Share

Bab 2

Author: KarenW
Sudut Pandang Kellen.

Di luar, jalanan kota dipenuhi dengan keceriaan liburan. Pasangan-pasangan berpegangan tangan, anak-anak membawa permen natal, dan setiap pejalan kaki tampaknya akan pulang ke rumah.

Tapi kata 'rumah' tak lagi punya arti bagiku.

Aku terus berjalan tanpa tujuan, hanya ingin bergerak.

Entah bagaimana, pikiranku kembali ke malam itu, sebuah telepon memberi tahu tentang orang tua kami terjadi kecelakaan pesawat. Itu padahal awalnya hanya perjalanan bisnis yang biasa, tapi mereka tidak akan kembali lagi.

Aku tertidur di lantai ruang tamu dengan wajah yang dibasahi air mata. Ketika terbangun, ketiga saudara laki-lakiku sudah memelukku, seperti benteng yang melindungiku.

Anto yang berani dan lembut, memelukku dengan erat dan berbisik, “Jangan khawatir, Kellen. Kamu masih punya kita. Kamu tidak akan sendirian.”

Aku bertanya-tanya apakah Anto yang dulu bisa mengenali dirinya yang sekarang.

Saudari yang pernah dia janjikan akan lindungi selamanya? Dia telah membuangku seperti aku tidak pernah penting.

Seminggu lagi. Hanya itu waktu yang tersisa untukku.

Kemudian aku akan pergi. Aku berharap saudara-saudaraku akan senang. Lagian mereka emang tidak menginginkan aku berada di sini lagi.

Aku adalah murid yang terbaik dan jenius dalam kimia serta fisika dengan juara pertama di kelasku. Sementara teman-temanku memburu pekerjaan di perusahaan top 500, aku malah tidak perlu.

Aku kembali ke rumah.

Perusahaan Keluarga Kurniawan tidak terdaftar di majalah bisnis terkenal. Kami berurusan dengan obat-obatan-yang tidak dilengkapi dengan resep dokter.

Sementara aku? Aku adalah ahli kimia termuda di seluruh perusahaan kami. Tugasku sederhana, yaitu mengembangkan produk baru yang dapat memenuhi pasar dan menghasilkan uang.

Tapi saudara-saudaraku tidak pernah melihat betapa berharganya posisi ini. Bagi mereka, menjadi ahli kimia hanyalah peran pendukung. Kekuasaan, distribusi, pencucian uang, ketiga itulah yang benar-benar penting. Apa gunanya formula jika tidak ada yang mendistribusikan produk?

Mereka tidak pernah mengerti bahwa tanpa aku, tidak ada produk untuk dijual.

Tapi aku akan pergi, dan sisa waktu seminggu lagi untuk menyelesaikan semuanya. Itu berarti menyelesaikan pengujian produk akhir di laboratorium. Aku menyelubungi diri dalam formula, labu, bertekad untuk pergi dengan pekerjaan yang sudah selesai.

Ketika aku melepaskan sarung tangan dan keluar dari laboratorium, sudah tengah malam.

Lalu aku ingat, aku harus mengemas kamar lamaku.

Sudah bertahun-tahun aku tidak tinggal di sana, tapi aku juga tidak pernah pindah keluar secara resmi. Jadi, barang-barangku masih tertinggal di laci dan lemari.

Aku menyelinap masuk ke rumah seperti hantu dan naik tangga belakang menuju kamarku.

“Kamu lebih terlihat seperti pencuri daripada orang yang pernah tinggal di sini.” Suara Anto yang rendah dan datar terdengar dari belakangku.

Aku berbalik badan. “Maaf,” kataku. “Aku hanya ingin mengemas barang-barangku.”

Dia melipat lengan dan menatap dengan tajam, “Bukankah kamu bilang kemarin akan pergi menguji produk? Ke mana sebenarnya kamu pergi?”

“Aku…” Mataku melirik ke arah belakangnya. Siti telah keluar dari bayangan dan menatapku dengan rasa ingin tahu yang polos.

“Hanya ke laboratorium lama di Kubara,” kataku dengan pelan. “Tidak penting.”

“Bagus.” Dia mengangguk sekali. “Lakukan pekerjaanmu dengan baik.”

