Share

Bab 6

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-13 05:33:49

“Yakin mau kos ditempat aku?” 

“Yakinlah, kok kayaknya nggak percaya gitu.” 

“Jelas nggak percayalah, anak mama kayak kamu kok ngekos ditempat kumuh lagi.” 

Entah sial atau beruntung dalam pelariannya ini Cahaya bertemu dengan teman SMAnya dulu, atau lebih tepat disebut saingan, karena mereka dulu selalu bersaing dalam prestasi.

“Ya iyalah aku anak mama bukan anak tetangga, ngaco saja kamu. Jadi bagaimana ada nggak?” tanya  Cahaya lagi. 

Meski berniat pergi dari rumah, dia tidak ingin pergi jauh dari kota ini, apalagi dengan kondisi sang ibu yang baru saja menjalani operasi jantung. 

“Bentar aku hubungi ibu kosku aku tanyakan, memangnya kamu butuh kapan?” 

“Sekarang,” jawab cahaya tanpa ragu. “Iya aku butuh sekarang, Lis.” Apa wajahnya kurang meyakinkan kalau butuh tempat tinggal saat ini? 

“Eh? Kamu kerja dekat  kantorku?” 

“Nggak aku nggak kerja, cuma pingin kos saja nanti masalah kerja gampanglah,” jawab Cahaya sambil meringis.  

Wanita muda yang dipanggil Lis, oleh Cahaya itu hanya mengedikkan bahu lalu mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. 

“Ada satu tapi nggak ada Acnya, bagaiamana?” setelah Lis menyebutkan harga sewanya.

“Deal,” kata Cahaya tanpa berpikir. Meski tabungannya sudah terkuras dia masih punya beberapa uang simpanan dan perhiasan yang dia pakai. 

“Ok ayo ikut aku, bawa barang-barangmu.” 

Cahaya mengangkat tangan kanan yang memegang ponsel dan tangan kiri yang memegang tas kecilnya, hanya itu barang-barangnya saat ini. 

“Kamu minggat atau bagaimana sih,  gila memang,” gerutu wanita itu yang hanya ditanggapi santai oleh Cahaya. 

Boro-boro bawa barang, bisa kabur saja dia sudah sangat bersyukur. 

“Banyak yang jual pakaian, ribet amat,” sahut Cahaya sok cuek. 

“Terserahlah.” 

Kamar ini memang tidak mewah seperti kamarnya dulu, bahkan jika dibandingkan kamar belakang yang dia huni akhir-akhir ini, setidaknya sang ayah masih punya hati dengan menyediakan kamar yang besar lengkap dengan ranjang luas dan pendingin ruangan, tapi Cahaya tak akan mengeluh, dia sudah sangat bersyukur mendapat tempat bernaung untuk malam ini. 

Dia harus banyak berhemat karena dia tak punya pekerjaan sekarang, kembali pada pekerjaan lamannya sama saja dengan bunuh diri. 

Jika ibunya sudah lebih baik lagi, Cahaya akan pergi ke kota lain dan mencari pekerjaan di sana. 

Biarkan saja ayahnya menikahkan Tari dengan laki-laki itu, toh yang menghabiskan uang sang ayah juga dua orang itu. 

“Kamu mau ikut makan di luar bareng yang lain, siapa tahu bisa barengan belanja juga?” tanya Lis yang tiba-tiba saja sudah masuk ke dalam kamar Cahaya. 

Cahaya terdiam sebentar, dia memang butuh pakaian ganti dan makanan, tapi pergi bersama orang-orang itu sama juga dengan cari mati. Hari hampir malam, dia yakin sang ayah sudah tahu kalau dia sudah melarikan diri. 

“Lain kali saja, aku capek banget mau pesan makanan lewat pesan antar saja, tapi ponselku rusak boleh minta tolong pesankan, nanti aku yang bayar,” kata Cahaya sambil tersenyum manis. 

Meski dulu mereka saingan dalam bidang akademik dia tahu kalau Lis orang yang tak tegaan, sekali-kali memanfaatkan orang lain tidak masalah bukan. 

“Baiklah, tapi nanti kamu ambil sendiri di bawah aku langsung pergi soalnya.” 

“Ok siap.” 

