:) Nungguin kisahnya Hazel gak? Aku juga lagi nungguin wkwk Moga aja cepet di ACC, jadi senin udah ada :)
Beberapa bulan telah berlalu, dan penantian menuju kelahiran buah hati mereka kini tinggal menunggu waktu. Perut Luna telah membesar, membuat langkahnya terasa berat dan cepat melelahkan. Setiap hari kini menjadi perjuangan tersendiri, tidak hanya bagi Luna, tetapi juga bagi Jacob yang hanya bisa menyaksikan dan mencoba membantu sebisa mungkin.Di sisi lain, Jacob tengah menjalani perjuangannya sendiri. Selama tiga bulan terakhir, ia konsisten menjalani terapi berjalan, meski setiap langkah terasa seperti mendaki gunung curam. Tapi ia tak menyerah. Ia tahu, jika terus terkurung di kursi roda, ia akan kehilangan banyak momen berharga, terutama saat anak-anak mereka datang ke dunia.Ia tak ingin hanya menjadi penonton dalam kehidupan keluarga kecilnya nanti.“Aku harus bisa berjalan sebelum anak-anakku lahir,” batinnya, penuh tekad. Setiap terapi terasa menyakitkan, namun ia tetap bertahan. Ia percaya, rasa sakit ini tidak sebanding dengan kebahagiaan yang menantinya.“Perkembangan Anda
Segala persiapan renovasi hampir rampung. Tiga orang pekerja yang dikirim Jacob mulai sibuk sejak hari pertama menginjakkan kaki di pulau itu. Debu beterbangan, suara alat pertukangan terdengar nyaring memecah keheningan pulau, dan satu per satu bagian rumah tersebut mulai berubah sesuai instruksi khusus dari Jacob.Dari kejauhan, Maci berdiri di ambang pintu dapur sambil menyeka tangannya dengan celemek. Matanya tak lepas memperhatikan proses itu dengan campuran rasa cemas dan haru. Hatinya penuh harapan, bukan hanya soal rumah yang direnovasi, tapi tentang kedatangan kembali dua sosok yang sangat ia rindukan, Jacob dan Luna."Akhirnya aku akan melihat Luna dengan kebahagiaan barunya, aku sudah menantikan ini sejak lama. Takdir memang tak bisa ditebak, siapa yang mengira kalau gadis kecil terlantar yang aku temukan dulu, kini telah menjadi istri pewaris tunggal keluarga Lawson." batin Maci turut senang, menatap kosong ke arah bangunan yang terus dikerjakan.Satu ruangan terlihat berbe
Henry dan Riley, itulah nama yang Jacob berikan untuk kedua anaknya. Nama yang sudah ia dan Luna sepakati sebelum kedua bayi itu lahir, mereka lahir dengan kondisi yang diharapkan, sehat dan juga menggemaskan.Setelah satu jam tertidur karena kelelahan, Luna kembali bangun. Hal pertama yang ia lihat adalah Jacob yang memberikan susu untuk bayi mereka, melihat Luna yang sudah sadar, Jacob menoleh sambil tersenyum."Kau butuh sesuatu?" tanyanya perhatian.Luna menggeleng, tak berselang lama, pintu terbuka, Hazel datang membawa buket bunga serta dua balon untuk menyambut kedua keponakan barunya."Apa teman kecilku sudah lahir?" tanya Hazel, tapi belum sempat pertanyaannya dijawab, pandangannya langsung tertuju pada dua boks bayi di sebelah Jacob.Hazel membuka bibirnya kagum, buru-buru ia meletakkan balon bawaannya dan juga buket bunga ke meja sebelum menghampiri dua bayi mungil itu."Astaga, astaga, mereka menggemaskan sekali." serunya, saat tangannya terulur untuk menyentuh wajah bayi
Tiga minggu berlalu.Menjadi orang tua baru, tentu menjadi tantangan tersendiri untuk Jacob dan Luna. Apalagi anak mereka kembar, itu cukup menguji mereka menjadi sosok orang tua baru yang berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya.Sementara ini, Jacob dan Luna juga sempat membutuhkan bantuan dari baby sitter, mereka belum tau banyak bagaimana cara merawat bayi secara langsung, sampai akhirnya Jacob dan Luna bisa mengerjakan tugas bagaimana merawat bayi dengan baik.Hari demi hari berlalu, masa-masa indah merawat para bayi adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Luna menikmati momen bagaimana ia menjaga bayinya serta dimanjakan oleh suaminya, bahkan saat tengah malam ketika bayinya terbangun, Jacob lah yang paling cekatan melakukan tugas memeriksa kondisi bayi mereka."Kau terbangun karena tangisan Henry?" tanya Jacob yang sudah menggendong putranya.Perlahan Luna beranjak duduk, bersandar sambil melihat betapa telaten Jacob menggantikan popok anaknya. Dia benar-benar sudah siap me
