Share

Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya
Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya
Penulis: Almiftiafay

Bab 1 - Perawan Tua Penebus Utang

“Kamu harus menikah dengan Arley Miller! Kalau tidak, Papa akan masuk penjara, Prims!”

Primrose Harvey bak mendapatkan tamparan saat ayahnya mengatakan hal itu.

Meski hanya mengenalnya sebatas nama, Prims—nama panggilan Primrose—tahu betul reputasi buruk Arley Miller di seluruh Seattle. Betapa irit bicaranya dan betapa kejamnya dia di dunia bisnis. Belum lagi rumor mengerikan di luar sana mengatakan bahwa pria itu tak segan menyingkirkan orang-orang yang menghalangi kepentingannya.

“Apa urusan Papa dengannya sampai dia akan membuat Papa masuk penjara?”

“Karena dia menganggap Papa menipunya,” kata pria paruh baya itu. Wajahnya tampak frustrasi luar biasa. “Papa berhutang besar pada keluarga Miller, jatuh temponya sudah terlewat sejak minggu lalu. Tapi Arley mau menikahimu sebagai gantinya.”

Prims menggeleng tak percaya. Napasnya tercekat di tenggorokan saat dia menatap ayahnya itu dengan mata berkaca-kaca.

“Papa jadikan aku sebagai penebus utang? Atas uang yang bahkan aku tidak tahu Papa gunakan untuk apa?”

Mendengar banyaknya tanya dari Prims, Aston terpantik amarah. Dia maju satu langkah, jari telunjuknya mendorong dahi Prims ke belakang.

"Papa gunakan uang itu untuk menghidupimu, untuk memastikan kamu hidup enak dan tidak kekurangan! Bisa-bisanya kamu malah memojokkan Papa? Di mana sopan santunmu, Primrose? Papa tidak pernah mengajarimu jadi pembangkang!"

Prims mendengus miris, tak percaya ayahnya malah menjadikan dirinya sebagai alasan. “Untuk menghidupiku atau untuk memenuhi gaya hidup glamor Alice?" tanya Prims seraya melirik ke sudut ruangan.

Seorang gadis belia berdiri di sana, terlihat menikmati pertengkaran Prims dan Aston. 

Dia adalah Alice, adik tiri Prims dari pernikahan kedua ayahnya. Prims hidup dengan Alice dan ibunya sejak tujuh tahun terakhir, lebih tepatnya setelah ibu kandung Prims meninggal dalam kecelakaan tragis.

"Jangan libatkan Alice dalam hal ini, Prims!"

Bibir Prims mengatup rapat, tidak habis pikir dengan ayahnya yang terus membela Alice.

Padahal, yang selama ini bekerja seperti orang gila untuk membantu keuangan keluarga adalah dirinya. Prims juga tak pernah mengeluh, tidak juga protes saat ayahnya memaksanya berhenti sekolah agar bisa membiayai Alice masuk universitas.

Tapi sekarang dia malah dijual demi menebus utang. Apakah ayahnya tidak punya hati? 

"Kenapa bukan Alice saja? Aku tidak mau menikah dengan Arley Miller,” ucap Prims sembari menunjuk adik tirinya. “Harusnya Papa membiarkan Alice yang menikah dengannya. Bukankah hidupnya akan terjamin kalau dia menikah dengan pria kaya raya?"

"Sudahlah, Kak!" seru Alice, menyela perselisihan ayah dan anak itu. "Menurutku, keputusan Papa sudah benar," ucapnya saat sudah berdiri di samping Aston.

"Papa hanya khawatir Kakak menjadi perawan tua kalau tidak menikah dengan Arley. Lagipula, bukankah menikah dengan pria itu akan menyenangkan semua pihak? Papa akan terbebas dari utang, Kakak juga terbebas dari titel perawan tua yang aneh,” kata Alice dengan nada lembut yang membuat Prims menganga tak percaya. 

Alice melingkarkan tangannya ke lengan Aston, menatap ayahnya dengan sepasang mata yang lugu dan senyum manis. 

“Akan sangat sulit mencari calon suami di usia matang seperti Kak Primrose. Bukan begitu, Papa?” 

Prims melihat itu. Mata dan senyum polos itu akan menjadi senjata Alice untuk meluluhkan ayah mereka.

"Aku juga ingin menikah, Papa. Tapi kalau kakakku tidak menikah lebih dulu, bagaimana aku bisa menikah nanti?” kata Alice dengan bibir tertekuk sedih, lalu menatap Prims dengan raut wajah prihatin. “Berbeda denganku yang punya banyak teman, tidak ada pria yang mau dekat dengan Kakak karena dia tidak cantik dan tidak menarik. Selagi ada pria yang mau menerimanya, kita sebaiknya tidak membuang kesempatan, kan?" 

