Mendapat pertanyaan tidak terduga seperti itu, tentu saja Riko terjengkit kaget. “A – Apa maksud Tuan? Siapa gadis dibawah umur yang Tuan maksudkan itu?” tanya Riko terbata. Ia sama sekali tidak mengerti dengan arah pertanyaan Bosnya tersebut.
Dengan tatapan nyalang Tuan Malik berkata, “Gadis yang sedang promosi dibawah sana! Yang di teras lobby itu! Siapa dia?” Jelasnya dengan detail. “Oh gadis itu. Dia Frontline girl kita yang baru, Tuan Malik! Namanya Alisa, baru bekerja disini sekitar dua jam yang lalu. Dia teman sekolahnya, Penari Diskotik kita yang montok itu. Usianya bukan dibawah umur. Dia sudah 18 tahun, kelas XI SMA, sama seperti Penari kita.” Jelas Riko yang kini mengerti akar permasalahannya. Tuan Ibnu Malik mengerutkan dahinya, masih tidak percaya dengan ucapan Riko. “Benarkah umurnya sudah 18 tahun? Tapi kenapa dia terlihat seperti gadis SMP ya?” gumamnya sendiri sambil menarik janggutnya. Riko yang berada persis didepan Bosnya, tentu saja bisa mendengar dengan jelas gumamannya lalu berkata, “Itu karena tubuhnya kecil dan kurus. Apalagi wajahnya baby face, imut pula. Tidak heran bila Tuan Malik menganggapnya masih SMP.” Gelengan kepala diberikan ke arah Riko. “Tidak, saya masih belum percaya! Kalau memang usianya sudah 18 tahun, mana surat lamaran kerja dan biodata-nya? Saya mau melihatnya sendiri!” Seketika kegelisahan menyergap diri Riko, “Soal itu... Dia belum sempat membuatnya, Tuan Malik! Besok sore, ketika bekerja, dia baru akan menyerahkan pada saya.” “Apa? Besok? Gimana sih? Kamu itu benar-benar ceroboh! Lain kali tidak boleh begitu! Meskipun lewat jalur Nepotisme, kamu harus ketat!” Peringatnya keras. “Maafkan saya, Tuan Malik! Sebenarnya, semua ini saya lakukan atas permintaan penari kesayangan Tuan, Marlena.” sesal Riko mengatakan alasan sebenarnya. “Marlena? Jadi dia yang membawanya kesini. Hm, baiklah tidak masalah. Sekarang, suruh gadis fronline itu menemui sekaligus menemani saya di ruang VIP Karaoke! Saya mau dia memperlihatkan Kartu Pelajar atau KTP-nya, sekalian saya ingin menguji kemampuannya dalam bekerja!” Perintah Tuan Ibnu Malik sambil merebahkan punggungnya di kursi singgasananya. Kepala Riko mengangguk menurut. “Baik Bos!” “Oh iya, Jangan beritahu gadis itu yang... siapa namanya?” Tanya Tuan Ibnu Malik mencoba mengingat. “Alisa, Bos!” jawab Riko cepat “Oh Ya, Jangan beritahu Alisa kalau saya Bos kalian! Bilang saja kalau saya pria kaya member VIP Klub ini!” Kata Tuan Ibnu Malik menambahkan. “Siap laksanakan, Bos!” usai memberi hormat, Riko berdiri dan melangkah pergi. Meninggalkan kantor Bosnya. Sesuai perintah atasan, Riko memanggil Alisa ke ruangannya untuk menyampaikan semua keinginan sang Bos Besar. Tentunya tanpa membuka identitas aslinya. Cukup terkejut juga Alisa mendengar permintaan dadakan dari Riko. “Apa? Menemani Tuan Malik di ruang karaoke? Tapi, bukankah sudah ada LC yang tugasnya memandu para tamu di ruang karaoke?” LC (Lady Companion/ Ladies Esscort) Pemandu lagu, atau PUREL bertugas sebagai pendamping untuk menemani, menghibur tamu karaoke dalam bernyanyi. LC dituntut untuk berpenampilan cantik dan seksi sesuai keinginan tamu. “Memang benar sudah ada LC, akan tetapi, kami kekurangan staf. Ada beberapa yang tidak masuk hari ini. Jadi, bisakah kamu untuk saat ini menemaninya? Sorry, maksud saya memandunya bernyanyi? Dia Member VIP kami, Lisa!” Jelas Riko dengan hati-hati. Alisa memandangi jam tangannya. “Tapi, Ini sudah jam sembilan malam, Pak! Satu jam lagi saya sudah harus pulang. Karena saya nebeng motor Marlena, nanti