Jam menunjukkan pukul 22:00, aku berhenti di sebuah terminal bus, aku sudah hampir putus asa. Aku ingat kata Ayu kalau kita sedang dalam masalah kita hanya perlu menengadahkan tangan meminta Tuhan menunjukkan jalannya maka Tuhan akan memberikan segala kemudahan kepada kita. Aku mencoba saran dari Ayu kupejamkan mataku lalu kuangkat kedua tanganku, aku mulai berdoa. Ya Allah Engkau Maha Melihat dan Maha Mengetahui, hamba memohon pada-Mu tunjukkanlah hamba jalan yang benar agar hamba bisa bertemu dengan istri hamba. Ya Allah Hamba tidak tahu lagi harus mencari dia ke mana. Saat aku membuka mata pandanganku langsung tertuju pada seorang wanita berbaju merah yang berjalan dengan tongkatnya menuju mobil bis jurusan Jawa Tengah. Aku langsung keluar mobil dan berlari ke arah wanita itu, sampai-sampai aku di klakson orang berkali-kali saat menyeberang jalan karena hampir saja tertabrak, aku yakin sekali itu Ayu. Aku memeluknya dari belakang Tidak ada penolakan darinya. “Adek mau ke mana,
Pov 33 tahun kemudian“Jangan membuatnya kecewa lagi! Kali ini kuampuni, tapi lain kali aku enggak akan segan. Lebih baik menjadi durhaka dari pada melihat Mamah kembali merasakan sakit hati,” ucap Reno, sorot matanya tajam menatap gadis yang terkulai lemas, di pangkuan ayahnya.“Papah cuma nolong, Ren,” jelas Andi tak mau membuat sulungnya salah paham. Reno mengenal siapa gadis cantik berpakaian mini itu. Andi membawanya ke tepian, lantas membaringkannya di atas hamparan pasir pantai. Beberapa orang yang semula melihat dari kejauhan mulai berlari dan membuat kerumunan.Pantai yang baru dijadikan objek wisata ini, tidak mempunyai pengawas. Mau tak mau Andi yang harus melakukan penyelamatan sendiri. Ia mulai mendekatkan wajahnya ke telinga, mulut lalu hidung korban. Sayangnya dia tak merasakan udara menerpa pipinya. Pria itu mulai menghitung. Hingga 10 detik berlalu, ia masih juga tak merasakan denyut nadinya. Tak ada pilihan lain Andi langsung berlutut lalu menumpukkan kedua tangan d
“Maafin Abang, Yu. Abang benar-benar emosi, diamenghina Abang miskin. Abang jadi hilang kendali. Plak! Plak! Berkali-kali Andi menampar dirinya sendiri. Sudah 10 kali, tapi dia seperti tak ada niatan untuk berhenti. Sekarang mereka semua sedang menjadi hiburan menarik bagi para pengunjung pantai. Ayu merasa harga dirinya runtuh. “Aku memperlakukanmu dengan lembut, kenapa Abang malah menamparku?” Akhirnya Andi berhenti menyiksa diri. Pria itu mengambil nafas berat. “Abang salah, kumohon jangan marah. Pukul saja Abang, sebagai gantinya. Janji ini yang terakhir kalinya. Maafin, Abang,” Andi terus saja mengiba pada wanita yang sudut matanya telah basah. Dia menciumi punggung tangan istrinya. Ayu menangkap ada ketulusan di sana. Sayangnya, hatinya terlanjur lara. Apa yang lebih menyakitkan diperlakukan kasar oleh orang tersayang di muka umum. Dia yang harusnya melindungi justru menyakitinya. Tak lama Reno datang, dia langsung membantu Ayu bangkit. Kemudian,
“Lo bisa ikut gue, besok. Gue ngajak lo, karena gue yakin lo bisa. Apa lagi sedikit banyak paham tentang dunia itu," kata Syahru.“Itu 25 yang lalu. Sekarang gue juga udah lupa rasanya bergaya di depan kamera," jawab Andi yang merasa rendah diri. Bagaimanapun ia sudah melupakan semua hal tentang dunia model, yang ia geluti sejak masa kuliahnya. Namun, seiring waktu Andi merasa pekerjaan seperti itu tidak bisa ditebak. Ia butuh sesuatu yang pasti, untuk itu ia lebih memilih bekerja di perusahaan dari pada mengadu nasib di dunia hiburan.“Alah, enggak ada yang enggak bisa di dunia ini,” kata Syahru yakin. Pria yang masih nyaman melajang di usianya yang menginjak 36 tahun itu terus saja meyakinkan temannya. Sebagai teman tentu saja ia tak ingin melihat Andi kesusahan, tinggal di kota besar dengan tanggung 2 anak, tentu saja ia akan kalang kabut. Apa lagi Andi tinggal di perumahan kelas atas. Jelas kebutuhan mereka akan lebih banyak.Di masa
