Share

Kemerahan dan Debaran

Penulis: Sloane
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 22:42:35

Tangannya menyambar obor dalam langkah lebarnya, berjalan menyusuri gelapnya malam dengan berteman suara binatang hutan, meninggalkan keramaian pesta yang tepat berada di punggungnya. Suara kodok mulai terdengar, dalam kegelapan, Anneth dapat menerka jika langkahnya sudah mendekati danau, hingga akhirnya dia memutuskan menjatuhkan tubuhnya di atas rerumputan, seraya menatap langit malam yang indah.

Senyum simpul tersungging di wajahnya, dia mendadak ingat pada ucapan sang ibu saat dirinya masih kanak-kanak. Di mana, arwah orang yang meninggal akan berubah menjadi bintang, dan bintang yang paling terang, adalah sosok yang paling kita rindukan.

Anneth menjulurkan tangannya, mencoba menggapai bintang yang menurutnya paling terang, berharap jika itu adalah ibunya, yang kini sedang menemaninya dalam kesepian. Hingga, sebuah tangan menggapai tangan Anneth, mengenggamnya dengan erat, dan kehadiran seseorang di sampingnya, memaksa Anneth untuk lebih awas.

Obor di tangannya dia sodorkan kearah sosok dalam kegelapan, Anneth mendapati Julius yang menatapnya dengan sorot itu. Tajam, mengintimidasi dan menguliti, seolah Anneth adalah daging yang hendak dipotong-potong sebelum di jadikan sup.

"Ez zaizu festa gustatzen?"

*Kau tidak suka pesta?

Anneth jelas tidak paham pada ucapan pria itu, dia memilih menghembuskan nafas dengan decakan kesal. Satu-satunya hal yang membuatnya ingin semakin mengamuk adalah, kapan dia bisa berkomunikasi dan mengerti maksud dan tujuan dari pria ini?

Namun, remasan dari genggaman tangan hangat nan kasar itu, serta aroma maskulin yang kini sangat Anneth hafal, entah mengapa membuatnya merasa tidak ditinggalkan. Meski sekitarnya selalu ramai, namun Anneth selalu merasa kesepian, dan kehadiran pria yang kini memutuskan untuk diam, membuatnya merasa nyaman tanpa sebab.

"Barkatu bart egin dudana."

*Maaf atas apa yang aku lakukan tadi malam.

Suara berat yang biasanya pria itu gunakan untuk berbicara normal, entah mengapa kini terdengar melembut di telinga Anneth. Dia bahkan menoleh bukan karena penasaran pada kalimat yang pria itu ucapkan, namun pada maksud dari suara rendah itu.

Saat keduanya saling berpandangan dengan berteman suara kodok dan binatang malam, Julius segera memotong jarak, mencoba menyatukan bibir keduanya, hingga membuat Anneth segera sadar dan murka. Di dorong dada kencang Julius, Anneth bangkit berdiri dan melempar obor di tangannya ke rerumputan.

"Ternyata otakmu memang kotor dan mesum!" Makinya kesal.

Dia segera mengambil langkah untuk pergi, memupuk kebencian semakin tinggi menjulang hingga menciptakan benteng pemisah. Pada momen itu Anneth sadar, jika seperti inilah kenyataan yang terjadi. Dia di sini bukan untuk disayangi, namun diperlakukan layaknya budak yang hanya akan diperas untuk memenuhi nafsu bejat dari pria menyeramkan itu.

Saat melewati kerumunan pesta, Anneth terbelalak dengan tatapan syok. Pasalnya, banyak pasangan lawan jenis yang tanpa segan menunjukkan aksi panas dengan melakukan tindakan vulgar di tengah keramaian. Tidak hanya itu, Anneth bahkan segera menutup mulutnya dengan rapat, menahan gejolak yang menyerang perutnya hingga menimbulkan sensasi mual yang teramat. Semua itu terjadi karena tanpa sengaja Anneth menyaksikan sebilah tombak menembus leher seorang pria, bersamaan dengan sorak sorai dari penonton yang memberikan ucapan selamat.

