Wanita berkerudung biru muda itu menarik tubuhnya menjauh dari lelaki yang duduk pada bangku kemudi yang berusaha menyentuh punggung tangannya. Wajahnya terlihat ketakutan saat lelaki yang usianya hampir lima puluh tahun lebih itu menjatuhkan tatapan menggoda kepadanya."Kenapa, As?" ucapnya dengan nada lembut yang terdengar begitu mendayu. Ekor matanya melirik pada Asma dengan tatapan menggoda.Asma sama sekali tidak menjawab, ia memilih membuang wajahnya ke arah samping kaca mobil. Keringat dingin membasahi pelipis wanita itu.Terdengar lelaki yang duduk di sampingnya membuang nafas berat. "Baiklah kalau kamu belum siap. Tidak masalah," ucapnya mengakhiri kalimatnya dengan nada lesu. "Tapi aku harap, setelah kamu sudah resmi menjadi istriku maka kamu harus menuruti semua kemauanku," cetus Juragan Jali memberikan penekanan diujung kalimatnya.Asma tidak bergeming, tidak terasa sudut matanya telah basah. Bahkan air mata berlinang membasahi pipi wanita itu tanpa sepengetahuan lelaki ya
Lelaki berkemeja hitam itu melepaskan kacamata yang bertengger di atas hidungnya. Wajah menawan itu tidak lain adalah Wisnu, lelaki yang Asma pikir sudah melupakannya setelah menghilang begitu."Abang!" Pengantin wanita yang mengenakan pakaian adat sunda itu bangkit dari bangku yang berada di depan penghulu. Meninggalkan mempelai lelaki yang meradang seketika setelah melihat seseorang telah mengacaukan acaranya."Asma, tunggu!" teriak Juragan Jali.Asma sama sekali tidak mempedulikan panggilan lelaki yang usianya hampir sepantaran Abah itu. Wanita cantik berbalut gaun pengantin itu menjatuhkan tubuhnya memeluk lelaki berkemeja hitam yang dikelilingi oleh lelaki bertubuh besar dengan seragam yang sama. Sejenak wanita itu terisak dalam pelukan Wisnu."Kamu adalah Bang Wisnuku, kan?" ucap Asma setelah melepaskan pelukannya dari tubuh Wisnu. "Iya lah Neng, ini Abang!" sahut lelaki berkemeja hitam itu seraya menyunggingkan senyumnya yang khas. Asma semakin terisak. Ketampanan suaminya se
"Kenapa Abang melakukan itu?" ucap Asma dengan bibir mengerucut. Ia tau jika Juragan Jali sedang mengambil kesempatan untuk memanfaatkan situasi yang sedang terjadi.Wisnu tersenyum, tangannya masih setia mengusap lembut ujung kepala Asma. Lelaki itu sama sekali tidak memberikan jawaban apapun kepada Asma."Uang satu milyar itu kan sangat banyak sekali, Bang!" suara Asma terdengar lesu. Ia tidak rela jika Wisnu akan memberikan uang itu pada lelaki beristri banyak itu."Tidak apa-apa!" sahut Wisnu setelah beberapa saat ia terdiam. Sontak Asma menarik kepalanya dari bahu lelaki yang baru saja menuntaskan hasrat bersama dengannya. Menuntaskan rindu yang selama ini menyiksa batinnya."Kok begitu?" protes Asma."Iya tidak apa-apa!" Wisnu menatap."Tapi itu kan uang yang sangat banyak sekali Abang. Lagipula hutang Abah juga tidak mungkin sampai sebanyak itu," protes Asma dengan bibir mengerucut.Wisnu tersenyum melihat wajah kesal istrinya. Lelaki itu membelai lembut wajah cantik gadis bert
Suara tangisan yang berasal dari dalam kamar mengejutkan Wisnu yang baru tiba di rumah. Lelaki itu segera berhambur menuju ke arah kamar, sumber suara itu terdengar."Asma, ada apa?" ucap Wisnu menyentuh bahu wanita yang bergerak naik turun di atas pembaringan. "Apa yang terjadi?" tanya Wisnu panik, karena Asma semakin mengeraskan bahunya. Ia sama sekali tidak mau menatap ada Wisnu. Wanita itu semakin menenggelamkan wajahnya pada bantal yang telah basah oleh airmata."Neng, ada apa? Cerita sama Abang? Apakah Abah melakukan sesuatu lagi sama Neng Asma?" ucap Wisnu dengan nada lembut sekali. Ia menyentuh bahu Asma kembali. Namun, Asma kembali menepis kasar tangan itu dari bahu Asma.Asma menggelengkan kepalanya. Tanpa beranjak sedikitpun dari posisinya. Wanita itu semakin terisak dan terdengar menyayat hati.Wisnu semakin bingung. Baru kali ini ia mendapati istrinya yang selalu penurut dan kuat menghadapi semua cobaan menangis tersedu-sedu."Ya sudah kalau Neng, tidak mau cerita sama Ab
