung melepaskan pelukannya pada Ary dengan dengan malu, kenapa sejak tadi dia tidak sadar kalau Ary risih dengan perbuatannya. Otaknya pasti sudah m

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 77

    "Pa-pa, ehm... Sudah lama di sini kenapa tidak menghubungiku?" Tanya Cahaya sediikit terbata. Ary menatap istrinya, sebenarnya dia merasa kasihan karena Cahaya terlihat sekali seperti akan pingsan karena lelah, tapi dia tidak mungkin mengusir mertuanya. Meski sudah lama hidup dan besar dijalanan dengan kehidupan yang penuh kekerasan tapi Ary juga tahu sopan santun. "Silahkan masuk," kata Ary sambil merangkul bahu istrinya. Lidahnya masih kelu saat akan memanggil laki-laki ini dengan panggilan papa secara langsung, apalagi saat dia tahu apa yang laki-laki ini lakukan pada istrinya, makin hilanglah respeknya, tapi dia tidak ingin istrinya kecewa padanya. Cahaya memang sering kali bertengkar dengan ayahnya tapi dia tahu sang istri sangat menyayangi laki-laki yang menjadi penyebabnya ada di dunia ini. "Bersihkan diri dulu, biar aku temani papamu sebentar," bisik Ary pada istrinya. Cahaya menatap suaminya sejenak lalu mengangguk. "Bentar, pa. Aya mau mandi dulu," katanya yang diang

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 76

    “Apa yang akan kamu lakukan setelah tahu semua ini?” tanya Ary. Cahaya menoleh sebentar pada rumah sederhana yang baru saja dia tinggalkan, rumah yang membuat hatinya sesak sekaligus lega. “Apa lagi? Seperti katamu, membantu papaku yang sedang dibutakan oleh cinta itu untuk bisa melihat lebih jelas.” Cahaya langsung masuk ke dalam mobil dan menggunakan sabuk pengaman siap untuk kembali ke rumah. Malam memang belum terlalu tua, tapi desa kecil ini sudah dilanda kegelapan total, pohon-pohon yang besar mendominasi, rumah-rumah penduduk bahkan bisa dihitung dengan jari. Pantas saja kalau orang sulit ditemukan, desa ini seolah tak berpenghuni, hanya orang dengan nyali besar yang mau datang ke sini Jika bukan takut pada yang hidup tentu akan takut pada yang mati. Keluarganya hanya ingin hidup dengan baik dan tidak pernah mencari musuh, kenapa mereka menjadikan keluarganya sasaran yang tak berperikemanusiaan. Bukankah masih banyak orang yang memiliki banyak uang di luar sana yang bi

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status