Efek alkohol yang Beth tadi rasakan sudah mulai memudar sejak ia masuk kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai mandi, ia melihat bayangannya di kaca kamar mandi, baru pertama kali ini ia melihat bayangan seorang wanita yang berbeda dari biasanya. Terlihat lelah namun segar di saat bersamaan.
Ia melirik jam di ponselnya, gawat sudah pukul 02.38. Apa mungkin ia pulang jam segini tanpa digunjingkan para tetangganya? Dan bagaimana caranya ia pulang? Dengan taksi online? Membayangkannya saja ia seram. Biasanya, ia tidak pernah keluar rumah setelah jam delapan malam.
Keluar dari kamar mandi, ia berjinjit, takut membangunkan Cayden yang telah tertidur pulas dengan tubuh polos dan hanya ditutupi selimut.
Ia memutuskan untuk tidur saja, besok pagi baru akan pulang. Ia membaringkan diri di sebelah Cayden yang terlihat tidak akan bangun walau ada gempa. Beth meneliti wajah laki-laki itu. Sungguh tampan dengan garis rahang yang tegas dan hidung yang mancung. Bibirnya indah, ingin rasanya ia mencicipinya lagi. Ups, apa ini? Kok jadi doyan sih?
Tiba-tiba Cayden meraih tubuh Beth yang sedang menelitinya dan mendekatkannya ke tubuhnya. Wajahnya kini begitu dekat dengan wajah Beth.
“Sudah siap untuk ronde kedua, Beth?”
Hah? Ronde kedua? Apa itu? Maksudnya gituan lagi? Seth tidak pernah meminta ronde kedua. Apa memang ada yang orang yang pernah ronde kedua? Beth bingung.
Dengan polos Beth bertanya, “hah? Ronde kedua?”
Cayden tersenyum sambil masih memejamkan mata.
“Jika kamu benar-benar ingin hamil, kita harus melakukannya lebih dari satu kali agar kesempatannya lebih besar, paham?”
Wanita ini benar-benar aneh, ia sedang berpura-pura polos atau memang benar-benar polos? Lagian, ia tidak yakin dengan pernyataan ingin dihamili itu memiliki arti yang sebenarnya. Mungkin perempuan ini hanya ingin digauli oleh pria tampan bak dewa sepertinya dan yang ia katakan itu hanya untuk membangkitkan hasratnya.
Beth memikirkannya lagi, saat ini efek alkoholnya telah memudar, artinya ia perlahan telah kembali menjadi dirinya sendiri. Jika ia melakukannya lagi, apa ia bisa tanpa merasa kikuk?
Namun benar juga kata Cayden, lebih banyak melakukannya lebih besar kemungkinannya untuk hamil. Dan jika ia hamil, artinya ia tidak akan diceraikan oleh Seth. Ibu mertua dan para kakak iparnya tidak akan merundungnya lagi dan keluarganya tidak jadi digunjingkan oleh keluarga besar dan tetangganya. Ibunya tidak akan dipukuli ayahnya jika masih bisa memberinya uang untuk mabuk-mabukan.
Wah …
“Ok ….” Demi menyelesaikan semua masalahnya sekaligus, ia setuju untuk ronde kedua, dengan kandungan alkohol yang sudah memudar.
Cayden mengecup bibirnya, gairah Beth bangkit lagi. Ini sangat nikmat, caranya mengecup sungguh lembut namun mampu mengaktifkan saraf-saraf sensitif di bibirnya yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Aku ke kamar mandi sebentar, tunggu aku ya. Buka kembali pakaianmu semua.”
Beth tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Cayden yang sekarang sedang berjalan ke kamar mandi dengan tubuh polosnya. Tak sehelai benang pun menutupinya.
Tubuh pria itu sungguh menggairahkan, pikirnya.
***
Beth terbangun keesokan harinya. Matahari telah begitu terang memenuhi suite tempatnya bercinta dengan panas tadi malam. Kepalanya sakit seperti dipukul. Ia meraih ponselnya dari dalam tas. Saat ia melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 09.45, ia melompat dari kasur dan mendapati dirinya tanpa pakaian.
Celingak-celinguk ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, tidak ada siapa-siapa. Kemana gerangan Cayden? Mungkin sudah pergi?
Ia mengangkat pundaknya, ia tidak peduli, yang terpenting, ia tinggal menunggu hasil dari percintaan panasnya tadi malam.
Beth bergegas menuju kamar mandi. Tidak ada siapa-siapa di dalam sana. Berarti benar Cayden telah pergi duluan.
Setelah selesai mandi, Beth bergegas meninggalkan suite karena taksi online yang ia pesan hampir sampai.
Sesampainya di rumah, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Terasa sakit di area kewanitaannya, kenang-kenangan kiss mark juga masih bertebaran di mana-mana. Bagaimana cara menghilangkannya? Sementara ia harus mengenakan baju panjang.
Untung ini hari minggu, jadi ia tidak perlu pergi ke kantor. Seth tidak memberinya kabar tentang perjalanan dinasnya, seperti yang selalu ia lakukan. Bisa dipastikan alasannya adalah karena ia sibuk bekerja.
