Share

Bab 6. Kemarahan Arka

Penulis: Ralonya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-20 15:03:50

Makan malam berakhir dengan tawa dan ucapan perpisahan yang sopan. Dina menunduk hormat sebelum beranjak, melangkah lebih dulu menuju parkiran. Malam sudah turun sempurna, cahaya lampu restoran memantul lembut di aspal.

Belum sempat ia melangkah jauh, sebuah suara memanggil pelan dari belakang. Dina menoleh, melihat Davin berjalan tergesa ke arahnya.

“Apakah kita masih bisa bertemu lagi?” tanya Davin cukup untuk mengguncang tenang yang berusaha Dina pertahankan.

Dina menatapnya sesaat, napasnya terasa berat. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi semua hanya berhenti di tenggorokan. Ia akhirnya tersenyum tipis.

“Mungkin,” lirihnya. “Kalau waktunya mengizinkan, Mas.”

Dina berbalik, melangkah pergi dengan langkah tenang, padahal di dalam dirinya segalanya terasa berantakan.

Dina menatap pantulan dirinya di jendela mobil yang perlahan melaju menjauh. Ada sesuatu yang berbeda di sana, seulas senyum yang sudah lama tak berani muncul, dan getar halus di dadanya yang membuatnya merasa hidup kembali. Untuk sesaat ia lupa bagaimana rasanya hampa.

Namun kesadaran segera menamparnya. Senyum itu seketika pudar. Ia tidak seharusnya merasakan apa pun untuk tunangan orang lain. Dan terlebih lagi, ia adalah istri seseorang.

Begitu sampai di rumah, Arka langsung membanting kunci mobil di atas meja. Suara hentakannya membuat Dina tersentak.

Ia meletakkan tas tangan di atas meja, mencoba menahan nada suaranya agar tetap tenang. “Mas, pelan sedikit, kenapa?” ujarnya hati-hati.

“Bilang pada ibumu untuk berhenti bicara tentang cucu!” bentak Arka tajam, nadanya mengiris udara ruangan yang sunyi.

Dina menatap, keningnya berkerut. “Tapi bukan Mama yang memulai, Mas. Ibu Davin yang bertanya duluan soal itu. Mas juga dengar sendiri, kan?”

Arka mendengus kasar, matanya menyala penuh amarah. “Tetap saja! Ibumu pasti sengaja memancing pembicaraan itu. Ia ingin mempermalukanku di depan tamuku, kan?” tuduhnya, suaranya meninggi di setiap kata.

“Mas, kamu ada di sana dan dengar semuanya sendiri. Bagian mana yang Mama memancing pembicaraan seperti itu? Apa kamu tadi tidak dengar kalau Mama justru memujimu di depan tamumu?” tanya Dina, suaranya bergetar tapi tegas.

“Dina, berani sekali kamu membantahku!” bentak Arka.

“Lalu aku harus diam di saat kamu menuduh Mamaku tanpa alasan?” balas Dina dengan nada tertahan, berusaha mengendalikan napasnya yang mulai memburu.

Arka mendecih, wajahnya memerah oleh amarah. “Ibumu memang pantas dituduh! Sama seperti keluargamu yang tidak tahu diri dan selalu menumpang dari nama besar keluargaku!”

“Mas!” seru Dina, suaranya pecah antara marah dan terluka.

“Pasti ibumu sering membicarakan ini di luar sana,” suara Arka meninggi, matanya menatap tajam. “Aku tahu, ibumu itu sangat ingin cucu supaya bisa menguasai semua hartaku, kan?”

“Mas! Tega sekali kamu bicara seperti itu!” seru Dina. Ia menggigit bibirnya, menahan gemetar di dada. “Aku dan Mama tidak pernah sedikit pun berpikir seperti itu!”

Arka mendengus kasar, langkahnya menghantam lantai. “Arrggh! Terserah, Dina, terserah! Tapi dengar baik-baik sampai kapan pun, jangan harap aku akan memberimu anak!”

Dina terpaku, tubuhnya menegang, tapi Arka belum selesai.

“Ibumu itu pasti sengaja memancing topik itu biar kakek menyalahkanku! Aku tahu, ibumu ingin menekanku lewat kakek. Ibumu dan keluargamu memang licik! Semua dilakukan demi status dan uang!”

“Mas, cukup! Hentikan semua hinaan itu!” seru Dina, suaranya pecah di ujung kalimat. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan diri. Air matanya jatuh tanpa bisa dikendalikan. Dadanya sesak, napasnya berat seperti tertahan di tenggorokan.

Namun Arka tetap berdiri di sana, tatapannya tak sedikit pun melunak.

