Share

Bab 3

Author: KarenW
Sudut Pandang Kellen.

“Mereka akan menyesal,” kata Joni begitu kami masuk ke dalam mobil, pintu-pintu tertutup di belakang kami seperti mengakhiri semuanya. “Maaf kalau saya lancang. Tapi saya benar-benar tidak paham, saudara macam apa yang memilih orang asing ketimbang saudara kandung sendiri?”

Aku menatap jendela, melihat tetes hujan yang meluncur di atas kaca. “Mereka dulu tidak begitu,” bisikku. “Dulu mereka memperlakukanku dengan baik.”

Aku adalah anak tak terduga di usia senja orang tuaku.

Saat aku lahir, orang tuaku sangat sibuk mengurus kerajaan Kurniawan. Usia mereka sudah empat puluhan. Urusan membesarkanku, semua diserahkan sepenuhnya kepada saudara-saudaraku.

Aku ingat saat aku kena masalah di sekolah, bukan hal besar, hanya kenakalan bodoh. Kepala sekolah memanggil orang tua, tapi Anto datang sebagai gantinya. Berpakaian rapi dengan dasi sedikit miring dan bersikap dewasa secara terpaksa, dia berpura-pura menjadi ayahku.

Dia selalu melindungiku.

Sementara Jason? Dia sembrono, cerewet, tapi tulus seperti anak laki-laki pada umumnya. Suatu malam, aku bilang ingin melihat meteor. Dan pada saat tengah malam, dia membawaku keluar melalui garasi, walaupun tahu Anto pasti marah besar jika ketahuan.

Kami berbaring di rumput taman yang basah, menghitung bintang seperti tidak ada hari esok.

Saat itu, mereka adalah segalanya bagiku.

Kemudian, tepat sebelum ulang tahun ke-16ku, ayah dan ibu pergi dalam perjalanan yang seharusnya menjadi perjalanan bisnis rutin, bertemu dengan beberapa pemimpin kartel terkenal di Selatan. Tidak ada yang aneh.

Tapi pesawat mereka jatuh. Keduanya meninggal di tempat.

Anto yang membawa pulang jenazah mereka. Saat itu usianya belum genap tiga puluh tahun. Dan dalam sekejap, dia jadi pewaris tunggal kekaisaran Kurniawan.

Angga Wiardi, orang kepercayaan ayah, juga tewas dalam kecelakaan itu. Katanya, Angga memiliki seorang anak perempuan, konon seumuran dengan aku. Namanya Siti.

Jadi, saudara-saudaraku membawanya pulang dan memintaku memperlakukannya seperti saudara sendiri, seperti “keluarga”, kata mereka.

Tapi yang tidak mereka tahu, atau mungkin tidak peduli untuk mengetahuinya adalah gadis yang mereka bawa pulang itu bukanlah anak perempuan Angga.

Dia adalah keponakan Angga yang sering sakit.. Anak perempuan aslinya bernama Anita Wiardi.

Aku tahu secara tidak sengaja saat berkunjung ke rumah sakit dan melihat rekam medisnya.

Siti tahu aku sudah mengetahui kebenaran itu. Dia dan ibunya berusaha keras menghapus Anita dan menggantinya dengan Siti, tapi dengan versi yang lebih baru dan lebih baik. Sosok seorang anak yatim piatu menyedihkan yang membutuhkan perlindungan, seorang gadis yang layak dikasihani.

Aku memberitahu Anto. Memohon agar dia menyelidikinya lebih dalam.

Dia melakukannya. Dan kemudian dia pulang untuk menuduhku berbohong.

“Jangan gini, Kellen,” katanya, suaranya dingin dan lelah. “Jangan berubah menjadi gadis yang mengarang cerita karena cemburu. Aku sudah lihat berkas Siti. Dia memang anak Angga. Dan setelah apa yang dia alami, kita berutang padanya. Jika ayahnya tidak meninggal menyelamatkan ayah kita, dia masih akan memiliki keluarga sungguhan.”

Dia tidak melihat bagaimana Siti secara perlahan menyusup ke dalam kehidupan kami dengan satu demi satu tangisan palsu.

Dia cerdas. Aku harus akui itu. Cukup pintar untuk mengetahui dengan tepat bagaimana cara mengadu domba aku dengan saudara-saudaraku. Bagaimana berpura-pura tidak bersalah ketika aku memergokinya mengintip ruang kerja ayah. Aku menyuruhnya pergi untuk menghormati ruang tersebut.