Dia pun berbalik pergi, tapi Siti ragu-ragu.

“Kellen.” Dia berbisik, suaranya cukup rendah sehingga hanya aku yang bisa mendengar. “Kamu akan pergi berapa lama?”

“Cukup lama.” Aku melihat wajahnya bersinar seperti aku memberinya hadiah Natal dini hari.

Tiba-tiba Anto menoleh. “Siti, dia mengganggumu lagi?”

“Tidak!” serunya dengan cepat. Lalu dia menatapku dan tersenyum manis. “Aku tidak mau Kellen pergi. Dan... aku tidak mau mengambil kamarnya. Tolong jangan pindah…”

“Jangan khawatir,” kataku dengan lembut. “Aku tidak akan memintanya kembali.”

Jason menaiki tangga, menyilangkan tangan dan menyeringai. “Wow. Sangat dramatis. Kalau kamu memang mau pergi, pergi saja. Jangan buang waktu dengan omonganmu.”

Aku tidak menjawab dan hanya berbalik dan masuk ke kamarku.

Saat aku masuk ke kamarku, kebenaran menghantamku dengan keras.

Gambaran sketsa masa kecilku masih tertempel di papan gabus. Foto keluarga yang warnanya mulai pudar masih di atas meja. Gaun merah muda ulang tahunku yang ketujuh masih tergantung dalam plastik, seperti sangat berarti.

Aku menghela napas dan mulai bekerja karena sudah tidak ada waktu untuk menangis.

Pada akhirnya, aku telah mengemas lima kotak. Setiap jejakku menghilang. Bahkan tanda-tanda pensil kecil yang diukir di dinding untuk mencatat tinggiku selama bertahun-tahun, hampir hilang semua.

Sekarang mereka akan senang karena gadis tercinta mereka akhirnya bisa pindah ke kamarku dan tidak terganggu oleh aku.

Aku menelepon Joni, pengawal pribadiku, untuk mengangkut kotak-kotak tersebut. Dia datang beberapa menit dan mengangkat kotak-kotak ke mobil.

Di luar mulai hujan lembut dan terus menerus. Sangat menyedihkan.

Jason berdiri di ambang pintu dengan tangan disilangkan dan ekspresi puas di wajahnya seperti itu tampaknya memang diciptakan untuk wajahnya. “Jangan pulang dan menangis nanti. Kami tidak akan mengembalikan kamar itu.”

“Aku tahu,” jawabku tanpa menoleh ke belakang.

Aku tidak melihat rumah itu sekali pun saat pergi. Aku tidak melihat ke arah Anto, Jason, atau Rio. Tapi aku merasakan tatapan mereka di aku.

Kegelapan berat menekan sekitarku ketika Joni Setiawan datang membopongku.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Joni dengan suara pelan.

Aku menganggukkan kepala, berusaha menahan diri. “Ya. Jangan khawatir.”

Joni melirik ke arah saudara-saudaraku, namun ekspresi mereka tidak terbaca. Kemudian berbalik kepadaku. “Ayo pergi.”

Tapi tentu saja, mereka tidak akan membiarkan aku pergi tanpa luka terakhir.

“Huh.” Rio secara santai, seolah-olah ini hanyalah percakapan hal biasa. “Jadi itu alasan kamu bergegas keluar? Ternyata sudah tidur dengan pengawalmu? Kellen, kamu sungguh mengecewakan.”

Aku membeku. “Aku tidak…” Suaraku nyaris tak bisa keluar.

Tapi Joni maju setengah langkah, berdiri di depanku seperti perisai manusia.. “Kami hanya teman, Pak Rio. Tolong hormati saudarimu dan juga hormati aku.”

Anto menyeringai dengan penuh amarah. “Apa yang kamu katakan? Kamu hanya pengawal. Kamu kira kamu layak dihormati?”

Aku menarik lengan Joni, jari-jariku menggenggam bajunya seolah memohon dia. “Jangan. Jangan berdebat dengan mereka. Tidak pantas, karena kamu hanya akan terluka.”

Joni menatapku, tatapan kasihan di matanya lebih kuat daripada penghinaan apa pun. Hal itu menusuk diriku. “Baiklah.” Dia berbisik. “Mereka sudah tidak penting lagi. Kita akan pergi…”

“Joni!” Aku berteriak dan menariknya ke arah mobil.

