Keesokkan harinya Derek muncul di muka pintu rumah Adina jam sebelas siang. Adina terkejut melihat pria itu. Sejak percakapan mereka di teras di pesta malam kemarin, sikap Derek terasa kaku dan menjaga jarak. Ketika Derek mengantar Adina hingga sampai di muka pintu rumahnya semalam, pria itu mengucapkan selamat malam dengan sopan dan menciumnya dengan cepat di pipinya yang menandakan kalau dia senang karena malam itu sudah berakhir. Itu sebabnya kunjungan ini sama sekali tidak Adina duga."Apakah kau sedang sibuk?" Tanya Derek yang masih berdiri di depan pintu."Aku sedang bekerja." jawab Adina singkat.Tubuh Adina di penuhi dan berbau cat dan penampilannya juga berantakan. Rambutnya yang semalam tertata rapi sekarang sudah kusut. Rambutnya sudah kembali menjadi ikal pendek dan tipis yang menggantung di sekitaran wajahnya yang kecil. Gaun yang di kenakan Adina tadi malam sudah digantung di dalam lemari kayu di kamarnya. Pagi ini Adina hanya mengatakan celana pendek dan kaus yang sama
"Bisa lebih detail lagi?" Tanya Derek."Sudah tidak penting lagi. Bobby juga tidak mengingat kejadian itu." Kata Adina."Aku ingin tahu." Kata Derek dengan nada memaksa.Adina memejamkan matanya kuat-kuat dan berbisik pelan. "Linda mabuk waktu itu. Mobilnya melanggar jalur pemisah jalan dan menabrak mobil lain yang ada di jalur itu, Ada dua orang di dalam mobil itu bersama dengannya. Mereka bertiga tewas di tempat kejadian. Sedangkan orang yang dia tabrak mengalami patah tulang di bagian kakinya."Derek mengumpat dengan keras, dia merasa marah sekaligus menyesal. Adina langsung menyadari apa yang Derek pikirkan dan berusaha menghiburnya dengan meletakkan tangannya di atas paha pria itu."Itu bukan salahmu, Derek. Kau bahkan tidak tahu kalau Linda hamil. jangan menyalahkan dirimu karena merasa sudah meninggalkan seorang gadis dalam masalah. Linda sendiri yang menjerumuskan dirinya sendiri dalam masalah itu, dan kalau bukan denganmu dia pasti akan hamil dengan pria lain. Linda adalah s
"Dan ini adalah foto bersama teman sekelasnya. Aku tidak tahu kalau hari itu mereka mengambil gambar sampai fotonya sudah jadi." kata Adina dengan jengkel sambil menunjuk ke salah satu foto. "Bobby lupa membawa surat pemberitahuannya. Seharusnya aku memarahi dia karena berani memakai seragam lusuh seperti itu untuk di foto.""Oh, ada yang jatuh." Derek meraih tangannya dan memungut foto yang lepas itu. "pasti foto di bagian baptisan tadi. Bobby rapi sekali. Tapi orang yang di sebelahnya lebih mirip seorang hakim dari pada seorang pendeta.""oh, dia memang seorang hakim. Ini adalah hari..."Derek menatap Adina dengan rasa ingin tahu ketika wanita itu tiba-tiba menghentikan kata-katanya. "hari apa?""Bukan apa-apa." Kata Adina cepat menyesali apa yang sudah dia katakan."Apa?" Derek menggenggam tangan Adina di atas album yang terbuka supaya Adina tidak bisa mengalihkan perhatiannya. "hari apa ini Adina?"Adina menunduk, merasa tidak sanggup menatap mata Derek. "hari ketika pengadilan me
Adina sudah menunggunya di depan pintu ketika Derek keluar dari ruang tamu. meski pun belum merasa tenang, minimal dia sudah merapikan bajunya."Kurasa lebih baik kau pergi." kata Adina dingin."Kurasa lebih baik kau dewasa sedikit." balas Derek.Adina menahan amarahnya. Pertengkaran bukanlah hal yang dia sukai mau pun mudah bagi Adina. "hanya karena aku tidak mau bercinta dengan pria di lantai ruang tamu sama sekali bukan berarti kau boleh menghinaku seenaknya.""Apa yang paling mengganggumu? bercintanya?" Derek menatapnya dengan tatapan angkuh. "Atau prianya?"Mulut Adina menganga kebingungan. "Apa maksudmu, Derek?""tidak ada." jawab Derek sambil mengangkat bahu dengan tidak acuh. "Sampai jumpa."pria itu berjalan melewatinya tapi Adina langsung menahan lengannya. "Kurasa kau punya maksud tertentu. Dan itu sama sekali tidak masuk akal.""tidak masuk akal?" mata Derek berubah tajam dan meremehkan. "Kenapa kau selalu dingin setiap kali seorang pria menyentuhmu?""Aku tidak seperti it
