Beranda / Young Adult / Diasuh Bos Besar / Bab 1. Arogansi Pengawal

Share

Diasuh Bos Besar
Diasuh Bos Besar
Penulis: Maemoonah

Bab 1. Arogansi Pengawal

Penulis: Maemoonah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 00:58:47

“Ayolah, Lena! Carikan aku kerjaan apa saja! Please!” rengek gadis SMA pada teman akrabnya yang sudah ia anggap seperti saudara.

Dia, Alisa, seorang gadis miskin yatim piatu, yang berjuang untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik.  Pekerjaan apa pun akan ia kerjakan asalkan menghasilkan uang.

“Kalau kamu kerja di Klub malam, pulangmu nanti tengah malam bahkan subuh. Kamu gak capek apa?” Marlena memperingatkan Alisa akan konsekuensi yang akan diterimanya.

“Lha kamu sendiri gimana? Apa gak capek pulang kerja tengah malam?” pertanyaan balik dilontarkan Alisa pada Marlena.

Hembusan nafas kesal diberikan Marlena atas pertanyaan Alisa. “Aku ini bukan penari streptis, Lis! Disana aku beneran nari dan ngedance. Nemenin DJ Vino di diskotik. Pulangku juga nggak malam-malam amat, maksimal jam 10 aku sudah pulang.” Jelas Marlena apa adanya.

“Kalau begitu, carikan aku kerja yang pulangnya tidak terlalu larut, Lena! Di tempat karaoke misalnya. Aku bisa bersih-bersih lantai atau lap-lap meja atau jadi pramusaji disana.” Segala cara dan bujuk rayu dikerahkan Alisa demi bisa mendapatkan lagi tambahan penghasilan.

Ia begitu iri dengan keadaan Marlena yang punya banyak uang meskipun kerjanya sebentar, apalagi pacarnya seorang Bos Besar pemilik Klub malam tempatnya bekerja.

Marlena menghela nafas panjang. “Kamu itu orangnya gigih juga ya? Baiklah, Liz! Cepatlah ganti baju sana, dan ikut denganku sekarang! Aku akan meminta bantuan manajerku untuk memberimu pekerjaan ringan.”

“Sungguh? Terimakasih, Lena!”

Begitu senangnya Alisa, ia sampai mengganggam tangan Marlena sambil berjingkrak kegirangan. Lalu dengan haru menghambur memeluk teman akrabnya tersebut. “You’re my best friend, Lena.” Setelah itu dia meloncat mengambil pakaian Marlena yang bagus, yang muat di tubuhnya, dan ikut bersamanya pergi ke Night Club.

Satu jam kemudian, didepan lobby masuk sebuah Klub malam 5 lantai yang luas dan super lengkap. Dimana disana juga ada tempat karaokenya. Alisa yang memakai T-shirt putih polos yang digulung dan diikat ujungnya jadi satu, hingga menampilkan perutnya yang ramping dan indah. Serta celana pendek berbahan jins ketat diatas paha. Membuatnya terlihat seksi menggoda, meskipun tubuhnya kecil dan langsing. Rambut panjangnya ia ikat tinggi diatas ubun-ubun.

“Mari-mari... Silahkan masuk Tuan-tuan... Nyonya-nyonya... Mas-mas... Mbak-mbak... Kakak-kakak semua. Mari-mari, Silahkan datang! Ada promo menarik hari ini, discount 30% ditambah Free welcome drink. Ada jus, minuman bersoda, minuman ringan yang No liquor. Bisa pilih salah satu!”

Teriak Alisa sambil memegang papan promosi di teras lobby, dengan penuh semangat mempromosikan sekaligus menarik pengunjung agar berkunjung ke tempatnya.

Ternyata, manajer Marlena memberi Alisa pekerjaan sebagai frontline girl, hampir mirip seperti sales promotion girl, yang tugasnya menarik pengunjung agar tertarik dan mau datang ke tempatnya. Tentunya dengan pakaian yang menarik pula.

Demi penampilannya, si manajer sampai harus meminjam pakaian yang tersaji lengkap di rak display pakaian untuk penari.

Saat sedang seru-serunya berpromosi, dari kejauhan tampak iring-iringan tiga kendaraan sedan hitam yang nampak mewah, melintas dan berhenti tepat didepannya.

Pintu kendaraan sedan yang ada didepan dan belakang terbuka secara bersamaan. Menampilkan sosok-sosok pria gagah berjas hitam yang berjumlah enam orang. Semuanya berdiri rapi didepan sedan yang ada ditengah.

Satu pria yang badannya terlihat paling besar, mendekati pintu belakang sedan dan membukanya dengan penuh rasa hormat.