saya ditinggal gimana?” Riko menghirup nafas dalam-dalam, “Kaku juga gadis ini. Susah diatur pula!” Bathinnya sedikit kesal. “Baiklah, nanti saya akan menyuruh Marlena untuk menunggumu sampai tugasmu selesai.” Janji Riko pada Alisa. “Terimakasih, Pak! Tapi, alangkah baiknya kalau tamunya sekalian diberitahu, agar Marlena tidak menunggu lama-lama. Bagaimana menurut Bapak?” Saran Alisa cukup memaksa. Entah mimpi apa Riko semalam, hingga mendapatkan titipan manusia pekerja yang begitu bawel seperti Alisa. Ingin marah karena diperintah oleh gadis bau kencur, tapi tidak bisa. “Iya-iya, nanti saja akan saya jelaskan padanya. Yang penting kamu temui dulu Tuan Malik di VIP room lantai 2 sekarang!” janjinya berusaha mempersingkat waktu. Akhirnya hembusan nafas lega terdengar di diri Alisa. Ia pun terpaksa menurut usai mendengar janji Riko. “Sungguh? Terimakasih, Pak Riko! Kalau begitu, saya akan ke VIP room sekarang! Oh iya, Welcome drink-nya apa?” “Minta dan tanyakan sendiri ke bartender yang biasa menghandle Tuan Malik di Bar!” Riko tidak mau menjawab, justru menyuruh Alisa untuk mencari tahu sendiri. Satu alis Alisa terangkat. “Ck, Aneh, sama tamu member VIP sendiri saja tidak hafal kebiasaannya. Manajer cap apa?” Gerutu Alisa sangat rendah. Sengaja menyindir manajernya secara halus sekali. Darah Riko merangkak naik, begitu mendengar sindiran tersebut. Akan tetapi, berhubung Alisa adalah teman dari penari kesayangan Bos Besarnya, Marlena. Ia jadi tidak bisa berkutik. “Ehem-ehem, Aku bisa mendengar suaramu, Lisa! Segera berangkat sana, sebelum keluhan datang dari tamu Member VIP kita!” balas Riko mengingatkan Alisa. “Eh, iya baik, Pak Riko! Maaf! Kalau begitu, Saya mohon diri dulu. Permisi!” Setelah menyelesaikan kalimatnya. Alisa dengan cepat menghambur keluar dari ruangan manajer Operasional Sugar Babe Night Club. Dan Riko hanya menggelengkan kepala saja melepas kepergian Alisa dari kantornya. Di meja bar yang diperuntukkan khusus pengunjung karaoke, Alisa menyapa dan meminta welcome drink pada bartender yang sedang incharge disana, untuk tamu member VIP yang sebentar lagi akan dilayaninya. “Hai, Tolong buatin welcome drink buat Tuan Malik dong! Pak Riko yang suruh tuh!” Sapa dan pinta Alisa ramah, berusaha akrab meski tidak kenal. Dia duduk didepan meja bar. “Buat siapa? Tuan Malik yang Bos Besar kita itu kah?” Tanya seorang Bartender yang name tag-nya bertuliskan Farel itu tampak terkejut mendengarnya. Alisa berdecak heran melihat reaksi berlebihan Farel, “Dia itu bukan Bos Besar, Rel! Dia hanya orang kaya biasa yang dzalim, yang parahnya dia itu member VIP klub malam ini.” Jelas Alisa cukup jengah menerangkan. “Benarkah dia bukan Bos Besar kita? Ah iya, nama Malik khan banyak, tidak hanya milik Bos kita doang. Dia minta minum apaan?” Tangan Farel dengan cekatan mengambil gelas khusus untuk penyajian welcome drink tamu. “Gak tau. Pak Riko bilang, kamu sudah tahu kebiasaan dia” jawab Alisa jujur. Menatap wajah ganteng Farel yang memakai udeng atau kain yang diikatkan di kepala. “Tapi, selama ini yang aku tahu, Mister Malik, Bos Besar kita itu, selalu meminta disediakan minuman beralkohol Royal Brewhouse di mejanya.” Kata Farel yang masih ragu bertindak. Dengan santainya Alisa berkata, “Ya udah, siapkan saja yang sama dengan Mister Malik Bos Besar kamu itu! Siapa tahu selera mereka berdua sama.” Saran Alisa berusaha menghilangkan kebimbangan Farel. “You’re right! Terkadang selera orang kaya banyak yang sama. Tunggu ya, Babe! Akan aku sediakan segera!” Tangan Farel