***
Sementara itu, di sebuah kamar hotel di luar kota.
Sepasang kekasih sedang memadu cinta di atas ranjang yang bersprei putih. Yang perempuan sedang berada di atas, yang pria sedang menikmati pemandangan perempuan di atasnya sambil sesekali meremas gunung kembarnya.
“Seth … Aku mau ...”
“Barengan ... Conny ...”
Perempuan yang bernama Conny itu ambruk di sisi pria yang bernama Seth itu. Telah setengah jam mereka beradu kasih di tengah-tengah perjalanan dinas mereka kali ini. Hari ini hari minggu, sebenarnya, seluruh peserta dinas telah kembali ke kantor pusat. Namun, Seth dan Conny memutuskan untuk mengambil cuti besok Senin. Agar mereka bisa beradu kasih diam-diam.
Seth pertama kali bertemu dengan Conny lima tahun yang lalu. Saat itu, pria itu hampir menikah dengan Si Dingin Beth, begitu ia menyebut istrinya itu.
Conny adalah seorang perempuan yang telah menikah. Namun ia menikah dengan laki-laki yang juga dingin. Tidak perhatian dan terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Setelah sekian tahun mereka menjalani hubungan terlarang, akhirnya Conny setuju untuk bercerai dari suaminya, namun menunggu Seth menceraikan Beth dahulu.
Seth sudah tahu alasan apa yang akan dipakai untuk menceraikan istrinya. Karena Beth tidak bisa memberinya keturunan. Dan ia akan menceraikannya bulan depan.
“Kita jalan-jalan sambil makan siang ya. Mumpung bebas nih, bisa kayak pacaran.” Conny turun dari tempat tidur menuju kamar mandi.
“Ok …”
***
Beth sampai di rumahnya. Seusai mandi, ia memperhatikan dirinya di cermin. Beth tertegun melihat pantulan dirinya. Seseorang yang tidak ia kenal.
Beth menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Mengingat kembali kejadian tadi malam, ia tersenyum kecut. Bisa-bisanya ia melangkah begitu jauh hanya demi tak diceraikan.
"Semoga yang aku lakukan tadi malam tak sia-sia. Aku akan hamil dan Seth tak jadi menceraikanku," ucap Beth kemudian mengusap lehernya yang penuh kiss mark. Pengalaman bersama Cayden tak akan pernah ia lupakan.
Namun, lamunan Beth buyar. Seseorang membunyikan bel berkali-kali tanda tidak sabar ingin dibukakan. Beth yang baru saja selesai mandi terburu-buru mengganti baju dan bergegas ke arah gerbang.
Beth dan Seth tinggal di rumah yang dihadiahkan oleh ayah mertuanya. Tidak seperti ibu mertuanya, sang ayah mertua baik sekali kepadanya. Beliaulah yang selalu membela Beth jika istri dan anak-anaknya mulai merundungnya di hadapan keluarga besar mereka.
“Iya sebentar … “ begitu teriaknya dari dalam. Apa Seth sudah pulang dari dinas? Tidak mungkin, biasanya ia akan membuka pintu sendiri.
“Lama banget sih? Ngapain aja?” Kakak perempuan tertua Seth yang bernama Claire menengok dari luar pagar sambil berteriak.
Di dalam hati Beth bergumam, sekarang saatnya ia dirundung lagi.
Tanpa sepengetahuan Beth, Cayden menempatkan dua orang suruhan untuk mengawasinya dari dekat, sebagai langkah antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka bekerja secara bergiliran agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Beth.Siang ini, Beth dan Nina berjalan ke belakang kantor mereka menuju tempat biasa untuk membeli makan siang. Sementara itu, James membagikan semua laporan mengenai Beth kepada Cayden."Hari ini saya boleh pulang lebih awal?" tanya Cayden. Ia ingin segera menjemput Beth dan pulang bersama. Selama hampir sebulan Cayden tidak masuk kantor, para karyawan seolah merasa bebas. Jarang ada lembur, dan jumlah rapat pun berkurang. Semua menikmati efek dari sikap bucin Cayden.James berdeham. "Hari ini Anda ada janji dengan klien, Sir. Sepertinya akan melewati jam makan malam.""Tidak bisa diganti hari? Saya ada janji," ujar Cayden. Tidak perlu ditanya, James tahu persis janji itu dengan siapa."Maaf, Sir, pertemuan ini sangat penting. Ini kelanjutan dari pe
Berkat bantuan tim pengacara Beth dan koneksi keluarga Amberforth, proses perceraiannya dengan Seth dapat dipercepat. Tidak lama lagi, Beth akan resmi bercerai dari Seth. Hari ini, Cayden mendampingi Beth ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan sebagai saksi sekaligus korban dalam kasus yang memberatkan Seth. Lagi-lagi, uang dan kuasa keluarga Amberforth akan membantu Beth mendapatkan keadilan.Erica dan kedua kakak Seth telah dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Status Erica kemungkinan besar akan dinaikkan menjadi tersangka, karena terungkap bahwa pada hari kejadian, dialah yang menyarankan Seth untuk membawa Beth ke rumah kosong milik keluarga mereka, serta mendorong Seth untuk melarikan diri setelah menyiksa Beth.Beth kembali bekerja setelah hampir sebulan beristirahat. Ia memaksa untuk kembali bekerja meskipun Cayden melarangnya. Alasannya, ia akan merasa sangat bosan jika hanya berdiam diri di penthouse tanpa melakukan apa pun. Dengan berat hati, Cayden mengantar Beth hi