Tapi sudah terlambat.

Pandangan Rio menjadi tajam. “Pergi?” Dia mengulangi dengan tenang seperti biasa. “Apa yang dia maksud, pergi?”

“Tidak ada apa-apa,” kataku dengan cepat. “Dia hanya berbicara tentang liburanku. Aku membawa dia bersama.”

Pandangan Rio menusuk, seolah ada sesuatu yang ingin ia katakan. Seolah mungkin… hanya mungkin… dia ingin aku tinggal. Atau mungkin hanya khayalanku.

Bagaimanapun, mengapa dia ingin aku di sini? Mereka mungkin bahkan tak ingat aku pernah jadi bagian dari keluarga ini.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 10

    Sudut Pandang Kellen.Adam memberiku pernikahan paling mewah yang pernah kubayangkan. Acara yang terdapat pada surat kabar dan yang tak pernah terbayangkan oleh diriku yang dulu. Lalu aku hamil. Seorang anak laki-laki. Itu adalah sebuah kejutan, di usiaku, aku tak mengira itu masih mungkin. Tapi dia benar-bena ada. Lembut, indah, dengan mata Adam dan sifat tenangku. Saat dia berulang tahun yang ke-satu, Adam mengadakan pesta ulang tahun besar-besaran. Semua orang datang. Bahkan Keluarga Kurniawan. Adam mengizinkan mereka masuk. Anto tampak lebih tua sejak terakhir kulihat. Pundaknya membungkuk, dan matanya meredup. Rio datang dengan kursi roda. Jason tampak hancur, kurus dan lelah. Mereka tak berbicara denganku. Mereka hanya meninggalkan hadiah kecil di dekat meja. Kartunya bertuliskan, [Semoga kamu memiliki hidup yang paling indah, paling sempurna.] Aku tak membawanya pulang. Aku meninggalkannya di dekat tempat sampah. Karena beberapa hadiah, jika datang terlambat, b

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 9

    Sudut Pandang Kellen.Sudah sepuluh tahun sejak aku bergabung dengan Grup Wijaya.Selama itu, formula yang aku kembangkan telah membantu mereka menghasilkan keuntungan ratusan miliar. Seluruh pasar dibentuk ulang karena hasil kerja aku.Aku bukan lagi seorang ahli kimia rahasia yang bersembunyi di balik pintu laboratorium, aku menjadi aset paling berharga milik mereka.Dan aku juga pacar Adam.Dia mengatakan bahwa dia jatuh cinta padaku sejak pertama kali melihatku. Mungkin itu benar, mungkin tidak. Tapi dengan menjadi kekasihnya, aku diberikan hal-hal yang tidak pernah didapatkan oleh kebanyakan orang di organisasi ini, yaitu kebebasan dan keamanan.Berkat Adam, aku tidak perlu tinggal penuh waktu di Mankalis. Aku bisa bepergian. Sering kali, dia hanya bertanya ke mana aku ingin pergi selanjutnya, lalu membawaku ke sana.Namun karena dia, dan Grup Wijaya, kita selalu bepergian secara diam-diam. Penerbangan yang tenang dan reservasi yang tidak tercatat.Untuk perayaan sepuluh tahun aku

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 8

    Sudut Pandang Anto.Aku memejamkan mata sejenak. Saat membukanya, aku melihat Siti. Dia berdiri di gerbang depan, berlama-lama seolah menyembunyikan sesuatu. Siti. Semuanya dimulai saat aku membawanya pulang. Ancaman-ancaman datang tak lama setelah Angga meninggal. Pesan-pesan anonim. Peringatan. Tuntutan. Lindungi Siti, atau Kellen yang akan kena dampaknya. Dan sekarang aku tak bisa berhenti bertanya-tanya, bagaimana jika aku tidak membawa Siti pulang? Bagaimana jika aku tidak percaya aku bisa menangani keduanya? Melindungi Kellen, menjalankan kerajaan ini, menjaga semuanya agar tak runtuh? Akankah Kellen masih ada di sini? Siti menyelinap keluar ke dalam kegelapan, menghilang di balik pagar tanaman. Aku mengerutkan kening. Rasa curiga menyelimutiku. Jadi aku mengikuti. Tak lama kemudian, aku mendengar suara-suara pelan, penuh amarah. “Kamu tidak berhak mengancamku,” desis Siti. “Aku sudah memberimu apa yang kamu minta!” “Dan sekarang aku ingin lebih,” bentak seorang