“Sudah berdebatnya? Mau sampai kapan sih, kalian mau kayak begini terus? Egois tahu enggak. Bertahan atas nama anak, tapi kenyataannya kalau memang sudah enggak bisa sama-sama lagi. Kenapa harus maksain sih?” Reno tak benar-benar pergi. Ia hanya menepi demi memberi ruang bagi dua orang yang sangat dia hormati itu. mendengar mereka yang terus saja berdebat di pagi hari, membuatnya jengah. Tak ada yang berani menjawab pertanyaan Reno. Hingga pemuda itu memilih pergi keluar rumah.“Reno, mau ke mana?” tanya Ayu yang khawatir, jika anak lelakinya bisa berbuat nekat karena pergi dalam keadaan emosi.“Selesaikan aja masalah kalian dulu, Mamah tenang aja pikiran aku enggak sedangkal itu. Harusnya Mamah lebih khawatir sama diri sendiri, mau sampai kapan terus-terusan menyiksa diri dengan bertahan sama rumah tangga yang terus-terusan bahagia?”“Reno cukup! Kamu itu anak kecil, tahu apa?” Andi yang mulai tersulut emosi semakin meninggikan nada suaranya.“Ren, sudah ya. Maaf karena kamu harus m
“Hari ini Abang enggak full di kedai, tadi ketemu Syahru dulu. Makanya baru pulang jam segini. Maaf bikin kamu khawatir.” Andi tersenyum, ia berusaha sesantai mungkin demi menghilangkan kecurigaan istrinya. Ia tahu kalimat yang diucapkan Ayu bukanlah murni pertanyaan. Itu lebih terdengar seperti sebuah tes kejujuran. Jangan kira, Andi akan terkecoh. Ia cukup mengerti Ayu, mengingat kebersamaan mereka bukanlah waktu yang sebentar. “Memangnya ada urusan apa?” “Ayu dengarkan Abang, dalam suatu rumah tangga kepercayaan adalah fondasi utamanya, kalau kamu terus begini. Selamanya kita hanya akan jalan di tempat.” “Maaf,” ucapnya singkat. “Abang tahu di masa lalu Abang pernah berkhianat, tetapi bukankah kita sudah sepakat untuk melupakannya. Ayolah kita buka lembaran baru. Bukankah Tiara juga sudah tak ada lagi di dunia ini.” Satu kesalahanku, Bang. Seharusnya aku tak senekat itu, aku bersedia menerima Rania. Aku begitu naif, berpikir dengan mengasuh anak itu, tentunya akan semakin muda
“Bang untuk edisi bulan ini kita ada beberapa baju couple, jadi nanti Abang akan dipasangkan sama Alea.” Akhirnya apa yang Andi khawatirkan terjadi juga. “Loh, berpasangan?” tanya Andi sedikit terkejut. “Kenapa? Abang takut istrinya cemburu ya?” Anwar tersenyum mengejek, kemudian ia memutar kursi ke belakang tangannya bergerak lantas berbalik dan menyerahkan dokumen yang tempo hari Andi tanda tangani. “Di sini sudah tertulis jelas, memangnya Abang enggak baca dulu? Kalau ke depannya Abang setuju kalau ada adegan yang mengharuskan Abang berpasangan.” Lembar demi lembar ia buka, hingga berhenti di poin ke 18. Pihak kedua setuju melakukan sesi foto bersama model lain yang ditentukan oleh pihak pertama. “Sudahlah, tidak akan ada adegan macam-macam bukan?” “Tenanglah, Abang tegang banget kayak mau main film biru aja.” Bukan begitu, ada hati yang harus kujaga. Membohonginya dengan kembali ke dunia modeling saja aku sudah sangat merasa bersalah. “Oh, ya Bang setengah jam lagi sudah s
“Apa yang akan kamu lakukan kalau ternyata Abang sudah kembali terjun ke dunia itu lagi.” “Aku mungkin akan pergi dari rumah,” ucap Ayu datar. Sungguh aku benar-benar takut jika ia benar-benar melakukan apa yang dia katakan. “Aku membenci seseorang yang berbohong, tetapi aku akan bersimpati pada orang yang jujur meski itu begitu menyakitkan.” Aku benar-benar bingung mengapa Ayu seakan tahu apa yang telah kulakukan di belakangnya. “Abang capek banget, hmm tidurlah Dek besok bangunkan Abang salat subuh.” “Hmm.” Dia tersenyum lagi. Kurasa akhir-akhir ini dia menjadi lebih banyak tersenyum. Kau tahu aku selalu mencurigai sesuatu yang dilakukan secara berlebihan dan berulang-ulang. Hanya satu yang kutakutkan dia tahu dari mana aku mendapatkan uang yang jumlahnya tentu lebih banyak dari biasanya. Aku masih berusaha memejamkan mata, sayangnya tak kunjung terlelap jua. Entah berapa kali aku membolak-balikkan tubuhku. Untung saja hal itu tak membuat Ay