Cahaya menghela napas lega setelah memesan semua kebutuhannya melalui ponsel kawanya itu. Untuk melarikan diri dari sang ayah dia  telah membuang simcardnya dan menjual ponselnya lalu membeli ponsel model lama yang sekedar bisa digunakan sebagai alat komunikasi. 

Dia akan bertahan demi masa depannya. 

Ternyata hidup tidak ngapa-ngapain itu lebih capek dari pada saat dia bekerja keras.  Cahaya baru merasakannya sekarang, tiga hari tanpa keluar kamar karena takut ketahuan dengan area bermain hanya sekitar kamar kosnya yang sempit membuatnya stress juga. 

Apalagi tidak ada ponsel atau televisi sebagai hiburan. 

Tapi untuk keluar juga dia masih takut, kata simbok sang ayah masih mencarinya dengan mengerahkan banyak orang, bahkan laki-laki yang akan dijodohkan dengannya  juga mengirimkan anak buahnya untuk membantu, membuat Cahaya makin tak bisa bergerak bebas. 

Sebentar lagi... dokter bilang kondisi ibunya sudah stabil pasca operasi dia hanya perlu menunggu beberapa hari lagi dan akan pergi ke kota lain untuk mencari pekerjaan. 

Cahaya kembali sibuk untuk mencari tempat yang nyaman di dalam kamar kos mungilnya ini. saat ponselnya berdering nyaring. Buru-buru wanita itu mengambilnya dan nama yang tertera di sana membuatnya menahan napas. 

itu nomer rumah sakit tempat ibunya dirawat, dan selama ini meraka tidak pernah menghubungi lebih dulu kecuali...

“Halo.” 

“Mbak Cahaya bisa ke rumah sakit sebentar kondisi ibu anda-“ 

“Baik saya segera ke sana,” potong Cahaya cepat sebelum perawat itu menyelesaikan ucapannya. 

Cahaya tak berpikir panjang yang dia tahu hanya ingin secepatnya sampai ke rumah sakit dan memastikan keadaan ibunya bahkan dia lupa kalau sedang bersembunyi saat ini. 

Begitu taksi berhenti di depan rumah sakit Cahaya langsung melompat turun dan berlari ke ruangan ibunya di rawat, tapi...

“Itu non Cahaya, tuan!” 

Cahaya langsung menghentikan larinya, di depan ruang  rawat sang ibu ada ayahnya juga beberapa orang yang memang disiapkan untuk menangkapnya. Sial dia dijebak. 

Tak punya jalan lain yang bisa dilakukan Cahaya sekarang hanya...lariiii!

Cahaya tak berani menoleh lagi saat mendengar banyak suara langkah kaki cepat di belakangnya, padatnya pengunjung rumah sakit membuat wanita muda itu kesulitan untuk menambah kecepatan larinya apalagi dia tidak mau kalau sampai ada orang sakiit yang dia tabrak. 

Cahaya membelok ke sebuah lorong yang lumayan sepi, ruangan bertuliskan kamar mayat menjadi tujuannya. 

“Itu dia! kejar!” 

Sial tak ada waktu lagi untuk bersembunyi dia harus lari lagi, bahkan sekarang lebih banyak orang yang mengejarnya. Cahaya mempercepat larinya, lalu berbelok ke sebuah gang kecil di belakang rumah sakit.

Seharusnya dia tadi bisa menduga kalau sang ayah juga ada di sini, meski kedua orang tuanya sudah bercerai pihak rumah sakit pasti belum tahu. Ah bodohnya dia!

Tiba-tiba saja Cahaya merasa tangannya ditarik seseorang dan sekuat tenaga dia mengibaskan tangan, tapi dia lupa kalau pengejarnya bukan hanya satu dua orang. 

Satu orang tak berhasil menangkapnya memang tapi yang lain langsung mengepungnya. 

“Jangan melakukan hal yang sia-sia, nona. Kami ada banyak untuk mencegah anda melarikan diri lagi.” 

Dia terkepung tak ada jalan lain, bagaimana ini?

“Ayo pulang Aya, papa tidak akan mengurungmu lagi asal kamu mau kembali ke rumah dan soal perhiasan ibumu kamu benar itu milik ibumu sudah seharusnya kita berikan padanya.” 

