PrologSetiap orang punya pilihan masing-masing dalam hidup. Apalagi dalam memilih pendamping hidup, berumah tangga. Seperti aku yang memilih menjadi madu sahabatku sendiri.Dulu kami berbagi segalanya dari makanan sampai baju, bahkan tempat tidur. Lalu, sekarang aku pun berbagi tidur dengan suamimu. "Aku baik bukan?"Kamu pernah bilang "Kita harus selalu bersama." Kini, perkataanmu jadi kenyataan. Aku menemani dalam duka dan sukamu.Kamu juga bilang bahwa aku harus selalu bahagia, agar tak ada yang merasa sedih diantara kita. Sekarang aku bahagia sejak masuk dalam rumahmu,Kehidupan pilu telah aku lepas selamanya sejak kamu datang membantuku dalam setiap proses. Lalu membawaku masuk ke dalam hidup yang harusnya hanya ada keluargamu, kini aku masuk di dalamnya.Saat ini aku bahagia jadi madumu, aku benar-benar diperlakukan seperti adik olehmu. Akan tetapi, kamu belum tau aku juga diperlakukan sebagai istri ole
Bab 1"Saya terima nikahnya Mega binti Bapak Subarjo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai""Bagaimana saksi"Sah... Riuh para saksi pernikahan kami. Kami menikah secara siri jadi hanya beberapa orang saja datang menghadiri acara sakral ini.Meski tidak megah, tidak ada pesta. Aku bahagia. Setidaknya kami sudah sah daripada terus jatuh dalam kubangan dosa.Sebenarnya Suamiku memiliki istri bernama Tia, dia adalah sahabatku. Sedangkan Aku baru saja bercerai. Tialah yang membantuku proses perceraian, tetapi tidak dengan proses pernikahan ini. Tia tidak tahu suaminya menikahiku.Malam yang dinanti pun telah tiba. Malam pertama sepasang pengantin yang romantis. Biarpun sering melakukan, malam ini terasa lebih indah."Sayang," Mas Indra, memandangku penuh nafsu. Tenggorokannya terlihat naik turun menelan saliva. Lelaki manapun tak tahan melihatku, berdiri dihadapannya memakai lingerie."Kamu memang ta
Bab 2 Aku bingung harus jawab apa. Kenapa bisa Tia, yang menjawab. Ke mana Mas Indra? Lebih baik aku matikan saja, anggap saja aku tak menelepon Mas Indra. Akhirnya aku pulang naik taxi. Sebelum masuk rumah, aku menghembuskan nafas. Kakiku terus berjalan, tapi hati dan pikiranku menolak. Ingin segera pindah. Beginikah rasanya serumah dengan madu! "Assalamua'laikum," Aku memgucapkan salam sembari mengetuk pintu. "Waalaikum salam," Terdengar sahutan Tia dari dalam. "Meg, kamu jalan kaki, harusnya telpon aku biar aku jemput," ucap Tia penuh khawatiran. "Enggak kok, Tia, aku naik taxi tadi. Baru pergi tu, taxinya," ucapku menunjuk jalan Aku mandi, kemudian merebahkan diri di kasur. Ingin ikut makan malam, tapi malas karena udah makan tadi di restoran. "Mega, ayo kita makan sama-sama," jeritan Tia terdengar. Aku tidak ingin beranjak menyaksikan mereka makan berdua tapi, Tia begitu baik membuatku t
Bab 3"Mas Indra!" suara Tia, terdengar makin kuat. Aku yakin pasti Tia, sedang mencari keseluruh ruangan. Aku langsung menyuruh Mas Indra lewat jendela. Kebetulan sekali kamarku jendelanya langsung kearah belakang. Mas Indra bisa langsung bersembuyi di dapur."Ada apa sih, Tia? Pagi-pagi udah kaya sempritan aja. Kenceng bener" cecarku sok asyik."Tumben udah bangun kamu, Meg. Biasanya masih molor." ledeknya, sepertinya Tia tak menaruh curiga. 'Selamet-Selamet'."Kamu lihat Mas Indra, enggak, Meg" tanya Tia."Lah, mana aku tau. Dia kan suamimu" ucapku sok cool."Yeh, orang aku cuma tanya. Kok, gitu sih" Tia nampak kesal."He-he-he. Aku enggak liat, Tia" ucapku cengengesan. Aku tidak ingin kelihatan gugup agar Tia tidak curiga."Hai, Dek" sapa Mas Indra, muncul membawa cangkir."Mas Indra, kamu habis ngapain" Tanya Tia,"Bikin susu buat kamu. Boleh,
Bab 4Aku hanya kekasih yang disimpan. dikeluarkan jika perlu, disembuyikan bila tak dibutuhkan. Lantas, sekarang aku cemburu menyaksikan dua insan saling bahagia, meski ku tahu Mas Indra melakukan itu agar Tia tak curiga. Aku tahu cincin berlian yang indah itu di peruntukan aku.Mereka berpelukan dalam bahagia. Tia terlihat begitu mencintai Mas Indra. Sedangkan tatapan Mas Indra terus mencuri pandang terhadapku."Kamu bener-bener romantis banget, Mas." ucap Tia. Terlihat begitu bahagia memandang terus cincin yang diberikan suaminya."Aku jadi iri deh, sama kalian" Aku berusaha tersenyum meski sebenarnya kesal."Aku yakin kamu bakal nemu pasangan seperti Mas Indra. Kamu yakin aja, ya" timpal Tia dia terlihat bahagia, aku iri padanya yang bisa bahagia sesimpel itu."Mega, kamu sendirian aja disini" Mas Indra bertanya seolah kita tak bertemu. Ada yang mengganjal melihat perlakuan Mas Indra. Ah, sepertinya aku telah dirudung asmara.