Tidak ada yang bisa menghentikan kepergian Jacob dan Luna, keputusan mereka sudah final dan tak bisa ditarik kembali. Setelah menunggu hingga usia bayi mereka empat bulan, kini waktunya untuk menuju ke tempat tinggal yang baru.Di atas sebuah helipad gedung apartemen Jacob, helikopter sudah siap mengantar mereka. Disisi lain, Hazel masih menggendong Riley dalam dekapannya, bayi itu menggunakan pelindung telinga untuk mengantisipasi gangguan mesin helikopter pada pendengarannya."Sayang sekali kita harus berpisah sampai disini, tunggu aku untuk menjenguk kalian ya." ucap Hazel tak tega, ia mendaratkan kecupan manis di pipi Riley sebelum menyerahkan bayi itu pada Jacob.Sementara bayi satunya, ada di gendongan Nico. Lelaki itu jug tampak enggan melepaskan Henry dari pelukannya saat Luna akan mengambilnya, bahkan Nico mundur selangkah dengan kepala menggeleng pelan, Luna menatap Nico dengan senyum tipis agar adiknya itu segera menyerahkan Henry padanya."Luna, tinggal saja disini okay? Ta
Pulau itu adalah tempat dimana Jacob dan Luna pertama kali bertemu, selain itu, pulau tersebut juga adalah tempat ternyaman bagi Luna. Ia masih tidak menyangka bahwa Jacob mengajaknya menetap di pulau tersebut, itu keputusan yang cukup mengejutkan.Pagi ini, udara terlihat sangat menyejukkan mata. Selesai melakukan tugasnya sebagai seorang ibu untuk menyusui kedua anaknya, Luna pun memilih jalan-jalan di sekitar pulau yang sudah sekitar satu tahun ia tinggalkan.Sementara kedua bayinya, mereka dijaga dengan baik oleh Maci. "Aku penasaran bagaimana bisa kedua orang tuamu mengetahui pulau ini dan menjadikannya milik mereka," ucap Luna pada Jacob yang berjalan di sebelahnya.Jacob mengedarkan pandangan pada lautan lepas yang ada di hadapannya, kemudian menghembuskan nafas panjang. "Bukan kedua orang tuaku yang mendapatkan pulau ini, aku sempat mendengar bahwa pulau ini ditemukan oleh seorang nelayan yang tersesat, lalu mendiang nenek membelinya.""Nenek?" tanya Luna.Jacob mengangguk, "P
Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya."Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar.
Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca."Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya.""Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan,
Pulau itu adalah tempat dimana Jacob dan Luna pertama kali bertemu, selain itu, pulau tersebut juga adalah tempat ternyaman bagi Luna. Ia masih tidak menyangka bahwa Jacob mengajaknya menetap di pulau tersebut, itu keputusan yang cukup mengejutkan.Pagi ini, udara terlihat sangat menyejukkan mata. Selesai melakukan tugasnya sebagai seorang ibu untuk menyusui kedua anaknya, Luna pun memilih jalan-jalan di sekitar pulau yang sudah sekitar satu tahun ia tinggalkan.Sementara kedua bayinya, mereka dijaga dengan baik oleh Maci. "Aku penasaran bagaimana bisa kedua orang tuamu mengetahui pulau ini dan menjadikannya milik mereka," ucap Luna pada Jacob yang berjalan di sebelahnya.Jacob mengedarkan pandangan pada lautan lepas yang ada di hadapannya, kemudian menghembuskan nafas panjang. "Bukan kedua orang tuaku yang mendapatkan pulau ini, aku sempat mendengar bahwa pulau ini ditemukan oleh seorang nelayan yang tersesat, lalu mendiang nenek membelinya.""Nenek?" tanya Luna.Jacob mengangguk, "P