bergerak lincah mengambil botol minuman yang dimaksud, membukanya lalu mulai meraciknya. Alisa menatap terpesona kelihaian tangan Farel yang begitu lincah itu saat memainkan botol minuman dan mengocoknya. Farel tersenyum bangga saat diperhatikan oleh Alisa. “By the way, kamu anak baru ya?” Kini minuman itu mulai dituang Farel kedalam gelas saji. “Hm, baru dua jam-an. Kenapa?” jawab Alisa singkat dan balik bertanya. Ia menopang dagunya diatas meja. “Kenapa bilang member VIP kita dzalim? Emang dia habis gebukin kamu?” rasa penasaran menggelayut di hatinya. Farel suka dengan gaya Alisa yang apa adanya. Alisa menatap jam tangannya. “Rahasia! Buruan dikit dong! Udah jam 9 nih! Kakiku keriting coz habis terkilir. Pingin cepet-cepet pulang. Istirahat.” Jawab dan perintah Alisa dengan tidak sabar. “Iya-iya! Nih, buruan bawa sana! Thanks ya Babe!” Farel menyerahkan minuman tersebut diatas nampan. “Ya, sama-sama.” Balas Alisa cepat sambil menyambar nampannya. “Dasar!” Protes Farel. Padahal maksud hati ingin menyindir, tapi yang disindir tidak merasa. Ya sudahlah!Bullshit penghasilan besar! Bullshit jalur orang dalam. Dan Bullshit teman akrab. Ia sudah tidak tahan lagi menghadapi semua orang yang berhubungan dengan Klub malam itu. Mereka semua sepertinya sengaja bersekongkol untuk mempermainkan nasibnya malam ini. Sambil menahan nyeri di kaki, Alisa terus berlari menembus remangnya lampu trotoar dan pekatnya malam. Hari ini, kembali menjadi hari sialnya lagi. Di-dzalimi oleh orang kaya brengsek, di-exploitasi oleh manajer, dan di-benci teman akrab yang sudah dia anggap saudara sendiri. Dan Parahnya, dia malah pulang tidak membawa uang sepeser pun. Sia-sia sudah usahanya sejak petang tadi.Sementara itu, di tempatnya, Tuan Malik tertegun beberapa saat, menyesali perbuatannya. Ia sadar telah bersikap keterlaluan pada Alisa. Sungguh, dia tidak berniat melarang gadis yang sempat menjadi pemandunya tadi, untuk bekerja di tempatnya demi memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Hanya saja dia belum waktunya.Ia mengambil ponsel dan mulai melakukan pang
Alisa merasa begitu nelangsa. Tak sanggup bertahan, ia menjatuhkan tubuhnya hingga menyentuh tanah. Kakinya sudah tidak kuat lagi menopang tubuhnya yang kembali dibuat shock. Padahal pikiran, hati bahkan tubuhnya begitu lelah menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi dalam hidupnya. Ia mengambil tas ranselnya lalu menutupkan ke mukanya. Setelah itu, dia berteriak dan menangis sejadi-jadinya. “Apa salahku, ya Allah! Hingga Kamu terus menerus menimpakan kesialan padaku?” “Apa Engkau tidak sayang padaku?” “Padahal aku selalu berbuat baik pada semua orang.” “Tapi kenapa mereka semua membenciku?” “Terus aku harus bagaimana setelah ini?” “Aku harus bagaimana?” Huu... huu... huu... Protes Alisa pada Tuhannya. Tidak terima menerima semua kenyataan ini. Menyampaikan keluh kesahnya tanpa henti. Disaat sedang serius-seriusnya melampiaskan kesedihan didalam dada, sayup-sayup terdengar olehnya sekawanan kendaraan bermotor yang mendekat. Bunyinya begitu mengganggu pendengaran. Sangat b
