Share

Mencari dia

Author: anisusanti_
last update Huling Na-update: 2025-09-24 10:42:34

"Cuma tiga juta?"

Setelah beberapa detik terdiam, Arash membuka suaranya kembali. Sepertinya tidak perlu di beri umpan, ikannya sudah terpancing sendiri.

"Iya. Sekarang aku cuma perlu segitu, gak tahu kalau kedepannya."

Mata Alana memancarkan sinar penuh harap, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Tapi kamu tahu kan, gak ada yang gratis di dunia ini?"

Kesempatan ini tidak akan Arash sia-siakan, tapi bukan sekarang waktunya, karena assistennya sudah mengabarinya untuk segera datang ke kantor.

"Kamu mau balasan apa? Aku gak punya harta buat gantinya."

Arash menatap lekat wajah yang terlihat lusuh itu, sepertinya memang Alana mendapatkan perlakuan tidak baik oleh keluarganya sendiri.

"Nanti aku kabari lagi."

Arash keluar dari ruangan dan meminta supirnya menarik uang cash.

"Nanti berikan uang itu padanya."

Titahnya pada supir tersebut, sementara dia menaiki mobil lain menuju kantor.

Satu jam kemudian setelah infus habis Alana di perbolehkan keluar dari rumah sakit. Sejak keluar dari ruangan, Arash tidak kembali lagi. Dan uang yang sempat di mintanya tadi sudah ia dapatkan.

Ojek yang mangkal di depan rumah sakit di panggil Alana, sekitar lima belas menit ia sudah sampai di rumah. Nenek terlihat duduk di kursi teras seperti biasa menunggunya pulang.

"Kamu dari mana? Nenek khawatir dari tadi kamu gak pulang-pulang. Apa ibu tirimu mukul kamu lagi?"

Alana mencium tangan neneknya yang sudah berkerut, menandakan usianya yang tidak muda lagi.

"Kenapa gak masuk ke dalam, nek? Di luar dingin nanti nenek malah tambah sakit."

Alana berjongkok di hadapan Ningsih, membantunya berdiri. Sekarang hanya wanita tua ini yang menjadi penguatnya.

"Nenek khawatir sama kamu, Lan. Benar dia mukul kamu?"

"Ya kayak gitulah nek, tapi aku gak apa-apa. Dia cuma ngusir aku dan gak bolehin ketemu ayah. Untungnya tadi ketemu orang baik di jalan, terus aku di kasih uang sama dia."

Jelas saja kening Ningsih berkerut mendengarnya, di zaman sekarang mana ada yang mau memberikan uang secara suka rela pada orang yang baru di kenal.

"Kamu jangan bohong Lana, gak mungkin orang ngasih uang cuma-cuma. Jujur sama nenek apa yang sebenarnya terjadi?"

Tubuh Alana gugup mendengar pertanyaan itu, tidak ada jalan lain selain jujur.

"Tadi aku di tabrak di jalan pas mau pulang, terus aku pingsan dan di bawa ke rumah sakit. Gak terlalu parah lukanya, biaya rumah sakit di tanggung semua sama orang itu. terus... aku minta uang ke dia karena gak tahu lagi harus gimana, nek. Si Dewi itu gak mau kasih uang. Jangankan uang, ketemu ayah pun gak di bolehin."

"Astaga... mana yang luka?!"

Wanita tua itu langsung memeriksa tubuh cucunya, melihat bagian mana saja yang terluka.

"Cuma luka di lutut aja nek, keserempet dikit di lutut."

Ningsih menangis melihat kondisi Alana, anak yang dulu selalu di manja sekarang harus merasakan kerasnya kehidupan.

"Maafin nenek karena gak bisa ngasih kehidupan yang layak buat kamu, harusnya kamu gak gini kalau ibumu masih hidup."

Raut wajah Alana terlihat tidak setuju dengan ucapan neneknya.

"Nenek kok ngomong gitu? Aku gak suka dengarnya. Harusnya aku yang bilang gitu karena masih nyusahin nenek. Aku rencananya mau putus kuliah aja biar bisa kerja full time."

Mata Ningsih langsung melebar setelah mendengar rencana cucunya itu.

Tapi Alana pun bukan asal memutuskan, ia berpikir kalau hanya bekerja part time pasti gaji yang di dapat sangat kecil, sedangkan kebutuhan mereka banyak.

"Gak boleh! Nenek gak suka sama rencanamu. Kamu harus lulus, Lan. Kuliahmu sebentar lagi selesai, sayang beasiswa yang sudah pemerintah kasih kalau kamu putus kuliah. Biar nenek yang kerja!"

"Nek... aku gak mungkin biarin nenek kerja."

"Nurut sama omongan nenek, jangan kecewain ibumu."

Bagaimana ini?

Alana tidak mungkin membiarkan neneknya bekerja apalagi dengan kondisinya yang sering sakit-sakitan itu.

Dalam kekalutan, satu nama muncul dalam pikiran Alana.

Arash!

Alana harus cari orang itu lagi!

