Share

Bertemu Bella

Author: anisusanti_
last update Huling Na-update: 2025-09-26 09:29:21

Di sinilah Alana sekarang, berdiri di depan etalase yang di dalamnya terdapat berbagai macam ponsel keluaran terbaru. Arash yang mengajaknya ke sini karena tadi mereka tidak sengaja bertemu di jalan.

"Pilih mau yang mana, nanti aku yang bayar."

Seperti biasa Arash terlihat santai dengan setelan rapinya, rambut dengan gaya potongan comma hair menambah kesan karismatik dalam dirinya.

"Beneran gak apa-apa? Kalau engga, kita pindah toko aja? Di sini terlalu mahal harganya."

"Siapa yang bayar? Aku kan? Jadi gak usah banyak protes, kamu tinggal pilih. Kalau aku ngajak ke sini artinya aku mampu."

Aura dominan Arash keluar membuat siapa saja segan menatap matanya. Begitu juga dengan Alana, dia sebenarnya malu menerima hadiah mahal, tapi menolak pun dia tidak di bolehkan.

"Makasih, kak. Aku gak tahu gimana balas budi ke kakak nanti karena aku gak punya apapun."

"Apa aku minta balasan? Santai saja tidak usah sungkan padaku. Kebetulan aku mengenal orangtuamu jadi anggap saja sebagai hadiah perkenalan."

Alana sama sekali tidak berpikiran buruk pada Arash, pikirannya terlalu polos.

"Untuk seri 17 tersedia warna lavender, white dan black. Kakaknya mau yang warna apa?"

Bibir Alana sedikit terbuka melihat ponsel yang sedang booming itu, dia sering melihat iklannya di televisi usang milik neneknya di rumah.

"Bagus banget..."

"Mau yang mana? Kalau menurutku yang lavender lebih menarik tapi itu terserahmu saja mau pilih yang mana."

"Sama. Aku juga tertarik sama warna itu, kak."

Selain menghargai saran dari Arash, Alana memang tertarik saat melihat ponsel itu di keluarkan dari kotaknya.

"Kami ambil yang ini, mba."

Selesai dengan urusan ponsel, Arash berencana mengajak Alana makan sebelum mengantarnya pulang.

"Eh? Ketemu orang miskin!"

Celetukan dari seseorang di belakangnya membuat Alana mengalihkan atensinya. Bella menatap dari atas sampai ke bawah pria yang berada di samping saudari angkatnya itu.

"Boleh juga cari cowo. Udah ngasih apa aja ke dia? Pasti udah gak perawan lagi, kan?"

"Jaga omongan kamu, Bell! Umurku lebih tua dari kamu, gak punya sopan santun banget. Pasti gak di ajarin sama pelakor itu tentang attitude!"

"Alana! Mamaku bukan pelakor!"

"Bukan pelakor tapi ngerebut suami orang lain? Mana yang di rusak rumah tangga teman sendiri, emang dasar gak tahu malu!"

Tangan Bella sudah mengudara siap melayangkan tamparan pada wajah kakak angkatnya itu, tapi sialnya tangannya di tahan oleh pria di samping Alana.

"Berani kamu tampar Alana, hari ini juga kamu berurusan dengan polisi."

Arash menghempas tangan kurus itu dengan kasar, dia menatap tajam gadis itu.

Jarinya menunjuk dengan tegas,

"Aku tidak tahu kamu punya masalah apa dengan Alana, tapi dari percakapan tadi bisa ku simpulkan kalau yang di katakan Alana benar, kamu tidak punya sopan santun!"

Alana terdiam membiarkan Arash membelanya, baru kali ini selama bertengkar dengan Bella ada yang memihaknya. Padahal Arash tergolong orang baru, bahkan mereka baru kenal dua hari.

Sementara Suryo yang notaben ayah kandungnya sendiri tidak pernah melakukan hal itu, yang ada ia di suruh mengalah terus terusan.

"Kamu di kasih apa sama Alana? Awas ya, bakal aku laporin ke papa!"

"Gak tahu malu, papa yang kamu maksud itu ayah kandungku! Uang yang kamu pakai itu juga hakku!"

"Anak yang udah di buang lebih tepatnya. Buktinya papa lebih peduli sama aku. Dengar-dengar uang semester kamu belum di bayar, ya? Mana lagi ngurusin nenek yang penyakitan. Gak heran sih sekarang jadi simpanan gini, kalau bisa main aman ya biar gak hamil di luar nikah. Kasihan nanti papa tambah malu punya anak kayak kamu."