“Tolong bilang pada ibumu,” katanya tajam, setiap kata menancap seperti paku, “untuk berhenti membahas hal yang membuatku muak padamu.”

Dina menatapnya tak percaya. Ia ingin bicara, ingin membela diri, tapi suaranya tercekat. Yang tersisa hanya isak tertahan dan rasa perih yang menggenang di dadanya.

“Kenapa kamu berubah, Mas?” akhirnya pertanyaan itu lolos juga, nyaris seperti bisikan yang terdesak keluar dari hatinya yang sudah putus asa.

Arka tak langsung menjawab. Ia mengusap wajahnya yang menegang.

“Sebelum kita menikah kamu begitu mencintaiku,” lanjut Dina dengan suara pelan. “Sekarang sikapmu berubah. Aku tidak tahu salahku di mana. Kenapa kamu sampai membenciku?”

“Kesalahanmu karena kamu terlahir jadi seseorang yang kakek inginkan,” jawab Arka sorot matanya dingin. Meski suaranya terdengar rendah, namun membuat Dina semakin sulit bernapas.

Dina terpaku. Ia menelan ludah. “Jadi aku bukan wanita yang kamu inginkan? Lalu kenapa kamu menikahiku?” Ia menjeda, lalu bertanya lebih lirih lagi. “Apa karena wanita yang kamu temui sore itu?” Tubuhnya bergetar hebat karena mengingat bagaimana tamparan Arka saat ia membahas tentang wanita lain.

Sekejap, rahang Arka menegang. “Dina,” ucapnya pelan. “Aku sedang berusaha supaya bekas tanganku tidak lagi ada di pipimu. Jadi, jangan mengundang amarahku.”

Ia menarik napas panjang, lalu mendengus.

“Cukup jadi istri yang patuh padaku, dan jangan mencari tahu apa pun tentang alasanku sampai seperti ini!”

Dina bisa merasakan ada rahasia di balik sikap Arka, tapi ia terlalu takut untuk mencari tahu.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 6. Kemarahan Arka

    Makan malam berakhir dengan tawa dan ucapan perpisahan yang sopan. Dina menunduk hormat sebelum beranjak, melangkah lebih dulu menuju parkiran. Malam sudah turun sempurna, cahaya lampu restoran memantul lembut di aspal. Belum sempat ia melangkah jauh, sebuah suara memanggil pelan dari belakang. Dina menoleh, melihat Davin berjalan tergesa ke arahnya. “Apakah kita masih bisa bertemu lagi?” tanya Davin cukup untuk mengguncang tenang yang berusaha Dina pertahankan. Dina menatapnya sesaat, napasnya terasa berat. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi semua hanya berhenti di tenggorokan. Ia akhirnya tersenyum tipis. “Mungkin,” lirihnya. “Kalau waktunya mengizinkan, Mas.” Dina berbalik, melangkah pergi dengan langkah tenang, padahal di dalam dirinya segalanya terasa berantakan. Dina menatap pantulan dirinya di jendela mobil yang perlahan melaju menjauh. Ada sesuatu yang berbeda di sana, seulas senyum yang sudah lama tak berani muncul, dan getar halus di dadanya yang membuatny

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 5. Kepalsuan

    “Kalau boleh tahu, sudah berapa lama Arka dan istrinya menikah?” tanya Veronika, nada suaranya ringan, disertai senyum sopan. “Setahun, Bu Vero,” jawab Rina, terdengar bangga tapi tetap menjaga nada agar terdengar santai. “Wah, masih bau-bau bulan madu, ya,” ujar Veronika terkekeh kecil. Tatapannya beralih pada Dina. “Apalagi Dina ini cantik sekali. Beruntung sekali Arka bisa mendapatkan istri secantik ini.” Rina tertawa lembut, matanya menyipit menahan senang. “Aduh, Ibu Vero bisa saja. Terima kasih, ya, sudah memuji. Tapi anak saya juga beruntung bisa mendapatkan suami seperti Arka.” Dina mencoba tampak tenang meski pipinya memanas. Ia tahu betul, kalimat pujian yang sederhana bisa berubah menjadi bahan pembicaraan panjang di meja seperti ini. Arka yang duduk di sebelah Dina, tersenyum lebar. Ia lalu meraih tangan istrinya dan menyentuh punggungnya dengan lembut, gerakan yang tampak penuh kasih. “Tentu saja, Bu Vero. Saya sangat beruntung memiliki Dina sebagai istri saya,” uja