Tidak ada yang bisa menghentikan kepergian Jacob dan Luna, keputusan mereka sudah final dan tak bisa ditarik kembali. Setelah menunggu hingga usia bayi mereka empat bulan, kini waktunya untuk menuju ke tempat tinggal yang baru.Di atas sebuah helipad gedung apartemen Jacob, helikopter sudah siap mengantar mereka. Disisi lain, Hazel masih menggendong Riley dalam dekapannya, bayi itu menggunakan pelindung telinga untuk mengantisipasi gangguan mesin helikopter pada pendengarannya."Sayang sekali kita harus berpisah sampai disini, tunggu aku untuk menjenguk kalian ya." ucap Hazel tak tega, ia mendaratkan kecupan manis di pipi Riley sebelum menyerahkan bayi itu pada Jacob.Sementara bayi satunya, ada di gendongan Nico. Lelaki itu jug tampak enggan melepaskan Henry dari pelukannya saat Luna akan mengambilnya, bahkan Nico mundur selangkah dengan kepala menggeleng pelan, Luna menatap Nico dengan senyum tipis agar adiknya itu segera menyerahkan Henry padanya."Luna, tinggal saja disini okay? Ta
Tiga minggu berlalu.Menjadi orang tua baru, tentu menjadi tantangan tersendiri untuk Jacob dan Luna. Apalagi anak mereka kembar, itu cukup menguji mereka menjadi sosok orang tua baru yang berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya.Sementara ini, Jacob dan Luna juga sempat membutuhkan bantuan dari baby sitter, mereka belum tau banyak bagaimana cara merawat bayi secara langsung, sampai akhirnya Jacob dan Luna bisa mengerjakan tugas bagaimana merawat bayi dengan baik.Hari demi hari berlalu, masa-masa indah merawat para bayi adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Luna menikmati momen bagaimana ia menjaga bayinya serta dimanjakan oleh suaminya, bahkan saat tengah malam ketika bayinya terbangun, Jacob lah yang paling cekatan melakukan tugas memeriksa kondisi bayi mereka."Kau terbangun karena tangisan Henry?" tanya Jacob yang sudah menggendong putranya.Perlahan Luna beranjak duduk, bersandar sambil melihat betapa telaten Jacob menggantikan popok anaknya. Dia benar-benar sudah siap me
Henry dan Riley, itulah nama yang Jacob berikan untuk kedua anaknya. Nama yang sudah ia dan Luna sepakati sebelum kedua bayi itu lahir, mereka lahir dengan kondisi yang diharapkan, sehat dan juga menggemaskan.Setelah satu jam tertidur karena kelelahan, Luna kembali bangun. Hal pertama yang ia lihat adalah Jacob yang memberikan susu untuk bayi mereka, melihat Luna yang sudah sadar, Jacob menoleh sambil tersenyum."Kau butuh sesuatu?" tanyanya perhatian.Luna menggeleng, tak berselang lama, pintu terbuka, Hazel datang membawa buket bunga serta dua balon untuk menyambut kedua keponakan barunya."Apa teman kecilku sudah lahir?" tanya Hazel, tapi belum sempat pertanyaannya dijawab, pandangannya langsung tertuju pada dua boks bayi di sebelah Jacob.Hazel membuka bibirnya kagum, buru-buru ia meletakkan balon bawaannya dan juga buket bunga ke meja sebelum menghampiri dua bayi mungil itu."Astaga, astaga, mereka menggemaskan sekali." serunya, saat tangannya terulur untuk menyentuh wajah bayi
Segala persiapan renovasi hampir rampung. Tiga orang pekerja yang dikirim Jacob mulai sibuk sejak hari pertama menginjakkan kaki di pulau itu. Debu beterbangan, suara alat pertukangan terdengar nyaring memecah keheningan pulau, dan satu per satu bagian rumah tersebut mulai berubah sesuai instruksi khusus dari Jacob.Dari kejauhan, Maci berdiri di ambang pintu dapur sambil menyeka tangannya dengan celemek. Matanya tak lepas memperhatikan proses itu dengan campuran rasa cemas dan haru. Hatinya penuh harapan, bukan hanya soal rumah yang direnovasi, tapi tentang kedatangan kembali dua sosok yang sangat ia rindukan, Jacob dan Luna."Akhirnya aku akan melihat Luna dengan kebahagiaan barunya, aku sudah menantikan ini sejak lama. Takdir memang tak bisa ditebak, siapa yang mengira kalau gadis kecil terlantar yang aku temukan dulu, kini telah menjadi istri pewaris tunggal keluarga Lawson." batin Maci turut senang, menatap kosong ke arah bangunan yang terus dikerjakan.Satu ruangan terlihat berbe