Jangankan Alana, Arash yang mendengarnya pun ikut panas di buatnya. Kalau saja lawannya saat ini adalah seorang pria, sudah pasti di hajarnya.

"Udah? Apapun omongan kamu gak akan mempengaruhi ku, terserah kamu mau ngomong apa yang jelas ibumu tetap pelakor! Pergi sekarang sebelum aku sebarin kalau kamu anaknya gundik yang udah ngerusak rumah tangga orang!"

Ancaman itu berhasil membuat Bella mati kutu, dia tidak mungkin membiarkan orang-orang di sana tahu tentang kelakuan ibunya, walaupun itu semua benar.

Dengan cepat kakinya melangkah menjauh, masih banyak kesempatan untuk mempermalukan Alana!

"Kamu sering di tindas sama dia?"

"Bukan cuma dia, tapi ibunya yang pelakor itu selalu marah-marah kalau lihat aku."

"Mau makan dulu sebelum pulang?"

Arash tidak ingin memaksa, dia tahu kalau Alana sudah tidak mood saat ini.

"Pulang aja kak, aku udah lumayan lama ninggalin nenek di rumah, nenek lagi sakit."

"Udah periksa?"

Alana diam, ragu menjawabnya, tapi setelahnya ia mengangguk.

"Udah. Tapi cuma konsul biasa."

"Hari ini juga kita bawa nenek ke rumah sakit, masalah biaya biar aku yang tanggung."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Dijemput

    Beberapa hari kemudian, setelah Arash memberikannya hukuman, ini kali pertama Alana keluar dari rumah. Kalau bukan karena pesan yang Resta kirimkan, Alana yakin Arash akan terus mengurungnya di istana megahnya itu! "Aduh, Lan... susah banget sih ngehubungin kamu akhir-akhir ini. Kamu ganti nomor apa gimana? Kalau tahu tempat tinggal mu udah ku susul kesana." Omel Resta. Sejak bertemu tadi, temannya itu tidak berhenti mengoceh. Tapi Alana justru senang, karena mendengar omelan Resta lebih baik daripada dikurung Arash. Setidaknya diluar, ia bisa merasakan udara segar dan makan apapun yang ia mau ditengah keramaian. "Sorry. Aku gak bisa jelasin ke kamu gimana kehidupanku sekarang, yang jelas aku baik-baik aja." Alana tidak ingin mengambil resiko dengan menumbalkan Resta demi kebebasannya. Tahu sendiri sifat Arash bagaimana, salah bicara sedikit nyawa Resta bisa melayang. Anyway, Alana sudah izin dengan kekasihnya itu.Tentu saja izin yang penuh drama dan negosiasi selama hampir

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Terkurung

    Alana hanya bisa menatapnya—antara takut, cemas… dan sesuatu yang lain.Mobil terus melaju, membawa mereka menuju tempat yang hanya Arash yang tahu.Perjalanan menuju tempat pribadi Arash terasa panjang bagi Alana. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya fokus mengemudi. Tetapi atmosfer gelap darinya menekan seperti tangan tak terlihat yang perlahan mencekiknya.Setibanya di tempat yang Arash katakan—bangunan besar, tenang, dan jauh dari keramaian—Arash turun lebih dulu tanpa menunggu Alana. Ia membuka pintu penumpang, menunduk sedikit, menatap Alana dengan tatapan yang membuat napas gadis itu terputus."Turun."Alana mengerjapkan mata. "Arash… jangan seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik, kan?""Aku sedang sangat baik," jawab Arash datar. "Kalau aku tidak baik, sudah ku bunuh saudari angkatmu tadi." Akhirnya Alana turun, dan Arash langsung menggenggam pergelangan tangannya—bukan kasar, tapi tegas dan tidak memberi ruang untuk kabur.Ia menyeret Alana masuk ke dalam rumah, me