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 7

    Sudut Pandang Anto.“Dia menawarkan diri sebagai ahli kimia mereka,” kataku, memaksa kata-kata itu keluar. “Yang termuda dalam catatan.” Rio tak berkata apa-apa. Dia juga tahu apa artinya. Jika Kellen benar-benar bergabung dengan Grup Wijaya, berarti dia hilang. Bahkan jika dia masih hidup, dia tak akan pernah bisa kembali. Pikiranku berputar-putar. Bagaimana kami membiarkan semua ini terjadi? Bagaimana gadis yang dulu kugendong di pundakku bisa menjauh begitu jauh hingga aku bahkan tak menyadari dia pergi? Dan yang lebih buruk, mengapa dia merasa harus melakukannya? Rasa sakit yang dingin dan hampa menggerogoti dadaku. Rio tiba-tiba berdiri. “Aku akan ke Mankalis.” “Apa?” “Aku akan bicara dengan Adam Wijaya. Aku tak peduli apa yang dibutuhkan. Dia adik kita.” “Aku sudah bicara dengannya,” kataku dengan suara pelan. “Hampir mustahil membawanya kembali sekarang. Dan aku takut kita akan membuat Adam marah dan dia malah akan melakukan sesuatu pada Kellen. Jadi kita harus

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 6

    Sudut Pandang Anto.Aku duduk di ruang kerjaku, telepon digenggam erat di satu tangan. Aku menatap layarnya seolah layar itu akan berkedip kembali menghadapku.Kellen masih tidak menjawab, masih langsung ke pesan suara, sekali demi sekali.Aku benci ide mempekerjakan detektif swasta untuk mencari adikku sendiri. Tapi saat ini, aku tidak punya pilihan.Aku mengembuskan napas dengan keras dan menekan layar. “Joko.”“Pak Anto.”“Aku perlu kamu mencari seseorang.”"Tentu saja. Siti?"Asumsi itu membuat sesuatu di dadaku terasa sesak. “Bukan,” kataku dengan tegas. “Adikku Kellen Kurniawan.”Seketika hening. “…Baik, tentu saja. Beri aku tiga puluh menit. Aku akan telepon kembali dengan apa yang kudapatkan.”Aku memutuskan panggilan dan menuju kamar mandi, mencoba membersihkan ketegangan dari kulitku.Kellen tidak mungkin kenapa-napa. Dia selalu kuat, pintar, dan tangguh seperti duri. Selalu gitu....Ketika Joko telepon kembali, suaranya tidak yakin seperti biasanya. “Pak Anto… Aku tahu loka

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 5

    Sudut Pandang Anto.Kita baru tiga hari di Franzia ketika Rio mulai bergumam untuk pulang.Sebenarnya, aku juga memikirkan hal yang sama.Ada yang tidak beres dengan perjalanan kali ini. Kami tertawa, minum-minum, sementara Kellen sendirian. Dia terperangkap di laboratoriumnya.Tapi Siti tidak mau pulang. Dia bilang dia ingin merayakan malam tahun baru di sini.“Aku…” Rio mulai bicara, tapi aku memotongnya.Sebagai yang tertua, kata-kataku berbobot. Bahkan Siti jarang sekali menyela ketika aku berbicara.“Siti,” kataku dengan lembut, “Aku masih ada urusan bisnis yang menunggu. Lebih baik kita pulang besok.”Wajahnya meredup. Dia tidak membantah, tetapi kekecewaan di matanya jelas terlihat. “Maaf." Aku menambahkan dan mengulurkan tangan untuk mengacak-acak rambutnya. "Kita bisa ke sini lagi kapan saja, aku janji. Selama aku tidak ada kerjaan."Tapi dia tidak tersenyum. “Kamu janji akan tinggal sampai malam tahun baru,” bisiknya.Dan dia benar, aku memang pernah berjanji. Saat itu aku b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status