Senyum licik di wajah Alice bisa dilihat oleh Prims. Dengan lihainya ia menggunakan alasan 'perawan tua' agar Prims tidak memiliki kesempatan membela diri.

"Menikahlah dengan Arley, Kak Prims. Anggap saja itu sebagai caramu berbakti pada Papa. Aku dan Mama sudah menyelamatkan keluarga ini saat terpuruk dulu. Bukankah sudah saatnya ini giliranmu? Benar 'kan, Papa?"

Alice menoleh pada Aston, menyandarkan kepalanya di lengan sang kepala keluarga.

"Benar kata Alice. Dia juga punya masa depan. Dia tidak bisa menunggumu. Kamu sudah dewasa, Prims. Papa tidak mau mendengar penolakan lagi."

"Tapi, Pa—"

"Kamu harus tetap menikah dengan Arley."

"Papa, kumohon—"

Aston tak memberinya kesempatan bicara. Pria paruh baya itu berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Prims berdiri di depan kamarnya dengan tubuh yang terasa kebas. 

Beberapa detik berlalu, Prims mendengar tawa lirih Alice yang tiba di telinganya. Tawa penuh ejekan seolah dia telah berdiri di atas angin, sedangkan Prims hanyalah setumpuk daun kering yang terinjak-injak.

"Selamat menempuh hidup barumu, Prims. Apa aku harus memberimu kado sebagai ucapan selamat?" ejeknya sambil tertawa puas.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku, Alice? Kenapa kamu membenciku? Belum puas membuat hubunganku dengan Papa hancur, sekarang kamu juga ingin menyingkirkan aku?”

"Aku tidak menyingkirkanmu kok. Takdir saja yang tidak memberimu kesempatan untuk lebih baik dariku,” sahut Alice ringan. Ia berjalan mendekat, lalu mendorong bahu Prims dengan jemari lentiknya. “Selamanya, kamu akan terus menjadi yang kedua. Tidak lebih dari bayangan."

Alice tersenyum dengan penuh kemenangan. Namun, senyumnya langsung sirna saat Prims berkata, "Kamu dan ibumu sama-sama tidak tahu diri."

"Apa katamu?!" teriak Alice tak terima.

Plak!

"Akh!" Prims merintih kesakitan saat Alice melayangkan telapak tangannya ke pipi sebelah kirinya.

Saking kerasnya tamparan itu, Prims limbung hingga mundur beberapa langkah.

"Kamu bilang aku tidak tahu diri? Kamu lupa kalau aku dan ibuku yang menolong keluargamu saat kalian terpuruk?!" Alice meletakkan tangannya di leher Prims hingga dia tak bisa bernapas.

"Le-lepas, Alice!"

Prims memberontak dari brutalnya serangan Alice. Dia mencakar dan  mendorongnya, demi melepaskan cengkeraman tangan gadis itu. Semuanya ia lakukan agar tidak mati di tangan adik tirinya.

"HENTIKAN! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!" teriak Aston melerai pertengkaran konyol mereka.

Tentu saja, dia berdiri di pihak Alice. 

Aston langsung memeluk Alice yang mengadu. "Papa, Kak Prims mencakarku. Lihat ... tanganku berdarah. Dia bilang kalau aku dan Mama itu parasit, dia membenciku dan mau membunuhku, Papa."

"Bohong!" Prims dengan segala keputusasaannya berteriak melawan.

Rengekan Alice dan liciknya dia dalam memanipulasi Aston adalah hal yang tidak akan pernah bisa dimenangkan oleh Prims.

"Jangan menyakiti Alice! Kamu yang seharusnya tahu diri! Kalau menyusahkan begini, kenapa kamu tidak menyusul ibumu saja?!"

Aston meraih tangan Prims dengan kasar dan mendorongnya hingga ke keluar dari rumah.

Tubuh Prims yang sudah kehabisan tenaga hampir terhempas ke lantai teras tepat saat lengan seseorang menahan bahunya agar tidak terjatuh.

"Kau baik-baik saja?” tanya suara bariton tepat di dekat telinganya.

Kehadiran pria asing itu seketika meredam kekacauan dan memaksa Aston dan Alice yang tadinya sudah beranjak, jadi berhenti dan memutar kepala ke arah datangnya suara. 

Pria dengan setelan formal itu berdiri di belakang Prims, menyaksikan apa yang baru saja terjadi. Pesonanya tumpah bahkan hanya dengan berdiri di sana.

Keheningan menyergap selama beberapa detik sampai pria itu menunduk dengan sopan, lalu memperkenalkan diri. 

“Selamat malam. Saya Arley Miller. Saya datang ke sini untuk menjemput calon istri saya.”

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Sri Kustiyati
awal Arley beraksi
goodnovel comment avatar
iis Maryanti
cerita yang menarik
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
Arley Miller yg disangka psiko datang dengan sopan?? ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status