BAB 1
Suara musik menghentak, membuat telinga siapapun yang mendengarnya hampir pecah setiap kali lagu itu menyentuh nada bass yang rendah. Bau rokok bercampur parfum dan keringat orang yang sedang menikmati meriahnya pesta di sebuah klub malam ini, juga semerbak memenuhi hidung.
Beth, perempuan yang baru pertama kali menginjakkan kaki di suasana kacau macam begini, mulai merasa tidak nyaman. Kakinya ia getarkan gelisah. Ia sedang menyiapkan manuver untuk kabur sewantu-waktu. Pakaiannya juga tidak nyaman. Beth mengenakan rok pendek yang mencetak bokong persiknya dengan begitu jelas. Kakinya yang jenjang juga tak mungkin bisa tertutupi rok itu, apalagi potongan dada rendah dari atasannya yang hampir menumpahkan dadanya.
Sedangkan, sehari-harinya, ia biasa mengenakan celana panjang berbahan kain yang kebesaran dan atasan tertutup.
Namun ia harus kuat, inilah kesempatan satu-satunya untuk mengakhiri penderitaannya. Malam ini ia harus berakhir di ranjang dengan seseorang agar misinya berhasil.
Annabeth Louis, 27, telah menikah selama lima tahun dengan Seth. Namun belum juga dikaruniai anak. Setiap waktu, di setiap kesempatan, ibu mertua dan kedua kakak iparnya merundung Beth dengan mengatakan bahwa ia adalah perempuan mandul dan merupakan aib keluarga Seth.
Ditambah lagi, bagaimana mungkin ia bisa hamil jika suaminya saja enggan menggaulinya. Setiap bulan, jika ia beruntung, Seth biasa menidurinya sebanyak dua kali. Namun jika ia sedang apes, Seth sama sekali tidak menyentuhnya.
Beberapa malam yang lalu, Seth sempat mengucap akan menceraikannya.
Tidak, Beth tidak bisa bercerai dari Seth. Keluarganya akan dicap apa lagi oleh lingkungannya.
Terlebih lagi, Beth tidak bisa bercerai dari Seth karena gajinya tidak akan cukup untuk menghidupi dirinya dan ibunya. Selama ini Seth membantu banyak dengan menyisihkan jatah untuk Ibu Beth. Ayahnya yang pemabuk itu masih sering datang ke rumah untuk meminta uang, dan jika tidak ada uang ia akan kembali memukuli si ibu tanpa Beth ketahui.
Maka dari itu, malam ini Beth memberanikan diri untuk mencari pria yang mau menidurinya. Harus malam ini, karena menurut perhitungan kalender, hari ini adalah masa suburnya. Ia sudah pergi ke dokter kandungan dan dari hasil pemeriksaan, Beth adalah perempuan subur dan sehat.
Masalahnya hanya suaminya tidak tertarik tidur dengannya, begitu pikir Beth. Dan suaminya sedang dinas ke luar kota selama seminggu. Jika bukan sekarang, ia takut sebentar lagi ia akan diceraikan.
Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mencari target laki-laki yang terlihat bagus untuk menjadi calon penyumbang benih. Banyak dari para pria itu juga telah memindai tubuhnya dan tertarik, tentu saja.
“Aku hanya harus memilih salah satu dari mereka yang telah melirikku,” pikir Beth sambil beberapa kali menelan ludah karena gelisah, grogi dan malu atas penampilan ini. Karena itu ia meneguk gelasnya yang berisi bir.
Ia membaca di sebuah artikel tentang cara menenangkan diri di situasi menegangkan. Alkohol adalah salah satu jawabannya. Terus terang, baru pertama kali ini ia menegak minuman macam begini. Rasanya pahit, ia heran kenapa banyak orang menyukainya. Ia teguk sekali lagi, kali ini menjejalkannya ke dalam tenggorokan guna menerima efek menenangkan itu.
Kembali ia memindai para lelaki yang duduk tidak terlalu jauh darinya. Ada tiga orang, ia paling tertarik dengan yang duduk sebelah kanan. Tubuhnya tinggi, kekar dan tegap, pasti bisa menghasilkan benih yang subur baginya.
Beth memperbaiki posisi duduknya, kali ini ia menyilangkan kaki kirinya dan menatap pria incarannya dengan intens. Memperlihatkan bokongnya yang menantang. Lagi-lagi kata artikel yang ia baca, pria bisa tertarik dengan bokong saja. Diteguknya kembali bir pahit itu hingga habis tak bersisa, kepalanya sudah mulai ringan dan ia merasa bagian tubuhnya melembut seperti jeli. Ini yang namanya mabuk, kata hatinya.