Kepalanya mendadak pening saat tombak itu dicabut, matanya terpejam erat saat mendapat percikan darah yang mengenai wajahnya, suara seperti seseorang yang tersedak air mulai terdengar, yang Anneth yakini dari pria yang mendapat tusukan tombak. Sebelum Anneth hilang keseimbangan, Lyra segera menahan tubuhnya dengan seruan panik.

"Nyonya! Kau baik-baik saja?!"

Anneth masih ling-lung saat Lyra merangkul pinggangnya, nafasnya mendadak terenggah-enggah karena syok. Dia memang tidak terbiasa menyaksikan pertempuran nyata, karena bangsawan wanita memang selalu di lindungi saat berada di tanah Hyacinth. Bahkan satu-satunya pertempuran yang Anneth saksikan hanyalah gulat, yang tidak menggunakan senjata nyata. Namun dia dipaksa menyaksikan pemandangan menyeramkan yang membuatnya hampir pingsan.

"Kau harus terbiasa dengan pemandangan ini, Nyonya. Karena suku di Amogha, terbiasa menunjukkan pangkatnya dengan pertarungan. Semakin kuat dirimu, semakin tinggi derajatmu di mata masyarakat dan wanita. Lihatlah," Lyra menunjuk satu titik, dan dengan lemas Anneth mengikuti arah tunjuk wanita itu. "Mereka bertarung untuk memikat hati wanita. Dan pemenang pertarungan itu, adalah pemenang hati wanita itu juga."

Di tengah sebuah gerombolan, seorang pria dan wanita sibuk bercumbu dengan agresifnya. Bahkan Anneth masih bisa melihat darah di tangan dan wajah pria itu, namun hal itu bukanlah sebuah penghalang yang bisa menghentikan aksi menggebu dari sepasang kekasih baru itu.

"Itulah mengapa banyak wanita yang iri pada Nyonya. Karena ketua adalah sosok terkuat di tanah Avram dan kerajaan Amogha." Imbuh Lyra dengan bangga. "Tidak hanya wanita, sosok pria juga pasti membenci Nyonya, karena tanah kelahiran Nyonya."

Anneth mengernyitkan keningnya dengan dalam, menatap Lyra yang terus menjelaskan kata demi kata dari runtutan sejarah kerajaan Amoga dan segala adat istiadatnya. Namun satu yang membuat Anneth penasaran. "Lalu, apa kau juga iri dan membenciku?"

Senyuman ramah Lyra perlahan lenyap, dia mulai merenggangkan rengkuhannya, memberi jarak untuk keduanya dapat bernafas leluasa. Lalu anggukan Lyra membuat Anneth seperti di pukul, namun dibuat terheran saat melihat wanita itu menggeleng.

"Iya dan tidak. Iya, aku memang iri dengan Nyonya karena berhasil memikat hati ketua, tapi aku tidak membenci Nyonya, karena ketua tidak mungkin memilih sembarang wanita untuk dijadikan istri sekaligus ratu Amogha."

Anneth mendengus, ia mulai paham pada situasi aneh yang belakangan dirinya alami. Menurut yang ia tahu, penguasa tanah Avram sama sekali tidak pernah mengingginkan penyatuan dengan tanah lain. Mereka cenderung menutup diri, hingga keberadaan dan jumlah masyarakat yang ada di tanah Avram pun tak banyak diketahui. Itulah mengapa, sang pemimpin tanah Avram selalu menutup identitasnya dengan memakai topeng atau sejenisnya.

Lalu, sesuatu yang janggal terjadi, di mana penguasa tanah Avram menyetujui penyatuan pernikahan dengan kerajaan Adena. Hal yang aneh, namun terjawab sudah di malam ini.