Keesokan harinya di jam yang sama Alana menunggu mobil Arash di jalan yang kemarin ia lewati. Harusnya ia minta saja nomornya, kan bisa pinjam handphone mba Asih.

Seperti sudah di takdirkan, mobil yang sedari tadi di tunggunya pun datang juga. Alana merentangkan tangannya mencegat mobil itu.

"Ngapain berdiri di situ?!"

Teriak sang supir murka setelah turun dari mobil. Mata Alana celingukan mencari keberadaan Arash.

"Kemana kakak yang kemarin?"

"Maksudmu, tuan Arash?"

"Iya. Ada yang mau aku bilang ke dia, apa boleh aku ketemu dia sekarang? Aku gak akan ganggu kerjanya, aku bakal tunggu sampai kak Arash selesai.

"Gak bisa! Tuan Arash itu orang sibuk, dia gak bisa sembarangan ketemu orang."

"Tapi aku bukan mau macem-macem, tolong pak..."

Alana berharap pria paruh baya itu merasa kasihan dan mau mempertemukannya dengan Arash.

"Aku coba hubungi asisten tuan Arash dulu, kebetulan memang aku mau menjemputnya sekarang. Tapi kalau dia menolak, kamu jangan maksa lagi."

Alana mengangguk-anggukkan kepalanya cepat, semoga Arash masih mengingatnya. Secara baru kemarin mereka bertemu, masa dia sudah lupa?

Selama supir itu bicara lewat telpon, gadis itu hanya diam menunggu dengan ekspresi berharap.

"G-gimana, pak? Kak Arash mau ketemu sama aku?"

"Tuan Arash bilang gak bisa sekarang karena dia ada meeting. Tapi dia minta nomor handphonemu."

"Aku gak punya handphone, pak. Beberapa hari yang lalu udah ku jual."

Sang supir menggaruk kepalanya terlihat frustasi,

"Terus gimana? Lagian zaman sekarang handphone itu penting banget, harusnya jangan di jual. Yasudah, ini alamat kantornya pak Arash, kamu bisa datang langsung ke sana besok."

tanganku menerima dengan cepat kertas kecil yang di berikan pria paruh baya itu.

Semoga masih ada harapan...

"Terimakasih, pak."

Saat Alana berniat pulang, supir Arash itu kembali memanggilnya,

"Mba! Tuan menyuruh saya membawa mba ke kantornya."

Kantor?

Kantor Arash?

"Kenapa, pak?"

Alana tentu saja senang mendengarnya, tapi tadi bukannya Arash sedang sibuk?

"Masuk ke mobil mba, saya antar sekarang."

Ternyata Alana bukan di bawa ke kantor melainkan pusat perbelanjaan besar di ibukota.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Dijemput

    Beberapa hari kemudian, setelah Arash memberikannya hukuman, ini kali pertama Alana keluar dari rumah. Kalau bukan karena pesan yang Resta kirimkan, Alana yakin Arash akan terus mengurungnya di istana megahnya itu! "Aduh, Lan... susah banget sih ngehubungin kamu akhir-akhir ini. Kamu ganti nomor apa gimana? Kalau tahu tempat tinggal mu udah ku susul kesana." Omel Resta. Sejak bertemu tadi, temannya itu tidak berhenti mengoceh. Tapi Alana justru senang, karena mendengar omelan Resta lebih baik daripada dikurung Arash. Setidaknya diluar, ia bisa merasakan udara segar dan makan apapun yang ia mau ditengah keramaian. "Sorry. Aku gak bisa jelasin ke kamu gimana kehidupanku sekarang, yang jelas aku baik-baik aja." Alana tidak ingin mengambil resiko dengan menumbalkan Resta demi kebebasannya. Tahu sendiri sifat Arash bagaimana, salah bicara sedikit nyawa Resta bisa melayang. Anyway, Alana sudah izin dengan kekasihnya itu.Tentu saja izin yang penuh drama dan negosiasi selama hampir

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Terkurung

    Alana hanya bisa menatapnya—antara takut, cemas… dan sesuatu yang lain.Mobil terus melaju, membawa mereka menuju tempat yang hanya Arash yang tahu.Perjalanan menuju tempat pribadi Arash terasa panjang bagi Alana. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya fokus mengemudi. Tetapi atmosfer gelap darinya menekan seperti tangan tak terlihat yang perlahan mencekiknya.Setibanya di tempat yang Arash katakan—bangunan besar, tenang, dan jauh dari keramaian—Arash turun lebih dulu tanpa menunggu Alana. Ia membuka pintu penumpang, menunduk sedikit, menatap Alana dengan tatapan yang membuat napas gadis itu terputus."Turun."Alana mengerjapkan mata. "Arash… jangan seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik, kan?""Aku sedang sangat baik," jawab Arash datar. "Kalau aku tidak baik, sudah ku bunuh saudari angkatmu tadi." Akhirnya Alana turun, dan Arash langsung menggenggam pergelangan tangannya—bukan kasar, tapi tegas dan tidak memberi ruang untuk kabur.Ia menyeret Alana masuk ke dalam rumah, me