Bab 5Aku keluar dari kamar. Ada rasa gemetaran dalam hati, namun saat keluar yang ku lihat Mas Indra sedang menyantap pizza.Oh, rupanya hanya kurir. Hampir membuat jantungku copot saja, dan Mas Indra. Kelaparan ia kah? sampai disaat seperti ini sanggup makan.Akupun ikut makan bersama Mas Indra, dengan duduk dipangkuannya. Aku bisa romantis bukan, makanpun penuh dengan kemanjaan. Kapan lagi? Kalau tidak sekarang. Beginilah nasib menjadi Istri kedua, diutamakan tapi nunggu giliran.------------------Aku dan Mas indra menikmati angin pantai Bali, hari-hariku terasa indah, bila boleh diminta aku ingin lebih lama lagi, tetapi tuntutan pekerjaan Mas Indra tak bisa lama.Ting... Sebuah pesan masuk[ Mega, kamu dimana? Katanya kamu cuti. Dikontrakan enggak ada. Kamu pulang kampung kah? ]Pesan dari Tia berurutan disertai puluhan panggilan telepon.'Tia, Tia. Tak bisakah kamu tak mengangguku saat ini. Aku ingin bersama Mas
Bab 6Meski kami kembali berbaikan, aku dan Mas Indra sepakat tak bertemu beberapa minggu. Kami takut Remon memata-matai kami. Sekaligus sebagai pelajaran supaya lebih berhati-hati lagi.Sampai suatu hari aku mendapat panggilan telfon misterius, setiap hari mengirim pesan. Mas Indra menyuruhku memblokir nomer tersebut, tetapi nomer tersebut mengirim sebuah foto, bahkan foto kami di Bali. Lalu sebuah pesan ancaman bermunculan.[ Temui aku, lok. Gedung Jaya xxx no.1xxx ]Aku tak pernah membalasnya, namun kali ini terpaksa aku membalas. Siapa dia? Apakah Remon?[ Siapa kamu? ][ Aku pelacur! ] jawaban pesan ini membuat otakku mendidih. Aku langsung pencet tombol call, tapi herannya peneror tak mengangkat.[ Angkat telfonmu pecundang! ] pesan makian pun terkirim.[ Datang ke sini atau ku kirim foto ini ke madumu ]Aku tak membalasnya, aku langsung menghubungi Mas Indra. Aku hampir stres diteror terus menerus.
Bab7Remon kebingungan, melihat aku menembak Mas Indra. Lalu, suara sirine polisi terdengar nyaring."Kurang ajar!" maki Remon, terjawab sudah kebingungannya."Sialan!" Remon menamparku lalu, merebut pistol dari tanganku."Daripada aku di tangkap polisi Karena dijebak. Aku lebih memilih pembunuhan" Remon menodongkan pistol ke arah kami.Remon menarik pelatuk pistol, tapi sangat di sayangkan pelurunya kosong. Aku sudah hapal akal bulus Remon. Sengaja aku mengosongkannya.Pucuk dicinta ulampun tiba, momen Remon seperti seorang penjahat disitu polisi datang."Jangan bergerak! Angkat tangan!" seru seorang polisi. Akhirnya Remon hanya bisa pasrah. Dia tak bisa menyangkal tuduhan. Polisi melihat sendiri adegannya. Aku ditodong pistol, Mas Indra tertembak serta tas berisi uang ada di tangan Remon.----------"Ini Rencana kamu, Meg?" Mas Indra bertanya melalui bisikan telinga"Kamu gila! Kamu mau membunuhku!"