Benar saja, posisi duduknya yang baru telah mengundang si pria tinggi bertubuh kekar dan tegap itu untuk datang. Ia menggengam sebuah gelas dengan minuman berwarna cokelat seperti teh.
“Hei, sendiri aja? Boleh aku duduk di sini?” tanya pria itu.
Beth mengangguk sambil tersenyum, efek bir itu sungguh dahsyat, Beth si pemalu berani didekati oleh lawan jenis selain suaminya. Biasanya ia akan gemetar dan lebih parah lagi, kabur. Awal yang bagus, pikirnya.
“Minuman itu nggak cocok buat cewek, aku traktir minuman yang segar boleh?” tanya pria itu lagi.
Beth menjawab, “iya,” dengan riang, sambil memilin rambutnya yang pendek hampir sebahu. Ajaib, pikirnya, cairan penenang yang mujarab. Beth telah perlahan berubah.
Sesaat kemudian seorang pelayan membawakan segelas minuman berwarna merah muda yang terlihat segar dengan hiasan irisan jeruk nipis. Beth heran di sebuah klub malam ada yang menjual minuman seperti ini.
“Singapore sling for the lady,” kata sang pelayan kemudian menaruh gelas itu di hadapan Beth.
“Thanks,” ucap Beth.
“Silakan diminum,” kata pria yang Beth belum tahu namanya.
Beth meminumnya lewat sedotan yang diberikan. Manis namun ada rasa segar dan kecut. Ia suka ini. Bisa menghilangkan rasa pahit dari bir yang telah ia minum tadi.
Namun aneh, rasanya tubuhnya kian ringan. Duduknya mulai gontai.
Pria yang memberikannya minuman itu merasa heran dan tersenyum miring, Singapore Sling saja bikin cewek dengan tubuh seksi dan pakaian minim ini mulai mabuk?
“Enak, boleh aku minta lagi?” tubuh Beth bergerak seperti jeli yang disentuh. Bergoyang-goyang.
“Sure,” jawab si pria lalu menjentikkan jarinya dan seorang pelayan datang. Ia berbisik kepadanya dan sesaat kemudian, si pelayan kembali membawa gelas berisi minuman berwarna merah muda itu.
“Yum … Makasih ya,” Beth menyedot minuman itu hingga habis lagi. Wow, ini minuman apa, kenapa tubuhnya serasa tambah ringan.
“Kamu suka?” tanya pria itu.
“Hah? Suka?” nada bicara Beth mulai terdengar aneh.
“Aku … mau … satu … lagi … boleh … nggak?” Beth kemudian terkekeh pelan.
“Ok, satu lagi, setelah itu sudah ya,” kembali pria itu menjentikkan jarinya ke arah waiter dan sesaat kemudian datang lagi segelas Singapore Sling yang menyegarkan itu.
Beth menghabiskannya lagi dan hampir ambruk dari kursi. Pria itu dengan sigap mencegahnya jatuh terjerembap ke lantai. Beth menatap Cayden tepat di manik matanya.
“Kamu ganteng, siapa namamu?” Beth mulai lepas kendali, benar kata artikel itu, ia benar-benar lepas dari kegugupannya dan juga lepas dari kepribadian aslinya.
Pria itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, benar-benar heran dengan perempuan dengan toleransi alkohol yang rendah namun mengenakan pakaian dengan kesan sebaliknya.
“Cayden, call me Cayden. Namamu siapa?” Lengan Beth masih bergelayutan di leher Cayden dan lengan Cayden melingkar di pinggangnya yang kecil.
“Beth, namaku Beth dan aku ke sini karena ingin dihamili.”