"Aku tahu, dia memilihku karena gosip itu kan? Di mana aku adalah penakluk white wolf yang menghuni tanah kalian?" Seringai Anneth. "Jika kalian memilikiku, white wolf tidak akan pernah pergi dari tanah Avram, dan kalian akan mendapat dua buruan besar sekaligus?"

Anneth menepis Lyra yang hendak menyentuhnya, dia merasa kesal dan dimanfaatkan. Tidak di kerajaan Adena, tidak di kerajaan Amogha, dirinya seperti bola yang diperebutkan, namun terus ditendang menjauh saat tertangkap. Pada akhirnya, tujuan akhir dari semua orang, adalah untuk memanfaatkan dirinya untuk mencapai tujuan mereka.

"Tinggalkan aku sendiri!" Sentak Anneth, meninggalkan Lyra yang bergeming.

Andai rumah yang dia tempati adalah sebuah kerajaan yang layak, Anneth akan memancing perhatian dengan membanting pintu kamar dengan sekeras-kerasnya. Namun sayang, huniannya adalah sebuah tenda, yang bahkan hanya memiliki pintu berbahan kain. Sekuat apapun dia membantingnya, tidak akan ada suara nyaring yang memuaskan hati dan pendengarannya.

Saat memasuki kamar, Anneth segera menenggelamkan diri di atas bulu beruang yang lembut. Memang, tidak seharusnya dia bertingkah kekanakan seperti ini, karena kekecewaan bukanlah tindakan yang pantas untuk dilakukan oleh seorang Ratu. Namun, dia bahkan sudah kehilangan gelar itu sejak lama, dan berakhir tenggelam di suku pedalaman yang menakutkan. Diluar sana mereka berpesta, bercinta dan bertarung tanpa takut membunuh sesama keluarga, dan itu sangat menggilakan bagi Anneth yang hampir kehilangan jati diri.

Anneth segera beringsut dengan awas saat mendengar suara disekitarnya. Benar saja, Julius yang bertelanjang dada, masuk ke dalam tenda dengan sebuah daun berwarna hijau di telapak tangannya. Tanpa berkata apapun, pria itu segera mendekat, membuat Anneth kembali meringkuk mundur dengan awas.

Hal yang dia khawatirkan pun akhirnya tiba, Julius yang besar dan mengintimidasi, mendekat dan menyingkap kain minimalis yang membalut tubuh bagian bawahnya. Anneth menggeram kesal, namun dia tak lagi berontak seperti malam kemarin, memutuskan memejamkan mata dengan terus bergumam.

"Pria berengsek, pria sialan."

Semua kata makian dia layangkan pada pria itu, hingga matanya memejam dengan lebih erat, menciptakan kerutan dalam disekitar matanya, saat tangan kasar itu membelai pusat gairahnya di bawah sana. Sesuatu yang dingin dan lembab membuat matanya terbuka, Anneth menurunkan pandangan, membelalakkan matanya menatap sosok Julius yang terus menyapukan jemarinya di area kewanitaannya.

Tidak, Julius tidak sedang melecehkannya. Meski wajahnya terlihat memerah dengan tatapan datarnya, namun usapan itu tidak diiringi dengan tatapan penuh nafsu, melainkan tatapan bersalah. Hingga akhirnya usapan itu terhenti, Julius mempertemukan pandangan keduanya, tanpa sepatah kata pun, pria itu mendekatkan tangannya, dan dengan reflek Anneth terpejam.

Belaian di pelipis, merembet menuju telinga, lalu mengusap pipinya. Aroma pekat dari tanaman herbal membuat Anneth membuka mata, dia melihat jemari Julius yang menyisakan sedikit bercak merah darah.

"Elurra laster etorriko da. Ziurtatu beti epel zaudela." Lirihnya, lalu pria itu pergi begitu saja, meninggalkan Anneth yang berdebar-debar.

*Salju akan segera datang. Pastikan kau selalu hangat.

Bagaimana tidak, sentuhan yang pria itu berikan, adalah sebuah tindakan mengejutkan, di mana Julius memberikan obat pada area kewanitaannya yang sempat pria itu sakiti dengan tidak manusiawi.