Ditelusurinya koridor sekolah dengan gerak cepat, menaiki tiap anak tangga hingga sampai juga didepan kelasnya. Kelas XI-2.Tampak olehnya guru pelajaran jam pertama, Bu Warni tengah sibuk mengabsen teman-temannya. Alisa pun segera masuk dengan mode merintih memegang perut.“Maaf, Bu War! Saya habis dari toilet tadi. Biasa, lagi PMS, Buk!” ucap Alisa beralasan. Ia berjalan tertatih-tatih menuju bangkunya. Sungguh akting yang sempurna.Bu Warni hanya melengos tidak peduli mendengar alasan klise Alisa, kemudian lanjut mengabsen siswanya.Sambil menahan senyum lega di dada karena tidak ketahuan, Alisa pun duduk di kursinya dan menyiapkan bukunya, mulai serius menerima pelajaran.Walaupun ia mendapat beasiswa melalui jalur titipan panti milik Dinas Sosial, namun nilai akademik Alisa cukup bagus dibanding rata-rata kelas. Peringkat ke 3 kelas, sudah cukup membuktikan kalau otaknya lumayan encer.Ting... Ting...Lonceng istirahat ke satu berbunyi.“Liz, gorenganmu mana?”“Kamu gak jualan go
Hampir tengah malam. Alisa duduk memeluk tubuhnya di kursi halte bis. Udara dingin menusuk kulit dan hatinya yang terluka. Ia sungguh tidak mengerti, kenapa semua orang bersikap begitu jahat padanya hari ini. Malam semakin larut. Sudah tidak ada angkutan umum yang beroperasi jam segini. Ingin memesan ojek online, tapi tidak ada paketan data. Ingin naik taksi juga tidak ada uang. Dimatikan segera daya ponsel karena kesal. Kesal pada situasi dan kondisi yang tidak mendukungnya sama sekali.Tak lama berselang, dari kejauhan tampak motor yang lampunya berpendar terang hingga menyilaukan matanya. Alisa pun menoleh ke arah jalan. Ternyata ada motor sport warna merah yang menepi, lalu memanggilnya dengan akrab, “Hei, anak baru! Butuh tumpangan gak?” teriak laki-laki berhelm teropong itu cukup keras.Begitu kaca gelap helm dibuka, tampaklah siluet wajah yang ia kenal. Melihat kedatangan sang dewa penolongnya, Alisa langsung bangkit dan menghambur dengan riangnya. “Tentu saja, Rel! Kenapa
Senyum tipis tersungging di bibir tamu VIP yang tertutup kumis itu.“Gokil juga gadis ini. Dia bahkan tidak takut sedang berhadapan dengan siapa.” Bathin Tuan Malik terheran-heran, tidak menyangka bila gadis didepannya itu begitu berani dan percaya diri. Ia meletakkan kembali minuman kemasan botol kaca premium diatas meja. Entah kenapa adrenalinnya seketika terpacu saat bersama gadis yang menurutnya masih dibawah umur itu. Keinginan untuk menaklukkan sikap angkuh dan keras kepalanya begitu kuat hingga menyesakkan dada.“Kamu sendiri bagaimana? Saya juga butuh bukti yang bisa menguatkan posisimu kalau kamu memang benar dan layak untuk bekerja di tempat ini. Dengan begitu, saya akan menerima tuntutanmu. Akan saya obati kakimu dan membayar dendamu. Itu kompensasi yang bisa saya tawarkan padamu.” Tatap tajam Tuan Malik ke arah Alisa.“Jadi, bisakah kamu menunjukkan pada saya KTP-mu?” Balas Tuan Malik dengan elegan membalik semua pertanyaan Alisa.DEG!Dengan cepat, Alisa menggamit tas ke
Waktu terus berjalan. Tanpa terasa, sudah 30 menit berlalu. Di ruang loker wanita, Alisa hanya diam duduk terpaku memandangi Kartu Pelajarnya yang menunjukkan kalau usianya saat ini masih 16 tahun. Memang belum layak untuk bekerja. Sedangkan usia 17 tahunnya baru enam bulan lagi. “Ternyata usiaku memang belum layak untuk bekerja.” Desahnya memendam sedih.“Lantas aku harus bagaimana? Kalau ketahuan bagaimana? Apa Tuan Malik akan melaporkanku pada Bos Besar? Tapi, Marlena sudah bilang ke Pak Riko kalau usia kami sama.” ucapnya resah tiada akhir. Membuatnya tak kunjung beranjak dari kursi loker.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22.10 wib. Di ruang VIP karaoke, Tuan Ibnu Malik duduk resah, tidak sabar menunggu Alisa. “Kemana gadis itu.” Tangannya bergerak menelpon Riko. “Riko! Suruh segera kesini, si Lisa itu! Dia pamit ke loker untuk mengambil KTP hampir satu jam yang lalu.” Titah sekaligus lapornya pada bawahan.Riko terlonjak kaget dari kursinya, begitu mendengar laporan dari