Tapi tentu saja, ketika kata-kataku sampai ke saudara-saudaraku, kenyataan telah diputar-putar. Dihasut. Dan karena aku “pernah berbohong”, mudah untuk percaya aku akan berbohong lagi.

Siti telah menulis ulang ceritaku. Mengubahku menjadi anak nakal yang manja, sang ratu drama.

Dan saudara-saudaraku percaya semua kata-katanya.

Bahkan ketika dia melompat ke kolam yang dingin di tengah bulan Desember, tidak ada orang lain kecuali aku dan aku yang disalahkan.

Tampaknya aku yang mendorongnya. Karena mereka sudah percaya aku wanita yang jahat.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Joni sambil menyalakan mobil, matanya melirik ke arahku di sela-sela mengemudi.

“Aku nggak apa.” Aku menghadap ke arah jendela. Aku menyeka air mataku pelan dengan jemariku yang gemetar.

Hanya beberapa hari lagi. Dan kemudian aku akan pergi.

Jika mereka tidak bisa menghormati kebenaranku, apa gunanya untuk jujur?

Biarkan mereka mempertahankan kebohongan kecil mereka.

Aku punya kehidupan baru untuk dibangun, yang tidak membutuhkan kehadiran mereka

Aku kembali ke laboratorium Kurniawan keesokan paginya, lalu kembali bekerja.

Aku sedang menyelesaikan senyawa baru ketika aku mendengar suara-suara bergema di koridor.

Anto membawa Siti datang.

Aku pernah mengatakan kepada Anto bahwa tidak peduli seberapa dia memanjakan dia, laboratorium dilarang masuk. Tempat ini menyimpan proyek paling sensitif Keluarga Kurniawan.

Ini bukan taman bermain.

Tapi logika tidak pernah berpeluang melawan keinginan Anto untuk memanjakan dia.

“Dia tidak boleh di sini,” kataku dengan tegas, melepas kacamata pengaman saat aku melangkah keluar dari balik partisi pengujian. “Kami sedang melakukan uji coba produk.”

“Aku tahu,” jawab Anto sama sekali tidak peduli. "Dia hanya ingin melihat-lihat. Itu saja."

Aku tidak membantah, hanya meminta izin pergi ke atap untuk merokok. Kebiasaan buruk yang jarang aku lakukan.

Ketika kembali, senyawa yang aku kerjakan hilang.

Aku mencari di mana-mana. Rak atas. Laci bawah. Akhirnya menemukannya di selipan tempat sampah yang paling jauh.

Tanganku gemetar saat mengambil botol kecil itu, isinya sudah rusak.

Tidak ada CCTV karena banyak pekerjaan kami yang dirahasiakan. Tapi aku tidak butuh rekaman untuk mengetahui siapa pelakunya.

Aku bertemu Siti di ruang istirahat, dia sedang menikmati secangkir teh seperti dia memang pantas berada di sana.

“Apa kamu yang buang senyawa baru itu?” tanyaku dengan pelan.

Siti berkedip lalu tersenyum. Dan dengan cepat, bibirnya bergetar, mata berkaca-kaca.

“Tolong, Kellen… aku tidak melakukan apa-apa…”

Suaranya terdengar serak saat tepat Anto muncul, begitu melihat Siti menangis, dia melangkah dengan cepat.

“Apa yang kamu lakukan?” Dia membentakku.

“Dia membuang formula baru kita ke sampah. Sudah tidak bisa digunakan. Kita harus mulai dari awal.”

Rahangnya mengencang. “Apa kamu punya bukti?”

“Aku…”

“Kalau tidak ada, jangan perlakukannya seperti penjahat. Kamu menginterogasinya tanpa alasan.”

“Karena aku tahu.” Aku mendesis. “Meskipun aku tidak bisa membuktikannya, tapi aku tahu.”

Anto beralih ke Siti, nadanya melembut. “Apa kamu melakukannya?”

Dia terisak dan menggelengkan kepalanya. “Tidak...”

Itu sudah cukup.

Jika formula baru itu tidak dapat diselesaikan sebelum aku pergi... mungkin memang ditakdirkan begitu.