Tanpa sepengetahuan Beth, Cayden menempatkan dua orang suruhan untuk mengawasinya dari dekat, sebagai langkah antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka bekerja secara bergiliran agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Beth.Siang ini, Beth dan Nina berjalan ke belakang kantor mereka menuju tempat biasa untuk membeli makan siang. Sementara itu, James membagikan semua laporan mengenai Beth kepada Cayden."Hari ini saya boleh pulang lebih awal?" tanya Cayden. Ia ingin segera menjemput Beth dan pulang bersama. Selama hampir sebulan Cayden tidak masuk kantor, para karyawan seolah merasa bebas. Jarang ada lembur, dan jumlah rapat pun berkurang. Semua menikmati efek dari sikap bucin Cayden.James berdeham. "Hari ini Anda ada janji dengan klien, Sir. Sepertinya akan melewati jam makan malam.""Tidak bisa diganti hari? Saya ada janji," ujar Cayden. Tidak perlu ditanya, James tahu persis janji itu dengan siapa."Maaf, Sir, pertemuan ini sangat penting. Ini kelanjutan dari pe
Berkat bantuan tim pengacara Beth dan koneksi keluarga Amberforth, proses perceraiannya dengan Seth dapat dipercepat. Tidak lama lagi, Beth akan resmi bercerai dari Seth. Hari ini, Cayden mendampingi Beth ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan sebagai saksi sekaligus korban dalam kasus yang memberatkan Seth. Lagi-lagi, uang dan kuasa keluarga Amberforth akan membantu Beth mendapatkan keadilan.Erica dan kedua kakak Seth telah dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Status Erica kemungkinan besar akan dinaikkan menjadi tersangka, karena terungkap bahwa pada hari kejadian, dialah yang menyarankan Seth untuk membawa Beth ke rumah kosong milik keluarga mereka, serta mendorong Seth untuk melarikan diri setelah menyiksa Beth.Beth kembali bekerja setelah hampir sebulan beristirahat. Ia memaksa untuk kembali bekerja meskipun Cayden melarangnya. Alasannya, ia akan merasa sangat bosan jika hanya berdiam diri di penthouse tanpa melakukan apa pun. Dengan berat hati, Cayden mengantar Beth hi
“Kenapa bertanya?” balas Beth sambil menatap bibir Cayden. Ia berusaha menyembunyikan keinginannya yang mulai menetes di tenggorokan.“Karena kali ini, kita tidak bercinta untuk segera hamil. Apa kamu masih menginginkannya? Tidak masalah jika setelah ini kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” ucap Cayden, akhirnya.Beth terlihat kikuk. Ia berharap Cayden hanya menciumnya seperti biasa, cukup untuk membangkitkan hasratnya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.“Apa rasanya akan sama?” tanya Beth, suaranya nyaris berbisik.“Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya,” jawab Cayden.Ia mengikis jarak dan mengecup batas rambut Beth. Lama dan lembut. Kedua tangannya menangkup pipi Beth, membelainya dengan ibu jari. Lalu mencium mata kanan, kiri, dan kedua pipinya secara bergantian.“Kamu berharga, Beth. Kamu sangat layak mendapatkan semua kasih sayang di dunia ini,” ucap Cayden.Setelah itu, bibir mereka bertaut. Cayden menyapukan lidahnya lembut di sela bibir Beth. Kali ini berbeda. Le
Cayden melepaskan pelukannya, meraih pundak Beth, lalu dengan lembut menghadapkannya. Ia sedikit menunduk agar pandangan mereka sejajar.“Entah sejak kapan, tetapi mulai sekarang aku ingin kamu hanya memandangku. Aku akan melindungimu, Beth. Aku ingin mengambil semua beban dari pundakmu,” ucap Cayden sembari membelai lengan Beth dengan penuh kasih.“Kenapa? Mengapa kamu ingin melakukan semua itu untukku?” tanya Beth. Ia menatap mata Cayden, berharap menemukan jawaban yang selama ini samar, kini mulai terlihat jelas.“Karena kamu berharga dan layak mendapatkan semua itu dariku. Dan... sepertinya aku telah jatuh cinta kepadamu,” jawab Cayden. Tatapan laki-laki itu semakin dalam. Tatapan yang selama ini diperhatikan Beth dengan diam-diam. Apakah selama ini juga hati Cayden telah berlabuh padanya?“Maafkan aku... maaf,” bisik Beth lirih. Ia memejamkan mata, lalu kembali memeluk Cayden dan menghirup aroma tubuh laki-laki itu dalam-dalam. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan kewarasan. Cha
