Tisha meraba-raba bibirnya sendiri yang di kecup sang kakak tadi pagi, masih terasa bagaimana rasanya saat Gavin mengecup bibirnya dengan lembut.
Ia menggelengkan kepalanya kuat seraya menghilangkan segala pikiran mengenai perasannya pada sang kakak."Ini tidak benar!" gumamnya."Apanya yang tidak benar cantik?" tanya Sekar heran melihat Tisha."Hah? ah tidak ada apa-apa Sekar.""Kau yakin? lalu kenapa kau geleng-geleng kepala?" Sekar masih penasaran."Itu karena kepala ku agak sedikit pusing." ucap Tisha berbohong."Astaga! kenapa tidak bilang jika kau sakit? ya sudah sini ku bantu untuk istirahat." Sekar membantu Tisha baringan di ranjangnya.Setelah Sekar keluar dari kamarnya, kembali Tisha meraba bibirnya dan tersenyum, entah kenapa ia begitu bahagia saat kakaknya bersikap manis dan lembut padanya."Apakah mungkin ini yang namanya perasaan cinta? lalu rasa cinta yang seperti apa?" batin Tisha bingung.Tak lama Tisha pun mengantuk dan tertidur, tangannya masih menempel di dadanya merasakan detak jantungnya.Tisha terbangun dari tidurnya saat merasakan guncangan di bahunya. "Tisha bangun!" suara Sekar membangunkannya."Jam berapa ini?" tanyanya."Ini sudah jam 4 sore, kau bahkan melewatkan makan siangmu, tidurmu nyenyak sekali." jelas Sekar."Maafkan aku, aku sangat mengantuk sekali Sekar." ujarnya."Ya sudah, ayo bangun!" Sekar membantu Tisha turun dari ranjang.*********Gavin yang baru pulang bekerja melihat seseorang yang sedang memperhatikan rumahnya, tak lama orang tersebut pergi.Gavin bertanya-tanya siapakah orang tersebut, perasaannya mengatakan sesuatu hal yang tidak beres.Cklek..."Assalamu'alaikum, Tisha kakak pulang!""Wa'alaikumsalam," jawab Sekar."Sekar, kok kamu belum pulang?""Iya, aku menunggumu pulang.""Benarkah? ada acara apa sampai menunggu ku pulang?" tanya Gavin heran."Tidak ada sih, aku hanya ingin makan malam bersama kalian berdua.""Uhm, dimana Tisha?""Dia ada di kamarnya.""Baiklah, aku akan menemui Tisha dulu." ucap Gavin berjalan ke arah kamar Tisha.Pintu kamar Tisha tidak tertutup sepenuhnya, Gavin mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. ia tersenyum melihat adik kesayangannya tengah duduk diam di tepi ranjang, sesekali ia melihat Tisha yang meremas tongkat yang di pegangnya.Gavin melangkah masuk dengan mengendap-endap, ia menutup pintunya dengan sangat pelan agar Tisha tak mendengarnya.Ia tatap adiknya dalam diam setelah ia berhasil masuk, semakin mendekatkan wajahnya ke wajah sang adik. sangat dekat dan perlahan bibirnya ingin mengecup namun terhenti karena suara pintu yang di buka seseorang."Kenapa lama sekali Gav? aku menunggu kalian berdua dari tadi." omel Sekar.Tisha yang mendengar nama kakaknya di sebut pun mengerutkan dahinya bingung, apa kakaknya sudah pulang? pikirnya."Kak Gavin? apa dia sudah pulang Sekar?" tanya Tisha."Tentu saja cantik, kakak mu sedari tadi sudah berada di hadapan mu.""Apa?" pekik Tisha.Ia bangkit dan mulai berjalan sambil meraba-raba, tepat saat beberapa langkah ia menyentuh tubuh kakaknya."Kakak!" serunya senang."Kaget ya, hem?" Gavin menangkup kedua pipi tirus Tisha.Ia usap dengan lembut kedua pipinya, tanpa sadar tangan Gavin juga menyentuh permukaan bibir Tisha yang merah merona, menggoda dirinya agar mengecup bibir itu dengan sensual, Gavin melirik ke arah pintu dimana Sekar masih betah menunggu sambil memperhatikan mereka berdua.Gavin melepaskan tangannya dari wajah Tisha, dan beralih menggenggam tangannya. "ayo kita makan malam sayang!" ajaknya.Mereka bertiga pun makan malam dengan hening. tidak, lebih tepatnya Sekar yang makan dengan hening, karena Gavin dan Tisha sibuk berbicara berdua, melupakan keberadaan Sekar lagi di antara mereka.Sekar kesal rasanya, kenapa mereka berdua malah terlihat serasi seperti sepasang kekasih. Gavin tidak pernah sedikit pun melirik padanya, dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahannya. Sekar hanya seperti di anggap sebagai pengasuh adiknya yang buta selama 5 tahun terakhir ini.Bunyi suara kursi yang bergeser membuat Gavin menghentikan menyuapkan makanan