"Silahkan buka mata anda!"Perlahan Asma membuka kedua netranya. Pantulan dirinya pada cermin membuat Asma berdecak kagum. Paras cantik berbalut kerudung berwarna milo tampak pada kaca yang berada di depan Asma."Apakah ini aku?" ucap Asma mengusap lembut wajahnya. Kini kulitnya selembut kapas. Asma tidak percaya jika dirinya bisa secantik saat ini. Wanita yang berdiri di belakang Asma tersenyum kecil."Ternyata aku cantik sekali," tutur Asma senang. Sekarang dirinya sudah pantas disebut sebagai Nyonya Wisnu pemilik perkebunan keluarga Sangir. Bukan lagi gadis sederhana dari pelosok desa."Sudah selesai Mbak! Apakah masih ada yang anda inginkan?" tanya wanita yang berada di belakang punggung Asma seraya menyungingkan senyuman hangat."Tidak, tidak, ini sudah sangat sempurna sekali," ucap Asma sesekali memutar tubuhnya ke kiri dan ke kanan di depan cermin. Netra wanita itu dipenuhi binar."Pasti Abang akan terkejut melihat aku yang cantik seperti ini." Asma tidak sabar ingin segera mem
Wisnu mendadak diam. Kerongkongannya tercekat. Bahkan ia sama sekali tidak menyadari jika wanita yang berdiri di depannya telah melepas dasi yang melingkar pada lehernya dan sekarang Asma sedang menatapnya penuh curiga."Bang, kok diam?" celetuk Asma menyadarkan Wisnu."Di pakaikan ...!" Belum sempat Wisnu menyelesaikan kalimatnya, Asma menarik dasi dari leher Wisnu."Sudahlah, tidak usah pakai dasi saja!" ucap Asma berjalan masuk ke dalam kamar melewati Wisnu. Saat itulah Wisnu baru tersadar jika dasi yang melingkar pada lehernya sudah berpindah."Lagi pula cuma bertemu dengan Abah," cerocos Asma yang masih sempat Wisnu dengar di luar pintu."Oh, ya sudah!" sahut Wisnu membenarkan sedikit kemeja yang ia kenakan setelah terdiam beberapa saat.______"Assalamualaikum ...!""Assalamualaikum ...!" Beberapa kali Asma mengucap salam di depan pintu rumah Umi, tidak ada jawaban sama sekali dari dalam rumah. Bahkan celotehan Akbar yang biasanya akan menyambut kedatangannya kini juga tidak te
"Sudah, tidak apa-apa, ini hanya luka kecil saja." Tolak Abah tak kala Rani akan meminta lelaki itu untuk dirawat di rumah sakit."Sudahlah Abah, Abah menurut saja," sahut Rani dengan nada lesu. Kesedihan tergambar dari wajah Rani."Tapi apa sudah jauh lebih baik, Ran!" sahut Abah. Dokter memang meminta Abah untuk dirawat saja di rumah sakit hingga beberapa hari ke depan. Karena luka pada kaki Abah cukup serius. Tapi lelaki itu bersikukuh untuk pulang dan menjalani rawat jalan saja. Sebenarnya Rani tahu apa yang menjadi alasan lelaki itu, semua tidak lebih karena ketidak mampuan ekonomi Abah."Iya, Ran, biar Abah dirawat di rumah saja." Wanita yang duduk di samping Abah menimpali ucapan Rani.Lelaki berseragam putih yang duduk pada bangku di depan Abah dan Umi menatap pada Umi dan Abah serta Rani saling bergantian."Tapi, Umi, kata dokter kan Abah harus dirawat dulu. Setidaknya sampai luka di kaki Abah itu lebih baik," desak Rani. Abah dan Umi bungkam. Pasangan suami istri itu sesaa
Asma terdiam sejenak, menatap pada Wisnu yang berdiri di belakang punggungnya."Abah tidak perlu memikirkan hal itu yang terpenting adalah kesembuhan Abah," sahut Wisnu dengan nada lembut khas lelaki itu. Ia menjatuhkan tatapan lekat pada Abah."Abang!" seru Asma menaikkan kedua alisnya. Wisnu menggenggam tangan Asma meyakinkan jika semuanya akan baik-baik saja."Terimakasih Wisnu, maafkan Abah jika selama ini sudah bersikap buruk kepadamu," tutur Abah seraya menyeka sudut matanya yang basah. Penyesalan tergambar dari wajah Abah.Setelah menjenguk Abah Asma dan Wisnu segera kembali pulang ke rumah Abah untuk menjemput putra semata wayang mereka yang ia titipkan kepada Ibu Fatimah, ibu dari Ustaz Azhar."Terimakasih Bu, maaf sudah merepotkan," ucap Asma sebelum meninggal rumah Ustaz Azhar untuk mengambil putranya."Tidak apa-apa Asma," balas wanita yang tidak lagi muda itu melemparkan senyuman hangat pada Asma dan juga Wisnu. "Akbar tidak nakal kok," imbuhnya tersenyum kecil."Bagaiman