Setelah Julius pergi, Anneth segera berlari menuju cermin, mematut diri, menatap wajahnya yang merah padam dengan debaran jantung yang tidak karuan. Lalu dia mengusap bekas percikan darah yang sempat Julius usap, yang berakhir pada tangannya yang mengepal erat.

"Jangan goyah, Anneth. Dia hanya pria bajingan yang tidak memiliki hati. Malam ini dia mengobatimu hanya agar besok bisa kembali menyakiti tubuhmu." Gumamnya dengan sorot mata tajam menatap pantulan dirinya di cermin.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Surat

    "Nyonya, apa anda akan mengirim surat untuk Ketua?" Lyra kembali bertanya dengan senyuman lebar setelah beberepa menit lalu kembali fokus membaca. Dia sangat berseri-seri dan banyak menanyakan hal-hal yang sepertinya sudah disimpan terlalu lama di kepalanya karena tidak memiliki waktu untuk berdekatan dengan Anneth. Maka saat Anneth meminta Lyra kembali menjadi pelayannya untuk membantu Betty yang belum terlalu memahami tentang Amogha, Lyra menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan banyak hal. "Biasanya para bangswan akan mengirim surat pada kekasihnya jika sedang berjauhan, bukan?" Tambah Lyra dengan semangat. Usia Lyra hanya setahun dibawah Anneth, namun karena kesenjangan yang cukup jauh, membuat keduanya terasa seperti memiliki usia yang jauh berbeda. Anneth selalu dituntut untuk bersikap anggun dan berwibawa layaknya bangswan yang akan menerima gelar Ratu. Sedang Lyra, dia tubuh di kerajaan yang tidak terlalu mementingkan kesopanan dan norma, membuatnya menjadi wanita yan

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Jarak Mendekatkan Hati

    Sementara Anneth dilanda perasaan rindu yang tidak ia sadari dan bahkan ditepis dengan alasan 'tidak masuk akal merindukan Julius', pria yang dirindukannya baru saja memasuki tanah Adena yang terasa sangat dingin. Sesuai perkataan Anneth, Adena memiliki suhu udara yang jauh lebih dingin di bandingkan Amogha, saat musim dingin tiba.Julius tersenyum miring saat mengingat wajah konyol Anneth saat membawa bantal dan selimut menuju kamarnya dengan alasan, terbiasa menggunakan dua bantal dan selimut. Lucunya, wanita itu bahkan melupakan barang bawaannya dan berbaring kaku di sampingnya, menandakan jika dia tidak membutuhkan selimutnya."Ada yang lucu, ketua?" Arion dengan kudanya, mendekat dan mensejajarkan kuda Julius yang berhenti.Mendengar teguran itu, Julius berdehem dan menatap Arion dengan tajam. Senyumannya segera hilang, dan dia mencari kain penutup untuk menutupi wajahnya. Dia bahkan lupa mengenakan penutup wajah yang selalu dia kenakan kemanapun, hanya karena sibuk mengenggam da

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Sosok Yang Hinggap Di Ingatan

    Istana tanpa Julius, harusnya menjadi rumah yang sangat Anneth dambakan. Rasa bencinya belum hilang, meski belakangan pria itu sudah banyak menunjukan sikap normal yang seharusnya tidak dimiliki oleh pria dingin nan kejam itu.Kali ini Anneth tidak hanya berprasangka buruk saja, karena dia sudah membaca buku sejarah di perpustakaan, yang menuliskan setiap kekejaman Julius yang tanpa ampun. Pada saat pertama kali turun ke medan perang dan diberi senjata, Julius masih berusia 10 tahun, namun tanpa rasa bersalah maupun iba, dia berhasil menembus jantung kepala suku lain dan meraih kemenangan saat suku mereka hampir digugurkan.Cerita tentang peperangan pertama yang Julius lalui, ditulis dalam empat halaman buku, yang isinya menggambarkan bagaimana sosok itu sangat kuat dan memiliki jiwa pemimpin. Lalu disusul dengan sejarah-sejarah lain yang Anneth baca hingga habis. Satu kata yang bisa menggambarkan sosok Julius, kejam.Tetapi, saat selesai membaca buku dan menatap jendela yang menampil