ke mulut Tisha. "kau sudah selesai makan Sekar?" tanya Gavin yang melihat Sekar bangkit."Sudah." jawabnya singkat."Tapi makanan mu belum habis Sekar, apa kau sedang sakit?""Sebenarnya aku memang sedikit agak kurang enak badan, tapi kau tenang saja, besok aku kesini kok.""Oh, syukurlah kalau begitu. semoga besok kau sudah lebih baikan." ucap Gavin yang di angguki Sekar."Baiklah, sebelum pulang aku akan mencuci piring kotor dulu." ucapnya mengangkat piring bekas makannya sendiri."Hei, itu tidak perlu! biar aku saja nanti yang mencucinya." kata Gavin yang merasa tak enak pada Sekar, karena sudah merepotkannya mengurus Tisha satu harian."Tapi...,""Tidak ada tapi-tapian Sekar, sekarang pulanglah dan beristirahat.""Baiklah kalau begitu, aku permisi pulang." ucapnya."Terima kasih Sekar, dan selamat malam." balas Gavin."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam," jawab Gavin dan Tisha barengan.Setelah kepergian Sekar, Gavin kembali menyuapi Tisha. "udah kak, Tisha udah kenyang." ucapnya menolak suapan kakaknya."Benarkah? tapi kau baru makan sedikit, ayo aaaa buka mulutmu!" Tisha menggeleng dengan matanya yang melihat ke arah lain."Baiklah," ucap Gavin akhirnya."Kak, aku ingin bertanya sesuatu hal padamu.""Apa itu?" tanya Gavin penasaran."Kau merasa tidak, jika selama ini sepertinya Sekar menyukai mu!""Darimana kau tau Tisha?" pekik Gavin kaget."Menurut ku saja, firasat ku mengatakan dia itu menyukai mu.""Aku rasa tidak, tebakan bisa saja salah." elak Gavin yang merasa tidak suka mendengarnya."Ya kau benar kak, tebakan bisa saja salah. tapi apa yang aku katakan ini bukan hanya sekedar tebakan, meskipun aku buta, tapi aku bisa merasakannya kak.""Benarkah?" Tisha mengangguk."Lalu tadi apa namanya? saat aku masuk ke kamarmu diam-diam kau tidak merasakan akan kehadiran ku." ucap Gavin mengingatkan kejadian tadi.Skakmat.Seketika Tisha terdiam setelah mendengar ucapan kakaknya, ah benar juga! kenapa bisa tadi ia tidak merasakan kehadiran kakaknya."Hayoo, kenapa diam hem?" goda Gavin."Tidak tau mau menjawab apa kak, kak Gavin tidak mau percaya sama Tisha." ucap Tisha cemberut.Gavin terkekeh melihat tingkah adiknya, uuuh, rasanya gemas sekali. ingin rasanya Gavin terus mencium bibir mungil merah itu yang sengaja di manyunkan adiknya, seakan mengundang dirinya untuk mengecup dan mencecap rasa manisnya.Ingatkan Gavin, jika Tisha itu adiknya!Seorang gadis tengah menatap ke arah luar jendela rumah sakit dengan senyum mengembang, setelah selesai melewati rangakaian operasi dua minggu yang lalu. kini akhirnya Tisha sudah bisa melihat kembali seperti sedia kala.Cklek..."Tisha...." suara Sekar masuk ke ruangan dan memanggil namanya."Kau ini, kenapa kau sangat suka sekali melihat dari jendela rumah sakit?" tanya Sekar menggelengkan kepalanya melihat tingkah Tisha."Karena aku suka," jawabnya membalikkannya badan menghadap Sekar."Kapan Gavin akan menjemputku?" tanyanya merengek."Aku bosan jika kau, Fikar, tante Liana, dan om Darma saja yang datang ke rumah sakit melihat ku." "Bukankah kau sudah bertemu dengan Gavin." "Hanya lewat foto mana puas, aisshh, sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan?" Tisha menaikan sebelah alisnya tanda curiga."Se__sembunyikan apa
"Tisha, aku mencintaimu.""Aku juga mencintaimu Gavin." balasan ungkapan cinta dari Tisha untuk Gavin."Mari kita mulai kehidupan yang baru, awal yang baru untuk kita. kau mau kan sayang?" tanya Gavin yang di angguki Tisha.Gavin semakin mempererat pelukannya, rasa bahagia membuncah di hatinya melihat respon sang wanita pujaan hatinya.Dua orang manusia berbeda jenis kelamin masuk, dan tersentak kaget melihat pemandangan di depannya. namun rasa bahagia tak dapat mereka pungkiri."Wowowow, apa-apaan ini." goda Fikar.Cengkeraman tangan Tisha begitu kuat di baju Gavin, Gavin terperanjat jika ketakutan Tisha memicu karena kehadiran Fikar di tengah-tengah mereka."Berhenti di situ Fikar!" titah Gavin."Ke--kenapa?" tanya Fikar heran."Tisha takut denganmu.""Apa?" Fikar lemas mendengarnya namun malah terlihat lebay.