Anto menyusulku di dekat lift. Kami berjalan dalam keheningan, tapi aku merasakan matanya tertuju padaku yang selalu mengawasiku.

“Kamu aneh belakangan ini,” katanya. “Dengar, aku tahu kamu kesal. Tapi kamu tidak boleh menyerang Siti seperti itu.”

Aku berhenti dan berbalik menghadapnya.

“Kak,” kataku pelan. "Kamu tidak perlu terus mencari-cari alasan untuk Siti. Jika dia tidak melakukannya, maka baiklah, aku yang salah. Tetapi jika dia melakukannya... apa kamu sadar apa sebenarnya yang kamu lindungi?"

Aku menatapnya tanpa bergeming. "Domba-domba tak berdosa? Atau serigala berbulu domba?"

Lift berbunyi di belakangku. Sebelum dia sempat menjawab, aku melangkah masuk dan membiarkan pintu tertutup.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 10

    Sudut Pandang Kellen.Adam memberiku pernikahan paling mewah yang pernah kubayangkan. Acara yang terdapat pada surat kabar dan yang tak pernah terbayangkan oleh diriku yang dulu. Lalu aku hamil. Seorang anak laki-laki. Itu adalah sebuah kejutan, di usiaku, aku tak mengira itu masih mungkin. Tapi dia benar-bena ada. Lembut, indah, dengan mata Adam dan sifat tenangku. Saat dia berulang tahun yang ke-satu, Adam mengadakan pesta ulang tahun besar-besaran. Semua orang datang. Bahkan Keluarga Kurniawan. Adam mengizinkan mereka masuk. Anto tampak lebih tua sejak terakhir kulihat. Pundaknya membungkuk, dan matanya meredup. Rio datang dengan kursi roda. Jason tampak hancur, kurus dan lelah. Mereka tak berbicara denganku. Mereka hanya meninggalkan hadiah kecil di dekat meja. Kartunya bertuliskan, [Semoga kamu memiliki hidup yang paling indah, paling sempurna.] Aku tak membawanya pulang. Aku meninggalkannya di dekat tempat sampah. Karena beberapa hadiah, jika datang terlambat, b

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 9

    Sudut Pandang Kellen.Sudah sepuluh tahun sejak aku bergabung dengan Grup Wijaya.Selama itu, formula yang aku kembangkan telah membantu mereka menghasilkan keuntungan ratusan miliar. Seluruh pasar dibentuk ulang karena hasil kerja aku.Aku bukan lagi seorang ahli kimia rahasia yang bersembunyi di balik pintu laboratorium, aku menjadi aset paling berharga milik mereka.Dan aku juga pacar Adam.Dia mengatakan bahwa dia jatuh cinta padaku sejak pertama kali melihatku. Mungkin itu benar, mungkin tidak. Tapi dengan menjadi kekasihnya, aku diberikan hal-hal yang tidak pernah didapatkan oleh kebanyakan orang di organisasi ini, yaitu kebebasan dan keamanan.Berkat Adam, aku tidak perlu tinggal penuh waktu di Mankalis. Aku bisa bepergian. Sering kali, dia hanya bertanya ke mana aku ingin pergi selanjutnya, lalu membawaku ke sana.Namun karena dia, dan Grup Wijaya, kita selalu bepergian secara diam-diam. Penerbangan yang tenang dan reservasi yang tidak tercatat.Untuk perayaan sepuluh tahun aku

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 8

    Sudut Pandang Anto.Aku memejamkan mata sejenak. Saat membukanya, aku melihat Siti. Dia berdiri di gerbang depan, berlama-lama seolah menyembunyikan sesuatu. Siti. Semuanya dimulai saat aku membawanya pulang. Ancaman-ancaman datang tak lama setelah Angga meninggal. Pesan-pesan anonim. Peringatan. Tuntutan. Lindungi Siti, atau Kellen yang akan kena dampaknya. Dan sekarang aku tak bisa berhenti bertanya-tanya, bagaimana jika aku tidak membawa Siti pulang? Bagaimana jika aku tidak percaya aku bisa menangani keduanya? Melindungi Kellen, menjalankan kerajaan ini, menjaga semuanya agar tak runtuh? Akankah Kellen masih ada di sini? Siti menyelinap keluar ke dalam kegelapan, menghilang di balik pagar tanaman. Aku mengerutkan kening. Rasa curiga menyelimutiku. Jadi aku mengikuti. Tak lama kemudian, aku mendengar suara-suara pelan, penuh amarah. “Kamu tidak berhak mengancamku,” desis Siti. “Aku sudah memberimu apa yang kamu minta!” “Dan sekarang aku ingin lebih,” bentak seorang