“Silahkan, Tuan Ibnu Malik.”

Kata pria itu dengan posisi tubuh sedikit ditekuk dan kepala menunduk.

Kini, sosok yang disebut sebagai Tuan Ibnu Malik itu muncul dari balik pintu. Lajang Pebisnis Hiburan Malam, usia 31 tahun, yang pakaiannya tidak kalah keren, meskipun warna jasnya beda dengan yang lain, abu-abu. Wajahnya terlihat lebih tua dari usianya, karena rambut halus dibiarkannya tumbuh menutupi rahangnya yang tegas hingga dagunya. Kumisnya cukup tebal. Bahkan potongan rambutnya ikal gondrong. Sepertinya ia tidak sempat merawat wajahnya.

Sugar Babe Night Club, tempat Alisa bekerja saat ini merupakan cabang yang ke-17 dari Group Casanova milik Peninggalan ayah Tuan Ibnu Malik yang sudah berpulang disisi Sang Maha Pencipta setahun yang lalu, Tuan Abdullah Al Fatir. Pusatnya berada di Dubai dan cabang lainnya menyebar merata di daratan Asia pasifik, Asia tenggara, hingga penjuru kota di Nusantara.

Melihat ada orang kaya raya bertandang ke Klub malam, Alisa dengan semangat 45 menghampirinya dan mulai mempromosikan tempat Karaoke dimana ia bekerja.

“Permisi, Tuan! Tempat karaoke kami sedang ada promo hari ini loh! Diskon sebesar...”

“Minggir kamu! Jangan halangi Bos Besar lewat!”

BUGH!

Belum sempat Alisa menyelesaikan promosinya didepan Tuan Ibnu Malik, dua orang pria berjas hitam langsung meraih dan mendorong tubuhnya menjauh dengan kasar. Karena ukuran badannya kecil, sedangkan tenaga yang mereka kerahkan terlalu berlebih, tubuhnya pun seakan terlempar jauh hingga mendarat keras diatas lantai bersama papan promosi yang dipegangnya.

“Auw...”

“Hei kalian! Jangan seenaknya kalau memperlakukan orang! Dasar kalian manusia tidak punya adab! Primitif!”

Hardik Alisa begitu geramnya mengutuk perbuatan dua pria berjas hitam yang terlalu berlebihan padanya.

Dua pria yang dimaksud Alisa tidak terima dengan ucapan Alisa yang menyebut mereka sebagai manusia yang tidak punya adab.

“Kamu ngomong apa barusan hah?” cengkeram erat salah satu pria berjas hitam di rahang Alisa.

Satunya lagi ikut menebar peringatan. “Apa kamu tidak tahu, kalau orang yang kamu ajak bicara tadi adalah Bos besar?” tangan kekarnya menjambak kasar kuncir ekor kuda rambut Alisa.

“Aarghh... sakiiit... lepaskan tangan kalian! Beraninya sama gadis kecil! Banci kalian!” Sindir Alisa dengan remeh sambil meringis kesakitan. Ia tidak terima mendapat arogansi dari pengawal orang kaya.

Melihat insiden itu, Tuan Ibnu Malik seketika menghentikan langkahnya, menoleh dan menatapnya sejenak. Tatapannya begitu dingin tanpa ekspresi.

“Cukup! Biarkan dia!” perintah Tuan Ibnu Malik pada dua orang pengawalnya yang sedang getol memperingatkan perbuatan Alisa.

Sontak kedua pengawal itu menurut, melepas cengkeramannya dan berhenti memberi peringatan Alisa.

Pandangan mata Bos Besar itu kini tertuju pada sisa pengawalnya. “Suruh semua manajer berkumpul dan menemui saya di kantor! Sekarang!” perintahnya tegas pada pengawal-pengawalnya. Kemudian tanpa memperdulikan keadaan Alisa, kaki jenjangnya kembali melangkah, memasuki pintu utama lobby Klub malam.

Dada Alisa kembang kempis dan rasanya ingin menangis. Sungguh, ia tidak terima diperlakukan remeh seperti tadi. Rasanya seperti manusia yang tidak berharga. Sakit rasanya.

“Aku harus kuat. Tidak boleh cengeng, lemah apalagi menyerah.” Lirihnya menahan tangis, berusaha menguatkan hatinya sendiri yang sempat terluka oleh sikap semena-mena para pengawal orang kaya.

Ia meluruskan kakinya lalu memijit sebentar pergelangan kakinya yang terkilir. Baru sebentar bisa merasa enakan, kini rasa nyeri hinggap kembali di kakinya.

Kemarin kakinya sempat terkilir gara-gara ulah Andika dan gengnya yang sudah mengerjainya dengan moge-nya sepulang sekolah, hingga sepeda yang ditumpanginya masuk selokan.