Sekar berjalan cepat menemui Gavin dan Fikar yang sedang berada di teras rumah, Sekar sudah tak sabar ingin mengatakan kepada dua lelaki itu, jika Tisha sudah menyetujui rencana mereka."Gavin!" panggil Sekar di ambang pintu.Fikar merasa sedih karena namanya tidak di panggil oleh Sekar, tapi sekuat tenaga ia bersikap biasa saja."Ada apa Sekar? kenapa wajahmu terlihat sama bahagia sekali?" tanya Gavin penasaran dengan ekspresi wajah bahagia Sekar sekarang ini."Tentu saja aku bahagia, sebab...?" Sekar menaikkan alisnya menggoda Gavin."Sebab?" Gavin semakin penasaran dengan lanjutan kalimat Sekar."Rencana kita berhasil!""Rencana?" tanya Gavin yang masih belum mengerti arah pembicaraan Sekar."Astaga! kau masih belum mengerti juga Gavin?"Kepala Gavin menggeleng, Sekar menepuk jidatnya melihat Gavin yang bel
Sekar mematung di tempatnya saat di depannya Fikar tengah berdiri menjulang menatapnya tajam. Sekar menelan air liurnya sendiri di tatap seperti itu, Fikar melangkah mendekat ke arahnya.Satu, dua langkah perlahan Fikar semakin dekat. saat itu juga Sekar melangkah mundur hingga mentok ke dinding tembok. Sekar tak bisa mundur lagi, Fikar menyeringai senang, di himpitnya tubuh Sekar dengan tubuhnya.Dengan cool-nya Fikar menempelkan kedua telapak tangannya di tembok, sehingga posisi mereka terlihat sangat ingin dengan Fikar yang mengurung tubuh Sekar."Sudah puas bermain-mainnya?" tanya Sekar tajam.Nafas Sekar tercekat, di tundukkan kepalanya ke bawah. Fikar yang gemas pun memegang dagu Sekar, di angkatnya wajah Sekar agar mendongak ke arahnya."Aku bertanya, kenapa kau tidak menjawab. huh?" geram Fikar dengan keterdiaman Sekar, sebelah tangan Fikar yang bebas mencengkram bahu Sekar kuat.