"Bagus sekali, Terima kasih nek." Dengan sopan Bobby menerima gantungan kunci yang di buat oleh neneknya untuknya selama beberapa minggu terakhir. Tempat itu memiliki jadwal aktivitas harian. Adina merasa senang mengetahui ibunya cukup sehat untuk mengikuti beberapa kegiatan yang di selenggarakan oleh tempat itu, walau pun kebanyakan dari kegiatannya hanya untuk membuat gantungan kunci itu."Aku tahu kalau sebentar lagi kau akan berulang tahun." Ucapan neneknya lambat tapi dapat di mengerti. "Mungkin kau bisa memakainya untuk kuncimu.""Tentu, gantungan ini sangat bagus." Kata Bobby. Sebuah bulatan bergambar bumi dengan ukiran namanya yang menonjol ada di balik gambar itu. Dia memainkan gantungan itu di telapak tangannya. "terima kasih, nek.""Kau harus hati-hati kalau kau mulai belajar menyetir, ya." Kata neneknya dengan cemas. "Aku ingat Deolinda."Adina memegang bahu ibunya dan meremasnya dengan pelan untuk membuatnya tenang. "Bobby sangat berhati-hati ma. Jangan khawatir.""Aku a
Jadi setelah memarkir mobilnya, Adina berjalan melewati jalan yang di batasi oleh bunga evorbia di sepanjang jalan menuju pagar halaman belakang rumah Derek. Beberapa tamu sedang bersenang-senang di kolam renang sambil mengobrol dan tertawa pada apa pun yang mereka bicarakan. Pinggir kolam juga di penuhi oleh kerumunan orang. Adina berjalan melewati kerumunan itu, Adina di lirik oleh dua orang pria yang salah satunya sedang berciuman dengan seorang wanita yang mirip dengan Susan dan di tangan yang lainnya sedang memegang kaleng bir. Kehadirannya tidak begitu di pedulikan oleh sekelompok orang yang sedang minum-minum sambil mengeluhkan jatuhnya harga saham. Dia mendengar akhir cerita konyol tentang seorang pria sales dan seorang wanita atlet angkat besi. Ketika dia sedang berjalan, Adina merasa sedang menginjak sesuatu yang basah. Adina kemudian menunduk dan melihat sebuah bra bikini yang basah sedang berada di bawah sepatunya. Dia tidak tahu dari mana asalnya. "Permisi." Adina
Suara-suara tawa langsung lenyap. Begitu juga dengan suasana pesta. Bahkan salah satu teman Derek berhenti bernyanyi di tengah-tengah refrain, meski pun Adina tidak bisa mengerti bagaimana seseorang bisa mengubah sifatnya dengan begitu cepat.Mata Derek membara seperti api yang siap membakar lengan pria yang menempel pada tubuh Adina. Segera setelah temannya melepaskan tangannya, Adina langsung berdiri dan menjauh.Secara bertahap ketegangan yang berada di dapur itu menyebar ke tepi kolam renang dan menyebar seperti gelombang kegelapan. Semua keceriaan dan obrolan berhenti. Para tamu pesta mulai berjalan melewati pagar meninggalkan rumah dan menuju mobil mereka."Derek?" Wanita berambut merah yang terjatuh tadi sudah bagun sendiri dankembali merapatkan dirinya di sisi kanan Derek.Dengan kasar Derek mendorongnya menjauh. "Pesta juga sudah selesai untukmu juga."Dengan cemberut dan tersinggung, wanita itu berjalan pergi. Sebelum sampai di depan pintu keluar, dia sudah langusng jatuh ke
"Bagaimana?" Tanya Derek setelah menyuap sesendok sereal ke dalam mulutnya."Tidak seperti tulisan tangannya yang biasa, tapi kelihatannya ini memang tulisan tangannya sejak terserang stroke. Dan alat tulis yang di pakainya sama dengan yang aku temukan. Aku yakin surat-surat ini berasal dari ibuku. Kata-kata ini adalah kata-kata yang biasa dia ucapkan." Jelas Adina.energi Adina terkuras habis, lalu dia terduduk di salah satu kursi di meja dapur di samping Derek. Setelah membaca seluruh surat itu, dia mengangkat kepalanya dan menatap Derek. Pria itu sedang meneguk jus jeruk langsung dari botolnya."Aku tidak tahu harus berkata apa padamu Derek." Kata Adina. Seumur hidup, Adina belum pernah merasa semalu ini. "Sulit di percaya ibuku bisa melakukan hal sekeji ini."Derek menarik kursi dan duduk di seberang Adina. "Waktu itu, kau bilang padaku kalau ibumu tidak tahu kalau adalah ayahnya Bobby.""Memang tidak. hanya aku dan Linda yang tahu." Jawab Adina."Tapi sudah jelas dia tahu tentang