Kemudian Pak Satpam datang membantu, “Kamu tidak apa-apa, dek? Bisa berdiri? Sini saya bantu!” ucapnya penuh perhatian yang sepertinya khawatir dengan keadaannya.

Alisa jadi terharu. “ Saya tidak apa-apa, Pak! Terimakasih sudah membantu.” Sambil dibantu Pak Satpam, Alisa dengan susah payah bangkit dan berdiri tegak.

Dan mulai berpromosi lagi. Untunglah sepatu yang dikenakannya adalah flat shoes, jadi ia bisa bertahan untuk berdiri selama beberapa jam kedepan sampai waktunya pulang nanti.

Didalam sana, tepatnya didalam kantor pemilik tempat usaha Klub malam yang paling tersohor di wilayah pusat, tampak terjadi ketegangan antara Bos dan bawahannya yang merupakan Operational Manager of Sugar Babe Night Club.

“Siapa yang menyuruhmu memperkerjakan gadis dibawah umur, hah?” Bentak Tuan Ibnu Malik pada Manajer operasional-nya yang bernama Riko dengan gusar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diasuh Bos Besar   Bab 33. Kelas VVIP

    Pukul 7 malam, kendaraan yang mengantar Alisa, sudah tiba didepan lobby Sugar Babe Night Club. “Pak Hendro langsung saja balik ke rumah ya! Saya nanti pulang bareng temen!” Titah dan pesan Alisa pada supir pribadinya sebelum kakinya melangkah keluar dari pintu kendaraan. “Tapi, Non! Bagaimana kalau Tuan bertanya nanti? Saya harus jawab apa?” Ujar Pak Hendro yang tampak sedikit khawatir. Alisa yang sudah keluar dari pintu mobil pribadinya, cukup terkejut mendengar pertanyaan supir pribadinya itu yang terkesan takut. “Bagaimana Tuan Malik bisa bertanya, Pak? Dia khan sedang tidak ada di rumah, pergi keluar kota, ke Jakarta.” Jelas Alisa yang berusaha mengembalikan ingatan supir pribadinya itu, yang menurutnya kemungkinan lupa itu. Pak Hendro belum juga beranjak pergi dari lobby. “Saya tahu itu, Non! Akan tetapi... bagaimana kalau Tuan menelpon saya setelah ini?” Sebenarnya, Pak Hendro ingin memberitahu lebih detail pada Alisa, bahwa setiap kali dirinya usai mengantar Nona majikan

  • Diasuh Bos Besar   Bab 32. Gunjingan Teman

    “Kamu tidak apa-apa, Dek!” Tanya Tamara setelah berada didepan Alisa, sembari memindai rahang Alisa dengan lebih teliti.“Jangan sok perhatian padaku, Kak Ketos! Pergi sana! Aku tidak butuh bantuanmu!”Cemooh Alisa yang dengan cepat melangkah pergi meninggalkan ketua OSIS sendiri disana.“Tunggu, Dek! Apa kamu masih marah padaku?” Tanya Tamara sembari melangkahkan kakinya dengan cepat mengejar Alisa.“Pikirlah sendiri, Kak!” Alisa menanggapinya dengan ketus.Langkahnya kini sedikit berlari menaiki tangga demi menghindari kejaran Tamara.“Kita harus bicara, Dek! Akan aku jelaskan semuanya padamu!” Pinta Tamara yang masih terus mengejar Alisa.“Tidak ada yang perlu dibicarakan, Kak! Jangan memaksaku! Pergi sana!” Hardik Alisa yang dengan terang-terangan menolak permintaan ketua OSIS.Berhubung Alisa sudah tiba dan memasuki kelasnya, dan tidak mungkin baginya untuk terus memaksakan kehendaknya didepan teman sekelasnya, terpaksalah Tamara berhenti mengejar. Ia berbalik arah dan menuju ke

  • Diasuh Bos Besar   Bab 31. Bukan Pengecut

    "Buka pintumu, Lisa!”“Tok... Tok... Tok...”“Ijinkan aku masuk!”“Akan aku lepas pakaianmu, Lisa sayangku!”Tuan Malik tak henti-hentinya mengetuk pintu kamar Alisa. Ia tahu bila Alisa belum tidur. Akan tetapi, tIdak ada jawaban dari si penghuni kamar. Karena suara Tuan Malik dan ketukan pintu yang bersahut-sahutan itu, teredam oleh alunan lagu melankolis dari earphone yang menancap di telinganya.“Apakah kamu marah padaku, sayang?””Karena sudah membuatmu menunggu?”“Kalau begitu, maafkan aku!”Lelah berjuang dan berdiri lama didepan pintu kamar Alisa yang berada di lantai 3, Tuan Malik pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia sadar bila Alisa tidak mau membukakan pintu dan berbicara padanya karena marah. Marah karena telah membuatnya menunggu.“Aku ingin memelukmu, Lisa sayangku!” Gelisah Tuan Malik yang membolak-balik tubuhnya diatas ranjang. Malam ini ia tidak bisa tidur dengan tenang, karena tidak ada tubuh Alisa yang bisa ia peluk seperti malam-malam sebelumnya.Pagi hari, Al