Beberapa bulan telah berlalu, dan penantian menuju kelahiran buah hati mereka kini tinggal menunggu waktu. Perut Luna telah membesar, membuat langkahnya terasa berat dan cepat melelahkan. Setiap hari kini menjadi perjuangan tersendiri, tidak hanya bagi Luna, tetapi juga bagi Jacob yang hanya bisa menyaksikan dan mencoba membantu sebisa mungkin.Di sisi lain, Jacob tengah menjalani perjuangannya sendiri. Selama tiga bulan terakhir, ia konsisten menjalani terapi berjalan, meski setiap langkah terasa seperti mendaki gunung curam. Tapi ia tak menyerah. Ia tahu, jika terus terkurung di kursi roda, ia akan kehilangan banyak momen berharga, terutama saat anak-anak mereka datang ke dunia.Ia tak ingin hanya menjadi penonton dalam kehidupan keluarga kecilnya nanti.“Aku harus bisa berjalan sebelum anak-anakku lahir,” batinnya, penuh tekad. Setiap terapi terasa menyakitkan, namun ia tetap bertahan. Ia percaya, rasa sakit ini tidak sebanding dengan kebahagiaan yang menantinya.“Perkembangan Anda
Pesta telah usai, kemeriahan di kediaman Jacob akhirnya kembali sepi. Hanya menyisakan Hazel dan Nico yang belum pergi, mereka sibuk membantu Luna hingga hari mulai gelap. Ketika ada kesempatan, Hazel menghampiri Jacob."Bagaimana kondisimu?" tanyanya."Masih tidak ada bedanya, aku belum bisa menggunakan kedua kakiku sebagaimana mestinya." jawab Jacob.Hazel duduk di sofa sambil menghela nafas panjang sementara Nico terlihat masih sibuk di halaman belakang, entah melakukan apa."Kau perlu melakukan terapi, kondisimu tidak bisa terus seperti ini." ucap Hazel.Jacob mengangguk setuju, tapi ia juga tidak bisa memaksakan diri untuk bisa berjalan. Kedua kakinya bukan sakit karena terkilir, melainkan karena keretakan tulang, dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk pulih, kemungkinan satu tahun. Tapi waktu satu tahun adalah waktu yang lama, itu membuatnya tak sabar.Jacob menyandarkan bahunya, "Aku berencana mempercayakan perusahaan pada seseorang," ucapnya tiba-tiba yang berhasil
Hari yang dinantikan itu akhirnya tiba, hari pernikahan yang telah lama mereka perjuangkan. Halaman belakang rumah Jacob kini telah berubah menjadi taman kecil penuh kehangatan. Rangkaian bunga putih dan emas menjuntai indah di setiap sudut, kursi-kursi tamu tersusun rapi, dan langit biru seolah memberkati segala hal yang akan terjadi hari ini.Tak ada keramaian mewah, tak ada kilatan media. Hanya keluarga, orang-orang yang ikut meramaikan pesta pernikahan sederhana tersebut. Sebuah pesta kecil yang hangat, seperti yang Jacob dan Luna impikan.Jacob duduk di kursi rodanya, mengenakan tuksedo hitam yang disesuaikan dengan elegan. Tatapannya sesekali melayang ke arah pintu rumah yang masih tertutup rapat. Di balik pintu itu, mungkin saja Luna tengah bersiap. Dan sebentar lagi, pintu itu akan terbuka… membiarkannya melihat sosok perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.Jantung Jacob berdebar tak karuan. Ia bukan pria yang mudah gugup, namun hari ini berbeda. Di balik senyum te
Beberapa jam telah berlalu sejak panggilan tak terduga dari Russel. Kini, Luna dan Jacob tengah duduk berdampingan di dalam mobil yang perlahan melaju memasuki kawasan rumah keluarga Calderon. Gerbang utama terbuka otomatis, memperlihatkan jalanan beraspal mulus yang membentang panjang, diapit pepohonan tinggi dan taman yang tertata rapi.Luna menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Mobil terus melaju, tapi pikirannya seolah terhenti di masa lalu, masa di mana rumah itu tak pernah benar-benar terasa seperti rumah baginya. Butuh hampir sekitar sepuluh menit bagi kendaraan itu untuk sampai ke pintu utama, dan tiap detik terasa seperti perjalanan menyusuri kenangan yang tak selalu menyenangkan.Mobil akhirnya berhenti di depan anak tangga marmer yang megah. Luna turun lebih dulu, mengenakan gaun sederhana berwarna pastel, lalu berbalik melihat Jacob yang sedang dibantu keluar oleh asistennya. Namun sebelum asistennya sempat mendorong kursi roda Jacob, sosok yang tak asing tiba-ti