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Kembalilah Dengan Selamat

    Sementara Anneth dan Julius saling tenggelam dalam suasana yang mendadak tegang, Sach melamun menatap kobaran api di perapian. Percikan api membuatnya berkedip, dia segera menoleh saat mendengar ketukan lirih di pintu kamarnya."Masuklah."Pelayan pribadinya masuk dengan badan menggigil kedinginan, dia segera merapat menuju perapian untuk menghangatkan diri. "Yang Mulia, maaf menganggu di jam malam seperti ini. Tapi ada hal mendesak."Sach memang belum resmi diangkat sebagai Raja baru Adena, namun para pelayan dan perajurit istana sudah memperlakukannya dengan sangat hormat, layaknya pemimpin Adena yang sah."Katakan.""Ada surat dari kerajaan timur." Pelayan itu mengelurkan sebuah surat yang digulung dengan lilin dan cap kerajaan timur.Sach segera meraih surat itu dan membacanya. Raut wajahnya berubah, sorot matanya terlihat marah. Dia segera melempar surat itu ke dalam kobaran api dan menatapnya hingga melebur."Siapa yang mengantar surat ini?""Pria yang sama, saat surat pertama d

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Mengenal Lebih Jauh

    Anneth mengetuk pintu tinggi itu dengan kening yang mengernyit dalam. Ternyata pintu itu terbuat dari kayu yang sangat tebal, sehingga suara yang ditimbulkan dari ketukan ringannya hanya terdengar lirih saja. Ketukan kedua, Anneth sedikit memberikan tenaga, sehingga ia yang awalnya gugup, berubah menjadi kesal dan bergulat batin dengan pintu besar itu. Jika saja pintu itu beryawa, Anneth akan menusuknya dengan pedang dari patung baju besi yang terpajang di sudut lorong.Pintu terbuka saat Anneth hendak memukulnya lagi, dia bahkan meringis gemas saat sosok Julius berdiri dihadapannya. Mata Anneth membola, dia kembali mendatarkan ekspresinya dan masuk ke dalam kamar Julius dengan perasaan malu. Julius melihat wajahnya yang geram dan gemas pada pintu, dan itu sedikit memalukan.Pandangan Anneth mengedar ke penjuru ruangan. Kamar Julius cukup normal bagi mata seorang putri kerajaan seperti Anneth. Tidak ada kepala rusa yang terpaku di dinding, atu kulit harimau yang dijadikan karpet. Bahk

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Merangkai Rencana

    Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, namun tangan Anneth dan Julius kembali bergandengan begitu keduanya keluar dari perpustakaan. Terasa sensasi canggung yang mencekik saat tidak ada suara apapun yang terdengar, melainkan hanya langkah kaki yang bergema saat keduanya melewati lorong. Lantai dua benar-benar sunyi, berbeda dengan lantai dasar yang masih riuh karena para perajurit yang sibuk berpesta. Mencoba mengusir kecanggungan, Anneth mengedarkan pandangan dalam cahaya remang. Dia mendapati beberapa lukisan yang tergantung di dinding. "Apakah itu lukisan Raja dan Ratu terdahulu?"Julius menoleh kearah Anneth sejenak, seolah memastikan jika sang istri lah yang mengajaknya berbicara. Lalu ia menatap dinding dan mengangguk. "Kami meyebutnya sebagai pemimpin. Tapi, Ya. Dia pemimpin pertama di tanah avram.""Kami menyebutnya sebagai Raja, jika mereka hanya memimpin satu negara saja. Dan kaisar jika memimpin beberapa negara. Apa kalian tidak pernah menggunakan istilah itu?"Julius m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status