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Hukuman

    Bella mengangkat dagunya, berusaha tampak kuat meski kakinya bergetar. "Kamu pikir aku takut?" Tawanya sumbang, hampir putus asa. "Aku cuma mau keadilan! Hidup aku hancur! Keluarga aku hancur! Dan dia—" Bella menunjuk Alana dengan tangan gemetar, "Dia malah hidup mewah bersamamu!" Alana maju selangkah, meski Arash menahan bahunya gadis itu mengabaikan. "Semua yang terjadi pada keluargamu… itu bukan salahku. Itu karena perbuatan mereka sendiri." Bella langsung meledak. "KALAU KAMU TIDAK MELAPORKANNYA, MEREKA TIDAK AKAN MASUK PENJARA!!" Air mata mulai mengalir, tapi suaranya penuh api. "Kamu merampas segalanya dariku!" Alana menjawab dengan tenang, "Mereka merampas hidupku duluan." Bella terdiam sesaat—shock karena jawaban itu begitu jujur. "Aku gak pernah ingin semua ini terjadi. Tapi orangtuamu memang sudah keterlaluan. Aku rasa penjara tidak akan cukup menebus dosa-dosa mereka selama ini! Dan kamu... berhenti menyalahkan orang lain!" Bella mengepalkan tangan, waja

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Kebencian Bella

    Lokasi yang Bella kirimkan ternyata berada jauh dari keramaian. Sebuah gang sempit di belakang pasar tradisional, dipenuhi tembok kusam yang dicoret-coret, lantai lembab dengan genangan air sisa hujan semalam, dan aroma sampah yang menusuk. Alana menatap sekeliling dengan waspada. "Pasti dia ngerencanain sesuatu..." gumamnya pelan. Langkahnya berhenti begitu melihat sosok yang sedang duduk di atas tumpukan kardus bekas, tubuhnya membungkuk, rambutnya kusut tak terurus, dan riasan lusuh menghiasi wajahnya. Bella. Gadis yang dulu hidup mewah, kini bahkan terlihat seperti seseorang yang tidak tidur berhari-hari. Alana mendekat beberapa langkah. Sementara Bella yang mendengar suara langkah tersebut langsung mengangkat wajahnya perlahan. Matanya merah dan bengkak, entah karena menangis atau kurang tidur—mungkin keduanya. Ia menatap Alana seperti melihat musuh utamanya. "Akhirnya datang juga." Nada suaranya serak, namun penuh kebencian. Alana menelan ludah. Bukan karena taku

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Ancaman Bella

    Sementara itu, di kamar kosan yang pengap dan hanya diterangi lampu redup, Bella duduk dengan lutut tertekuk, membenamkan wajahnya di antara kedua tangan. Rambutnya berantakan, riasan luntur, dan kuku yang dulu selalu terawat kini patah tak beraturan.Hidupnya berubah dalam sekejap.Dari tas branded, hotel mewah, restoran mahal—Menjadi kamar petak yang bahkan tidak muat untuk menaruh lemari.Tidak ada lagi uang transfer setiap pagi.Tidak ada lagi belanja impulsif.Tidak ada lagi pria beristri yang siap memberinya fasilitas.Semua hilang.Sejak ibunya ditangkap dan ayah tirinya ditahan, semuanya runtuh seperti kartu domino.Para gadunnya lepas tangan, tak ada yang mau menolongnya. Padahal dulu mereka yang mengemis mengajaknya tidur bersama! Sekarang jangankan untuk tidur, menemui mereka pun sangat sulit. Sialnya lagi selama ia berhubungan dengan para gadunnya tidak ada satupun benih yang jadi. Andai saja ada, pasti Bella akan menggunakan kesempatan itu untuk mengancam agar ia tida

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Masalah baru

    "Istirahatlah, malam nanti aku akan ke sini lagi." Arash mengusap lembut rambut Alana, gerakannya hati-hati seolah takut menyakiti.Alana menutup mata sejenak, menikmati sentuhan itu meski hatinya masih terasa berat. "Kamu gak perlu kesini," gumamnya pelan. "Aku gak apa-apa sendirian."Arash menatapnya lama sebelum akhirnya menjawab,"Itu bukan soal perlu atau tidak. Aku datang karena aku mau."Alana menghela napas, tidak kuat membantah. Kepalanya masih terasa penuh, tubuhnya pun mulai kehilangan tenaga."Kalau kamu capek… tidur saja," ucap Arash lembut. "Jangan dipaksa mikir dulu."Alana hanya mengangguk pelan.Arash berdiri, mengambil selimut tipis dari ujung sofa, lalu menutupkan ke tubuh Alana dengan pelan, seolah membungkus sesuatu yang rapuh."Aku pergi dulu." Ia beranjak beberapa langkah menuju pintu, lalu menoleh kembali. "Jangan ganti password pintunya." Alana memandangnya dari sofa, matanya memerah namun lebih tenang."Hmm..." Arash tersenyum tipis, senyum yang jarang s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status