Praaanngggg."Astaga! apalagi sekarang ini." dengan tergesa Fikar berlari masuk ke dalam rumah Gavin saat mendengar suara benda jatuh.Cklek.Fikar mematung di tempatnya saat melihat tubuh meringkuk ketakutan Tisha, wanita itu memeluk erat dirinya sendiri. Fikar melihat gelas kaca yang pecah, sedikit bisa bernafas lega karena Tisha tidak terluka."Sudah dua gelas kaca yang di pecahkannya hari ini." ucap batin Fikar.Fikar ingin sekali memeluk tubuh Tisha, memberinya ketenangan karena jujur saat ini Tisha terlihat seperti ketakutan."Kak Gavin...." panggilnya lirih menyebut nama Gavin.Fikar tertegun mendengarnya, bagaimana sekarang ini? Tisha merindukan Gavin.Tak lama tubuh Tisha terkulai lemas merosot ke lantai, Fikar panik langsung berlari ke arahnya mengangkat tubuhnya mungil Tisha. menggendong membawanya masuk ke dalam kamar.F
Fikar menggeram kesal pada sang kakak, entah sudah panggilan telepon yang ke berapa ia menghubungi Gavin. tapi pria itu tak kunjung mengangkatnya, hampir satu harian menjaga Tisha membuatnya letih. hei ayolah! Fikar juga butuh kebebasan dan bekerja, ia bukanlah seorang pengangguran bung."Siallll!" maki Fikar pada ponselnya.Saat ini ia tengah duduk di luar rumah Gavin, melihat Tisha semakin menambah pusing di kepalanya. wanita menyuruh pergi semua orang seakan-akan ia bisa sendiri melakukan banyak hal, apa dia tidak sadar dengan kondisinya sendiri.."Huffftt, Sekar." tiba-tiba saja Fikar merasa rindu dengan wanitanya.Wanita yang selama beberapa waktu ini menjungkir balikkan hidupnya, mengacak-acak pikirannya. memporak-porandakan hatinya yang selama ini hanya di isi dengan nama Tisha, tapi kali ini sudah berganti dan di isi penuh dengan namanya.Membuat perasaan bahagia membuncah di dadanya walau h
"Kau bisa membantuku?" tanya Gavin serius menatap Sekar dengan tatapan memohon."Bantu kamu untuk?""Jagain Tisha." pintanya sendu."Apa? jagain Tisha?" Gavin mengangguk."Bu--bukannya kau sudah memecat ku Gav?" tanya Sekar mengingatkan Gavin."Ini berbeda!" risau Gavin mengacak rambutnya."Setelah kau tak ada, keadaan semakin berbeda Sekar. banyak hal yang terjadi di hidup kami, semuanya semakin kacau.""Ma--maksudnya?" Sekar semakin bingung dengan ucapan Gavin."Kau tau Fikar?"Deg.Nama itu lagi, nama pria yang menjadi alasan bagi Sekar lari dan bersembunyi."Apa Fikar yang dimaksud Gavin adalah Fikar yang sama?" ucap batin Sekar bertanya-tanya.Memang Sekar tahu jika Fikar yang selama ini mendekati Tisha dan berusaha membuat wanita itu jatuh cinta adalah orang
Seorang gadis tengah berjalan menapaki jalanan yang terasa sepi, terlalu lama bersembunyi membuatnya lelah. akhirnya ia memutuskan untuk berani keluar dengan sedikit bebas, walaupun kata hati-hati itu ada.Ia harus selalu waspada akan sosok seseorang yang beberapa waktu ini menjadi alasannya untuk kabur dan bersembunyi. takut jika ia bertemu lagi dengan pria itu. ya, seorang pria yang sudah menjungkir balikkan hidup dan hatinya.Saat asyik berjalan, tak sengaja sepasang netra indah milik wanita itu melihat gestur tubuh seseorang yang sangat di kenalnya. punggung kokoh milik pria yang selama ini sangat ia cintai.Perlahan ia berjalan mendekati pria itu, kemudian menepuk bahunya dari belakang. pria itu menoleh ke belakang dan terkejut mendapati dirinya."Sekar!" pekik Gavin kaget."Ah, ternyata benar ini kamu Gav." ucap Sekar tersenyum bahagia.Gavin melihat penampilan Sekar dari atas
"Aku memang tidak akan meninggalkanmu, tapi__" Tisha menggantungkan kalimatnya, membuat rasa penasaran Gavin meningkat menunggu kelanjutan kalimatnya."Kau yang akan pergi meninggalkanku!""Tidak! tidak akan ada yang pergi saling meninggalkan di antara kita." tolak Gavin tak terima."Kau ini manusia yang sangat egois sekali!" sinis Tisha mengejek."Aku tahu kau kasihan padaku kan, sampai kau tak ingin meninggalkan ku.""Tisha apa yang kau katakan sebenarnya!" bentak Gavin merasa tak tahan lagi dengan tingkah Tisha yang seperti ini."Kalau begitu pilihlah salah satu diantara dua pilihan itu. kau atau aku yang pergi meninggalkan rumah ini?!""Tisha__""Aku tidak butuh ocehanmu, yang aku butuhkan adalah jawaban mu, Gavin. aku yang pergi atau kau yang pergi!"Tubuh Gavin jatuh luruh ke bawah, perkataan Tisha membuat seluruh