  • Diasuh Bos Besar   Bab 30. Tidak Tertarik Padaku

    “Aku benci kamu, Kak!” Hardik Alisa kesal meluapkan isi hatinya, lalu pergi meninggalkan Ketua OSIS itu begiti saja.“Tunggu dulu, Dek! Biar aku jelaskan dulu alasannya!” Kejar Tamara dan meraih tangan Alisa. Ia tidak ingin adik kelasnya itu salah paham atas tindakannya, apalagi berakhir membencinya.“Tidak perlu! Kamu dan Andika itu sama saja! Kalian semua mengesalkan! Pergi, Kak!” Alisa menghempas dengan kuat pegangan tangan Tamara darinya hingga terlepas.Kakinya terus berlari meninggalkan Kakak Ketua OSIS itu sendiri yang diam terpaku menatap kepergiannya.“Kenapa hari ini semua orang terbaikku begitu mengecewakan sih! Marlena dan Tamara. Padahal aku tidak pernah menyakiti hati mereka.” Gerutu Alisa dengan memendam rasa kecewa didalam dada.Mata pelajaran jam terakhir berjalan begitu cepat hingga tepat pukul 15.15 sore, terdengar...Ting... Ting... Ting...Lonceng terakhir pun berbunyi. Waktunya pulang sekolah.Alisa bergegas keluar dari kelasnya dan menuju ke toilet putri untuk

  • Diasuh Bos Besar   Bab 29. Pengakuan Pelaku

    "Jadi itu hanya Hoax ya?”Hembusan nafas panjang dikeluarkan Kepala sekolah menanggapi pengakuan Andika.“Bu Retno, tolong nyalakan layar LCD Proyektor, karena saya ingin menampilkan beberapa gambar sebagai bukti.” Perintah Kepala sekolah yang meminta bantuan guru BK.Guru BK menurut. “Baik, Pak!” Ia bangkit dan segera menyalakan kotak mesin layar proyeksi yang terhubung langsung pada Laptop milik Kepala Sekolah.Semua seketika terperanjat begitu menyaksikan gambar-gambar yang ditampilkan oleh layar. Alisa bahkan menganga lalu menutup mulutnya rapat dengan telapak tangannya. Tidak menyangka gambar dirinya yang setengah telanjang, terpampang jelas di layar sana.“Astaga? Apa itu tubuhmu, hei penjual gorengan? Mulus juga. Tidak jerawatan dan panuan. Kulit eksotis yang alami. Meskipun tidak putih sih!” Komentar Andika dengan nada menyindir.“Jaga ucapanmu, Dika! Itu tidak sopan sama sekali!” Bentak bu Retno yang tidak suka dengan komentar Andika yang terlalu vulgar.Wajah Alisa seket

  • Diasuh Bos Besar   Bab 28. Sahabat yang Mengecewakan

    Mendengarnya, dahi Marlena berkerut curiga, “Ngapain Andika mencarimu lagi, Liz? Apa masalah kalian belum juga selesai?”“Aku gak tahu, Lena! Padahal teman-teman Andika juga sudah membuliku dengan menginjak-injak tubuhku, di hari saat kamu berhasil mengalahkan Andika adu balap motor di jalan jum’at lalu. Harusnya sudah impas. Atau mungkin karena...”“Apa? Kamu dibuli sama gengnya Andika?” Potong Marlena cepat. Wajahnya seketika merah padam begitu mendengar cerita Alisa. “Dengar ya, Liz! Aku gak mau kamu sampai melibatkan aku dalam masalahmu ya! Kalau sampai aku ikutan dibuli sama mereka, maka aku tidak akan menganggapmu sebagai temanku lagi. Hubungan pertemanan kita putus!” Ancam Marlena begitu murkanya.Tubuh Alisa semakin melorot hingga menyentuh lantai. “Kamu kok gitu sih sama aku, Lena?” Ucapnya kecewa. “Tapi tenang saja, Aku jamin, mereka tidak akan membulimu, Karena mereka semua tidak ada satupun yang mengenali wajahmu.”“Semoga saja kamu benar!” Harap Marlena yang hatinya masih

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status