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 4. Sudah bertunangan

    Davin tersenyum lembut, ada kehangatan samar di matanya, seolah ia masih sulit percaya bahwa wanita yang kini berdiri di hadapannya adalah sosok yang dulu pernah ia kenal begitu dekat. “Kalian saling kenal?” tanya Arka sambil melirik bergantian antara Davin dan Dina, nadanya penuh selidik. Davin menoleh pada Arka, lalu kembali menatap Dina. “Dinarayu ini adik tingkatku semasa kuliah,” ujarnya tenang. “Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu di sini. Dan ternyata kamu istrinya sahabatku.” Dina menelan ludah. Ada getar halus yang tak mampu ia sembunyikan. Lelaki ini masih membawa sesuatu dalam dirinya. Kenangan yang lembut, tapi menyesakkan. “Mas… apa kabarmu?” tanyanya tanpa sadar. Belum sempat Davin menjawab, Arka meremas pinggang Dina sedikit kasar, seolah memberi peringatan tanpa suara. Dina tersentak kecil, berusaha menyamarkan rasa perih dengan senyum kaku di wajahnya. “Baik,” jawab Davin akhirnya, suaranya tetap tenang, tapi matanya menatap tajam ke arah Arka, meny

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 3. Pertemuan yang tak terduga

    Pagi itu Dina sudah berada di restoran, ia membantu di dapur dan sesekali melayani pelanggan. Menjelang sore, saat bersiap untuk pulang, ponselnya berdering. Nama Arka tertera di layar, refleks ia langsung mengangkatnya. “Dina, kamu dimana?” Suara dingin itu langsung terdengar tanpa basa-basi. “Di restoran, Mas,” jawab Dina hati-hati. “Pulang sekarang. Bersihkan diri, lalu kembali lagi ke restoran. Malam ini mama-papaku, kakek, dan keluarga sahabatku akan makan malam di sana. Bilang pada orang tuamu untuk bersiap. Dandan yang rapi dan jangan membuatku malu. Aku ingin mengenalkanmu pada sahabatku,” ujar Arka, nadanya terdengar seperti perintah. “Baik, Mas. Tapi me—” Sambungan terputus begitu saja sebelum Dina sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia menatap layar ponselnya beberapa detik, lalu menghembuskan napas berat. Ia berbalik menuju meja kasir, tempat ibunya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. “Ma,” panggil Dina pelan sambil mendekat ke meja kasir. Rina menoleh. “I

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 2. Permintaan mama

    Pagi baru saja datang ketika suara ponsel di atas meja berdering. Dina menoleh malas, masih meringkuk di ranjang dengan tubuh yang terasa letih. Namun begitu melihat nama mama tertera di layar, ia tak punya pilihan selain mengangkatnya. “Din, bisa datang ke restoran sekarang? Ramai sekali. Kami butuh tenaga tambahan, Nak.” Suara Rina terdengar cemas sekaligus mendesak dari seberang. Dina terdiam beberapa detik. Ingin rasanya menolak, berkata kalau ia sedang tidak enak badan. Ia hanya ingin bersembunyi di balik selimut, menutup mata, dan hilang sejenak dari dunia luar. Tapi kata-kata itu mengendap di tenggorokan. Ia tak sanggup menolak permintaan sang ibu. “Iya, Ma… sebentar lagi Dina ke sana,” jawabnya pelan. Begitu panggilan berakhir, Dina menutup wajah dengan kedua tangan. Tubuhnya lelah, hatinya pun sama, tapi ia tak punya pilihan. Dengan langkah berat, ia akhirnya bangkit dari ranjang. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Dina duduk di depan meja rias. Ia meman

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 1. Rumah tangga yang retak

    Begitu suara pintu berderit pelan terdengar, Dina spontan bangkit. Langkah sepatu yang semakin mendekat membuatnya bergegas ke ruang tamu, menyambut Arka—suaminya— yang baru pulang. “Mas baru pulang?” tanyanya pelan. “Ada pekerjaan tambahan di kantor, ya?” Arka tidak langsung menjawab. Ia menaruh tas kerja di sofa, melepas jasnya dengan gerakan malas. “Bisa tidak kamu jangan banyak tanya?” ucap Arka dingin, tanpa menoleh sedikit pun. “Aku bertanya karena khawatir, Mas. Biasanya kamu tidak pulang selarut ini.” Tak ada jawaban. Arka berjalan melewatinya, meninggalkan aroma parfum yang samar. Jas yang dijatuhkannya ke lantai Dina pungut perlahan, lalu ia lipat di lengannya. “Kamu pasti lapar,” tuturnya lembut, mencoba menawarkan kehangatan yang tak pernah disambut. “Makan dulu, ya, Mas. Aku siapkan untukmu.” “Aku tidak lapar.” Dina menatap punggung Arka yang menjauh menuju tangga. “Kalau begitu, mau aku siapkan air hangat?” “Tidak perlu.” “Mas, mungkin kalau makan s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status