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 7

    Sudut Pandang Anto.“Dia menawarkan diri sebagai ahli kimia mereka,” kataku, memaksa kata-kata itu keluar. “Yang termuda dalam catatan.” Rio tak berkata apa-apa. Dia juga tahu apa artinya. Jika Kellen benar-benar bergabung dengan Grup Wijaya, berarti dia hilang. Bahkan jika dia masih hidup, dia tak akan pernah bisa kembali. Pikiranku berputar-putar. Bagaimana kami membiarkan semua ini terjadi? Bagaimana gadis yang dulu kugendong di pundakku bisa menjauh begitu jauh hingga aku bahkan tak menyadari dia pergi? Dan yang lebih buruk, mengapa dia merasa harus melakukannya? Rasa sakit yang dingin dan hampa menggerogoti dadaku. Rio tiba-tiba berdiri. “Aku akan ke Mankalis.” “Apa?” “Aku akan bicara dengan Adam Wijaya. Aku tak peduli apa yang dibutuhkan. Dia adik kita.” “Aku sudah bicara dengannya,” kataku dengan suara pelan. “Hampir mustahil membawanya kembali sekarang. Dan aku takut kita akan membuat Adam marah dan dia malah akan melakukan sesuatu pada Kellen. Jadi kita harus

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 6

    Sudut Pandang Anto.Aku duduk di ruang kerjaku, telepon digenggam erat di satu tangan. Aku menatap layarnya seolah layar itu akan berkedip kembali menghadapku.Kellen masih tidak menjawab, masih langsung ke pesan suara, sekali demi sekali.Aku benci ide mempekerjakan detektif swasta untuk mencari adikku sendiri. Tapi saat ini, aku tidak punya pilihan.Aku mengembuskan napas dengan keras dan menekan layar. “Joko.”“Pak Anto.”“Aku perlu kamu mencari seseorang.”"Tentu saja. Siti?"Asumsi itu membuat sesuatu di dadaku terasa sesak. “Bukan,” kataku dengan tegas. “Adikku Kellen Kurniawan.”Seketika hening. “…Baik, tentu saja. Beri aku tiga puluh menit. Aku akan telepon kembali dengan apa yang kudapatkan.”Aku memutuskan panggilan dan menuju kamar mandi, mencoba membersihkan ketegangan dari kulitku.Kellen tidak mungkin kenapa-napa. Dia selalu kuat, pintar, dan tangguh seperti duri. Selalu gitu....Ketika Joko telepon kembali, suaranya tidak yakin seperti biasanya. “Pak Anto… Aku tahu loka

  • Dia yang Dibawa Pulang, Aku yang Dilupakan   Bab 5

    Sudut Pandang Anto.Kita baru tiga hari di Franzia ketika Rio mulai bergumam untuk pulang.Sebenarnya, aku juga memikirkan hal yang sama.Ada yang tidak beres dengan perjalanan kali ini. Kami tertawa, minum-minum, sementara Kellen sendirian. Dia terperangkap di laboratoriumnya.Tapi Siti tidak mau pulang. Dia bilang dia ingin merayakan malam tahun baru di sini.“Aku…” Rio mulai bicara, tapi aku memotongnya.Sebagai yang tertua, kata-kataku berbobot. Bahkan Siti jarang sekali menyela ketika aku berbicara.“Siti,” kataku dengan lembut, “Aku masih ada urusan bisnis yang menunggu. Lebih baik kita pulang besok.”Wajahnya meredup. Dia tidak membantah, tetapi kekecewaan di matanya jelas terlihat. “Maaf." Aku menambahkan dan mengulurkan tangan untuk mengacak-acak rambutnya. "Kita bisa ke sini lagi kapan saja, aku janji. Selama aku tidak ada kerjaan."Tapi dia tidak tersenyum. “Kamu janji akan tinggal sampai malam tahun baru,” bisiknya.Dan dia benar, aku memang pernah berjanji. Saat itu aku b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status