“Kenapa bertanya?” balas Beth sambil menatap bibir Cayden. Ia berusaha menyembunyikan keinginannya yang mulai menetes di tenggorokan.“Karena kali ini, kita tidak bercinta untuk segera hamil. Apa kamu masih menginginkannya? Tidak masalah jika setelah ini kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” ucap Cayden, akhirnya.Beth terlihat kikuk. Ia berharap Cayden hanya menciumnya seperti biasa, cukup untuk membangkitkan hasratnya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.“Apa rasanya akan sama?” tanya Beth, suaranya nyaris berbisik.“Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya,” jawab Cayden.Ia mengikis jarak dan mengecup batas rambut Beth. Lama dan lembut. Kedua tangannya menangkup pipi Beth, membelainya dengan ibu jari. Lalu mencium mata kanan, kiri, dan kedua pipinya secara bergantian.“Kamu berharga, Beth. Kamu sangat layak mendapatkan semua kasih sayang di dunia ini,” ucap Cayden.Setelah itu, bibir mereka bertaut. Cayden menyapukan lidahnya lembut di sela bibir Beth. Kali ini berbeda. Le
Cayden melepaskan pelukannya, meraih pundak Beth, lalu dengan lembut menghadapkannya. Ia sedikit menunduk agar pandangan mereka sejajar.“Entah sejak kapan, tetapi mulai sekarang aku ingin kamu hanya memandangku. Aku akan melindungimu, Beth. Aku ingin mengambil semua beban dari pundakmu,” ucap Cayden sembari membelai lengan Beth dengan penuh kasih.“Kenapa? Mengapa kamu ingin melakukan semua itu untukku?” tanya Beth. Ia menatap mata Cayden, berharap menemukan jawaban yang selama ini samar, kini mulai terlihat jelas.“Karena kamu berharga dan layak mendapatkan semua itu dariku. Dan... sepertinya aku telah jatuh cinta kepadamu,” jawab Cayden. Tatapan laki-laki itu semakin dalam. Tatapan yang selama ini diperhatikan Beth dengan diam-diam. Apakah selama ini juga hati Cayden telah berlabuh padanya?“Maafkan aku... maaf,” bisik Beth lirih. Ia memejamkan mata, lalu kembali memeluk Cayden dan menghirup aroma tubuh laki-laki itu dalam-dalam. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan kewarasan. Cha
“Ada...” kata Beth perlahan. Inilah saat yang ditunggu Cayden. Untuk menenangkan diri, ia mencoba mengingat kembali kompetisi apa saja yang pernah ia menangi dari Charles semasa di Amerika. Tapi—tunggu—tidak ada. Gawat. Ia selalu berada satu peringkat di belakang Charles.Tenang, Beth. Cepat atau lambat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Cayden mungkin adalah masa depanmu, bisiknya pada diri sendiri. Kemungkinan untuk bertemu Charles lagi pun sangat kecil, bukan? Selama lima tahun ini mereka tidak pernah sekalipun bertemu.“Mmm... kamu kenal—” kata Beth, tapi kalimatnya terpotong oleh kehadiran ibunya. Wajah ibunya tampak ceria melihat Cayden menyuapi putrinya. Sementara itu, Cayden hanya bisa mengumpat dalam hati. Kapan lagi Beth akan membuka dirinya seperti tadi?Bukan karena Cayden terlalu peduli pada kejujuran Beth tentang Charles. Ia paham sepenuhnya bahwa Beth berhak memilih untuk bercerita atau tidak. Ia hanya berharap Beth sudah benar-benar selesai dengan perasaannya dan berhent
“Apa sekarang Beth sedang dekat dengan orang kaya raya?” tanya Ralph Louis, 57 tahun, mantan suami Rachel dan ayah dari Beth. Pria itu, meskipun telah berumur dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan sejak usia tujuh belas tahun, masih menyisakan sisa-sisa ketampanannya. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir dalam, seolah mendapat ilham atau inspirasi.“Y-ya... Beth memang selalu menjadi penyelamat keluarga, Mas,” ujar Rachel lirih, ibunda Beth. Sejak menikah hingga kini—meski mereka telah bercerai—Ralph tetap mencengkeram kehidupan Rachel dengan erat. Kehadirannya memberi dampak buruk, tidak hanya pada Rachel, tapi juga pada Beth, anak mereka satu-satunya. Rachel selalu menuruti setiap kehendak Ralph. Jika tidak, maka pukulan dan hinaanlah yang akan ia terima.Setiap bulan, uang yang diberikan Beth kepadanya akan disetorkan kepada Ralph. Para tetangga sudah sering membicarakan mereka di belakang. Bahkan para warga setempat pernah menggerebek rumah mereka dengan tuduhan tinggal se