Cahaya tidak akan luluh meski sang ayah mengatakan kalimat itu dengan lembut dan penuh kasih seperti dulu. Ayahnya tentu tahu apa kelemahannya. Tapi sudah lama Cahaya telah melupakan kehidupan harmonisnya dulu. 

Sang ayah tidak akan berkata bergitu kalau tidak bisa menarik keuntungan darinya dan tentu saja Cahaya tak perlu mencari tahu kenapa sang ayah bisa berubah seperti ini.

Cahaya mendongak dia tak tahu kenapa air mata sialan ini malah menetes, membuat ayahnya salah paham.

“Ayah minta maaf telah menamparmu kemarin, ayo kita pulang ke rumah, jangan nangis lagi.” 

Perlahan Cahaya berjalan mendekati ayahnya dengan dada berdegup kencang, matanya sekilas melirik ke belakang tubuhnya. 

Anak buah sang ayah terlihat lega akhirnya dia luluh akibatnya kewaspadaan mereka berkurang. Ini kesempatan. Cahaya segera berlari secepat mungkin menjauhi ayahnya. 

“Aya berhenti!” tapi Cahaya malah menembah kecepatan larinya tapi sialnya sebuah tangan kembali menangkapnya dan kali ini tak tanggung-tanggung langsung memeluk tubuhnya erat. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 10

    “Kenapa papa setuju Cahaya menikah dengan Ary?” Cahaya yang akan masuk ke dalam rumah langsung menghentikan langkahnya. Itu suara Tari, dan pasti sang ayah sudah menceritakan semuanya pada istri dan anak barunya, tapi yang membuat Cahaya penasaran adalah kenapa Tari yang katanya anak rumahan yang baik hati dan  lemah lembut sampai tahu tentang laki-laki itu, sedangkan dia yang hobi nongkrong sampai malam sama sekali tidak tahu?Cahaya tadinya berharap menemui dokter Natasya supaya bisa membawa Ary ke RSJ kembali tapi kenyataan yang dia dapat malah lebih mengerikan dari pada mempunyai calon suami gila. Laki-laki itu kejam dan tanpa ampun, itulah yang dia simpulkan dari keterangan sang dokter, meski dia dua kali pertemuan mereka Ary tidak menunjukkan sikap itu, atau karena laki-laki itu cukup tertarik padanya. Pikiran terakhir itu bahkan tak membuatnya lebih baik. Cahaya tanpa sadar menggigil ketakutan dia ingat betul kondisi anak buah

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 9

    “Kamu gila Aya! Seharusnya kamu juga pasienku!” Cahaya menatap cemberut dokter cantik di depannya, biasanya dokter Natasya yang sangat lembut dan pengertian tiba-tiba membentaknya hanya karena dia tahu ada satu pasien wanita itu yang belum berhasil ditangkap. “Kok dokter malah ngebentak saya,” protesnya tak suka. Dokter Natasya memang baik padanya, Cahaya juga merasa dia banyak punya hutang budi pada wanita cantik ini, tapi dia bukan orang yang akan mau saja menerima semua perbuatan orang lain meski dia telah berjasa padanya, pengalaman hidupnya selama ini mengajarkan demikian.“Astaga!” Bukannya menjawab Cahaya dokter Natasya malah lebih terlihat bingung dan takut. “Dok ada apa sih? Kemarin kenapa dokter tidak datang ke  tempat yang aku tunjukkan,” protes Cahaya tak terima, wajah cantik gadis itu merengut membuat snag dokter menghela napas panjang dengan kepolosannya. “Kamu benar-benar tak tahu siapa dia?” tanya s

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 8

    Cahaya menatap ayahnya dan laki-laki yang dijodohkan dengannya itu bergantian. Rasa kecewa langsung menyergapnya tanpa bisa dibendung lagi. “Bagaimana ayah tega melakukan semua ini padaku, aku anak kandung ayah.” Satu hal yang selama ini dia tahu meski berusaha dia tolak. Keluarganya sudah hancur tak bersisa, harapan untuk bisa menyelamatkan sisa-sisanya musnah sudah. Tawa kebahagiaan yang dulu mewarnai kehidupan keluarga kecil mereka kini hanya tinggal kenangan yang menyakitkan. Ayah yang dia sayang bahkan rela menjualnya pada laki-laki seperti ini. Tak adakah setitik saja rasa sayang sang ayah yang tersisa untuknya? Apa semua ini akan lebih baik kalau sang ibu dalam kondisi normal dan bisa membelanya? Agung Hartawan memang masih gagah diusia yang hampir sebaya dengan ayah Cahaya, tak ada tanda-tanda tubuh yang mulai gendut atau kepala yang botak, tentu saja dengan uang sebanyak itu laki-laki