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Hukuman

    Bella mengangkat dagunya, berusaha tampak kuat meski kakinya bergetar. "Kamu pikir aku takut?" Tawanya sumbang, hampir putus asa. "Aku cuma mau keadilan! Hidup aku hancur! Keluarga aku hancur! Dan dia—" Bella menunjuk Alana dengan tangan gemetar, "Dia malah hidup mewah bersamamu!" Alana maju selangkah, meski Arash menahan bahunya gadis itu mengabaikan. "Semua yang terjadi pada keluargamu… itu bukan salahku. Itu karena perbuatan mereka sendiri." Bella langsung meledak. "KALAU KAMU TIDAK MELAPORKANNYA, MEREKA TIDAK AKAN MASUK PENJARA!!" Air mata mulai mengalir, tapi suaranya penuh api. "Kamu merampas segalanya dariku!" Alana menjawab dengan tenang, "Mereka merampas hidupku duluan." Bella terdiam sesaat—shock karena jawaban itu begitu jujur. "Aku gak pernah ingin semua ini terjadi. Tapi orangtuamu memang sudah keterlaluan. Aku rasa penjara tidak akan cukup menebus dosa-dosa mereka selama ini! Dan kamu... berhenti menyalahkan orang lain!" Bella mengepalkan tangan, waja

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Kebencian Bella

    Lokasi yang Bella kirimkan ternyata berada jauh dari keramaian. Sebuah gang sempit di belakang pasar tradisional, dipenuhi tembok kusam yang dicoret-coret, lantai lembab dengan genangan air sisa hujan semalam, dan aroma sampah yang menusuk. Alana menatap sekeliling dengan waspada. "Pasti dia ngerencanain sesuatu..." gumamnya pelan. Langkahnya berhenti begitu melihat sosok yang sedang duduk di atas tumpukan kardus bekas, tubuhnya membungkuk, rambutnya kusut tak terurus, dan riasan lusuh menghiasi wajahnya. Bella. Gadis yang dulu hidup mewah, kini bahkan terlihat seperti seseorang yang tidak tidur berhari-hari. Alana mendekat beberapa langkah. Sementara Bella yang mendengar suara langkah tersebut langsung mengangkat wajahnya perlahan. Matanya merah dan bengkak, entah karena menangis atau kurang tidur—mungkin keduanya. Ia menatap Alana seperti melihat musuh utamanya. "Akhirnya datang juga." Nada suaranya serak, namun penuh kebencian. Alana menelan ludah. Bukan karena taku

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Ancaman Bella

    Sementara itu, di kamar kosan yang pengap dan hanya diterangi lampu redup, Bella duduk dengan lutut tertekuk, membenamkan wajahnya di antara kedua tangan. Rambutnya berantakan, riasan luntur, dan kuku yang dulu selalu terawat kini patah tak beraturan.Hidupnya berubah dalam sekejap.Dari tas branded, hotel mewah, restoran mahal—Menjadi kamar petak yang bahkan tidak muat untuk menaruh lemari.Tidak ada lagi uang transfer setiap pagi.Tidak ada lagi belanja impulsif.Tidak ada lagi pria beristri yang siap memberinya fasilitas.Semua hilang.Sejak ibunya ditangkap dan ayah tirinya ditahan, semuanya runtuh seperti kartu domino.Para gadunnya lepas tangan, tak ada yang mau menolongnya. Padahal dulu mereka yang mengemis mengajaknya tidur bersama! Sekarang jangankan untuk tidur, menemui mereka pun sangat sulit. Sialnya lagi selama ia berhubungan dengan para gadunnya tidak ada satupun benih yang jadi. Andai saja ada, pasti Bella akan menggunakan kesempatan itu untuk mengancam agar ia tida

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi CEO Kaya   Masalah baru

    "Istirahatlah, malam nanti aku akan ke sini lagi." Arash mengusap lembut rambut Alana, gerakannya hati-hati seolah takut menyakiti.Alana menutup mata sejenak, menikmati sentuhan itu meski hatinya masih terasa berat. "Kamu gak perlu kesini," gumamnya pelan. "Aku gak apa-apa sendirian."Arash menatapnya lama sebelum akhirnya menjawab,"Itu bukan soal perlu atau tidak. Aku datang karena aku mau."Alana menghela napas, tidak kuat membantah. Kepalanya masih terasa penuh, tubuhnya pun mulai kehilangan tenaga."Kalau kamu capek… tidur saja," ucap Arash lembut. "Jangan dipaksa mikir dulu."Alana hanya mengangguk pelan.Arash berdiri, mengambil selimut tipis dari ujung sofa, lalu menutupkan ke tubuh Alana dengan pelan, seolah membungkus sesuatu yang rapuh."Aku pergi dulu." Ia beranjak beberapa langkah menuju pintu, lalu menoleh kembali. "Jangan ganti password pintunya." Alana memandangnya dari sofa, matanya memerah namun lebih tenang."Hmm..." Arash tersenyum tipis, senyum yang jarang s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status