“Ada...” kata Beth perlahan. Inilah saat yang ditunggu Cayden. Untuk menenangkan diri, ia mencoba mengingat kembali kompetisi apa saja yang pernah ia menangi dari Charles semasa di Amerika. Tapi—tunggu—tidak ada. Gawat. Ia selalu berada satu peringkat di belakang Charles.Tenang, Beth. Cepat atau lambat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Cayden mungkin adalah masa depanmu, bisiknya pada diri sendiri. Kemungkinan untuk bertemu Charles lagi pun sangat kecil, bukan? Selama lima tahun ini mereka tidak pernah sekalipun bertemu.“Mmm... kamu kenal—” kata Beth, tapi kalimatnya terpotong oleh kehadiran ibunya. Wajah ibunya tampak ceria melihat Cayden menyuapi putrinya. Sementara itu, Cayden hanya bisa mengumpat dalam hati. Kapan lagi Beth akan membuka dirinya seperti tadi?Bukan karena Cayden terlalu peduli pada kejujuran Beth tentang Charles. Ia paham sepenuhnya bahwa Beth berhak memilih untuk bercerita atau tidak. Ia hanya berharap Beth sudah benar-benar selesai dengan perasaannya dan berhent
“Apa sekarang Beth sedang dekat dengan orang kaya raya?” tanya Ralph Louis, 57 tahun, mantan suami Rachel dan ayah dari Beth. Pria itu, meskipun telah berumur dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan sejak usia tujuh belas tahun, masih menyisakan sisa-sisa ketampanannya. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir dalam, seolah mendapat ilham atau inspirasi.“Y-ya... Beth memang selalu menjadi penyelamat keluarga, Mas,” ujar Rachel lirih, ibunda Beth. Sejak menikah hingga kini—meski mereka telah bercerai—Ralph tetap mencengkeram kehidupan Rachel dengan erat. Kehadirannya memberi dampak buruk, tidak hanya pada Rachel, tapi juga pada Beth, anak mereka satu-satunya. Rachel selalu menuruti setiap kehendak Ralph. Jika tidak, maka pukulan dan hinaanlah yang akan ia terima.Setiap bulan, uang yang diberikan Beth kepadanya akan disetorkan kepada Ralph. Para tetangga sudah sering membicarakan mereka di belakang. Bahkan para warga setempat pernah menggerebek rumah mereka dengan tuduhan tinggal se
Karena menjadi tulang punggung keluarga lah Beth terpaksa menerima Seth, yang pada akhirnya justru memperlakukannya dengan tidak pantas. Cayden tahu, ia telah mendahului Beth dalam mengambil keputusan. Bagaimana jika Beth tidak setuju? Saat mereka berada di mansion keluarga Amberforth, Beth tidak mengiyakan, tapi juga tidak menolak.“Ah… saya jadi tidak tahu harus berkata apa. Saya sangat berterima kasih,” ucap sang ibu dengan suara lirih. Ia bersyukur Beth akhirnya menemukan sosok pengganti Charles—dan bukan seperti Seth.“Saya sedih karena anak saya harus menanggung penderitaan akibat perbuatan ayahnya. Seandainya tidak ada kejadian itu, dan saya cukup kuat untuk mencegahnya, mungkin hidup Beth akan berbeda. Ia bisa lebih bahagia dan tidak perlu menikah dengan pria seperti Seth.”Apakah ini saatnya masa lalu Beth diungkap? Perempuan yang berada di hadapan Cayden ini pernah hampir menjadi besan keluarga Donnovan. Haruskah Cayden bersiap secara batin menghadapi kenyataan itu?“Ayah Be
Beth merasakan tubuhnya mulai menghangat, meskipun ia tidak jadi menggunakan kain bekas spanduk untuk menutupi dirinya. Ia juga merasa tubuhnya diangkat. Samar-samar ia mencium aroma parfum yang biasa dipakai Cayden. Wah, apakah seperti ini rasanya dijemput ajal? pikirnya. Rupanya malaikat maut pun memakai parfum.Beth segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Cayden menemukannya dalam kondisi hampir telanjang, dengan tubuh penuh luka dan lebam.“Seth Heron harus membayar semua ini,” ujar Cayden dengan penuh amarah. “Lapor, Tuan. Kami telah menemukan lokasi mobil milik Seth Heron,” lapor salah satu anak buah George Amberforth. “Bagus. Bawa dia ke hadapanku sekarang juga,” perintah Cayden. Ia tidak berniat menyerahkannya kepada pihak kepolisian sebelum pria itu hancur di tangannya sendiri. “Orangnya sudah melarikan diri, Pak. Kami sedang melacaknya.” “KURANG AJAR!” seru Cayden dengan penuh kemarahan.***Malam setelah Beth dipukul hingga pingsan.Seth mendekati tubuh Beth yang ter
Keesokan harinya, di penthouse milik Cayden.Sudah pukul tujuh pagi, namun Beth belum juga datang. Apakah ia sakit? Ini tidak seperti biasanya. Cayden meraih ponselnya untuk menghubungi perempuan itu. Terdengar nada sambung sebanyak tiga kali, namun Beth belum mengangkat. Pada nada keempat, akhirnya telepon diangkat.“Halo, Beth... mengapa tidak datang ke sini?”“Halo... Eh, ini saya menemukan tas di depan kost. Sepertinya pemiliknya menjatuhkannya,” terdengar suara seorang laki-laki yang tidak dikenali Cayden. Ada apa ini? Bagaimana ia bisa memegang ponsel Beth?“Saya akan segera ke sana,” ucap Cayden cepat. Ia langsung mengambil jaketnya, menyambar kunci mobil, lalu masuk ke lift pribadi. Perasaannya tidak tenang. Apa yang sebenarnya terjadi pada Beth?“Oke...” jawab suara di seberang singkat.Tak sampai satu jam, Cayden sudah tiba di depan kost Beth dan segera menelepon ponsel Beth kembali. Seseorang muncul dari balik gerbang; ia terlihat membawa tas milik Beth. Cayden segera turun