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 7

    Marah. Wanita itu langsung menginjak kaki orang yang memeluknya. “Awwh! Sial!” Cahaya langsung melotot tak percaya saat dia melihat siapa yang tadi memeluknya erat. “Kalau sampai tertangkap aku akan buat perhitungan denganmu!” gertak gadis itu sambil mengangkat dagu. Cahaya lalu mengeluarkan ponsel bututnya dan menghubungi dokter Natasya, sambil sesekali menoleh ke belakang, tapi syukurlah para pengerjarnya tadi belum kelihatan. “Dok, dokter masih mencari pasien yang waktu itu kan, dia ada di belakang rumah sakit,” Cahaya menyebutkan titik lokasi dia berada saat ini dan berharap sang dokter segera datang untuk membawa kembali pasiennya ke rumah sakit jiwa. Dia menatap laki-laki sesaat lalu membalikkan badan tapi belum juga dia melangkah pergi tangannya kembali ditarik kali ini sedikit mendorong tubuh wanita itu supaya ada di belakang tubuhnya, tubuh tinggi besar laki-laki itu membuatnya serasa ada di bawah pohon b

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 6

    “Yakin mau kos ditempat aku?” “Yakinlah, kok kayaknya nggak percaya gitu.” “Jelas nggak percayalah, anak mama kayak kamu kok ngekos ditempat kumuh lagi.” Entah sial atau beruntung dalam pelariannya ini Cahaya bertemu dengan teman SMAnya dulu, atau lebih tepat disebut saingan, karena mereka dulu selalu bersaing dalam prestasi.“Ya iyalah aku anak mama bukan anak tetangga, ngaco saja kamu. Jadi bagaimana ada nggak?” tanya Cahaya lagi. Meski berniat pergi dari rumah, dia tidak ingin pergi jauh dari kota ini, apalagi dengan kondisi sang ibu yang baru saja menjalani operasi jantung. “Bentar aku hubungi ibu kosku aku tanyakan, memangnya kamu butuh kapan?” “Sekarang,” jawab cahaya tanpa ragu. “Iya aku butuh sekarang, Lis.” Apa wajahnya kurang meyakinkan kalau butuh tempat tinggal saat ini? “Eh? Kamu kerja dekat kantorku?” “Nggak aku nggak kerja, cuma pingin kos saja nanti masalah kerja gampanglah,” jawab Cahaya sambil meringis. Wanita muda yang dipanggil Lis, oleh Cahaya itu hany

  • Dia Ayahku, yang Membuat Ibuku Gila   Bab 5

    “Ini terlalu tinggi. Sial!” Cahaya tidak ada waktu untuk belajar bela diri apalagi terbang dari lantai dua rumahnya tanpa terluka. Apalagi kamar yang dia tempati sekarang terletak di belakang dan tak memiliki balkon. Jika dia nekad keluar langsung dengan tali bisa dipastikan akan terjun bebas ke dalam kolam di bawah sana, apalagi jendela kecil itu terlalu tinggi untuknya. Andai saja dia masih ada di kamarnya yang dulu tentu akan lebih mudah. Tari sialan itu telah mengambil alih kamarnya saat datang dulu, bagaimanapun dia mengusir Tari dari kamarnya gadis itu tetap kembali ke sana apalagi saat mendapat dukungan dari ayah dan istri barunya. Sialan! Sekarang bagaimana dia harus kabur?Rasa lelah membuatnya tidur seperti orang mati dan dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Padahal dia sadar betul rumahnya telah menjadi sarang musuh. Cahaya membuka jendela kamar dan dia menggeleng karena mustahil keluar dari sana tanpa dia tercebur kolam dan membentur dasarnya. Satu-satunya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status