Share

Bab 4 - Hari Pernikahan

Penulis: Almiftiafay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-13 08:08:44

"A-aku t-tidak bermaksud melakukan itu. Aku hanya ... membela diri karena Primrose—"

"Jangan berbohong!" potong Arley atas kalimat terbata-bata Alice.

Alice tersentak. Tetapi ia tidak bisa membela diri karena nyalinya lebih dulu menciut mendengar nada bicara Arley yang sangat dingin.

Arley mengalihkan tatapannya pada Prims yang masih berada dalam dekapannya. Raut wajah pria itu seketika melunak. Alih-alih marah, Arley tampak khawatir.

Dia membantu Prims berdiri tegak seraya bertanya, "Kamu baik-baik saja?"

Gadis dalam dekapannya itu mengangguk pelan.

Prims menatap mata kelam Arley. Dibandingkan interaksi mereka sebelumnya, pagi ini Arley menunjukkan lebih banyak emosi.

Pria itu lantas mengangguk dan meraih tangan Prims, mengajaknya pergi.

"Ayo pergi dari sini!"

"Tapi—"

"Akan aku bereskan nanti," potongnya tidak ingin dibantah.

Prims berjalan keluar dari toko bakery dengan tangannya yang terasa dingin dalam genggaman Arley.

Mereka meninggalkan Alice yang menahan tangis, menahan kebencian yang bermuara di dadanya saat dia menyadari bahwa pria itu tidak menyukainya.

Di luar, setelah memutuskan untuk tidak membeli apa pun, Prims masuk ke dalam mobil, memandang Arley yang duduk di sebelah kirinya.

Prims khawatir. Punggung pria itu baru saja dia umpankan untuk melindunginya, pasti rasanya sangat sakit. Tapi Arley tidak mengatakan apapun, seolah tidak terjadi apa-apa padanya.

"T-Tuan Arley, sebaiknya ... apa tidak ditunda saja pertemuan dengan orang tuamu?" tanya Prims membuka percakapan dengan ragu.

"Kenapa?"

"Punggungmu pasti sakit karena tadi menolongku."

"Aku baik-baik saja."

Prims menelan ludah, merasa tidak enak hati. "Terima kasih sudah menolongku. Maaf karena membuat kekacauan."

Apa Arley marah padanya? Prims tahu betul apa yang terjadi di sana tadi sangat memalukan.

Pria itu tidak menjawab, hanya mengangguk sekilas lalu meminta sopir untuk melanjutkan perjalanan menuju ke rumah orang tuanya.

Tidak ada yang bicara setelah itu, meski di dalam benak Prims masih ada banyak pertanyaan kenapa Arley bersikap baik padanya.

Apa dia memiliki motif tersembunyi?

Lamunan Prims berakhir saat mobil memasuki sebuah halaman rumah yang sama besarnya dengan rumah Arley. Hal itu membuat Prims merasa bahwa kedatangannya ke sini tidak diinginkan.

"Ayo!" ucap Arley saat isyarat matanya bicara lebih banyak agar Prims berjalan di sampingnya.

Dengan canggung, mereka memasuki rumah. Sepertinya mereka sudah ditunggu karena saat masuk ke ruang tamu, sudah ada seorang pria dan wanita paruh baya yang duduk di sana.

"Selamat pagi," sapa Arley lebih dulu, hal yang sama dilakukan oleh Prims.

"Pagi," sambut mereka bersamaan. "Selamat datang. Duduklah, Arley, dan ... Primrose?" Wanita paruh baya yang tampak anggun dan berkelas itu dengan ragu menyebut namanya.

"Iya, saya Primrose Harvey."

Prims duduk di samping Arley, menunduk karena tahu dia sedang diobservasi oleh orang tua Arley. Dan dari sekilas penilaian saja, Prims tahu jika dirinya bukan tipe calon mantu yang mereka damba.

"Arley bilang akan membawa calon istrinya ke sini. Jadi itu benar kamu?" tanya ibunya dengan nada bicara yang tidak sedap didengar.

"Mama tanyalah padaku, jangan padanya. Aku yang mengajaknya menikah," jawab Arley lebih dulu.

Prims memandangnya dengan cepat, tidak percaya dengan Arley yang seolah ingin melindunginya.

Dari seberang meja, wanita itu tertawa lirih, menunggu teh yang diantar oleh para pelayan selesai disajikan sebelum kembali bicara.

"Mama dengar ... dia digosipkan sebagai perawan tua yang aneh, Arley. Dan dia diusir oleh keluarganya. Kenapa kamu tidak memilih perempuan lain yang jauh lebih muda dan cantik sebagai menantu keluarga Miller dan malah memilih anak yang dibuang dan tidak diinginkan?"

Prims meremas jari-jari tangannya yang terasa kebas di atas pangkuannya. Air mata sedang coba dia tahan.

Rasanya sangat sakit sekali, label perawan tua yang aneh bahkan telah terdengar hingga ke keluarga Miller.

“Bukankah ia punya adik? Siapa namanya … Alice Harvey? Mama dengar, Alice sangat cantik dan berbakat. Dia juga lebih muda. Kenapa kamu tidak memilihnya saja?”

Deg!

Jantung Prims rasanya seolah mencelos mendengar ucapan wanita itu. Bagaimana bisa beliau tahu tentang Alice?

Prims tahu adiknya itu memang lumayan dikenal di lingkungan mereka, tapi Prims tidak pernah menyangka orang terpandang seperti keluarga Miller juga mengenalnya.

Lamunan Prims langsung buyar saat merasakan tangannya diraih dan digenggam oleh Arley.

"Kalian tidak bisa mengatur dengan siapa aku menikah," katanya tanpa menoleh pada Prims yang menatapnya terkejut.

"Kamu tidak akan memikirkan ulang? Mama bisa mencarikanmu istri yang—"

"Kalian janji akan mengabulkan apa pun yang aku mau asalkan aku pulang ke rumah dan mau mewarisi Kings Group, 'kan? Apa janji itu akan kalian ingkari setelah aku membawa calon istriku?"

Kedua orang tua itu bergerak tidak nyaman. Sama halnya dengan Prims, genggaman tangan Arley terlalu kuat. Dia mencoba menarik tangannya tapi sepertinya pria itu tak peduli.

"Aku datang untuk meminta restu kalian. Datanglah besok di pernikahan kami."

Prims tidak mendengar apa pun dari mereka selain hela napas yang berat, tidak setuju dengan keputusan anak semata wayang mereka, tapi tidak kuasa untuk membantah.

“Kami pamit,” kata Arley seraya menarik tangan Prims.

Arley baru melepas tangan mereka saat sudah sampai di mobil.

Wajah murung Prims pasti bisa dilihat oleh Arley karena pria itu tiba-tiba berujar, "Jangan khawatir, mereka tidak akan menyakitimu."

“Tapi mereka sepertinya tidak menyukaiku—”

“Tidak usah dipikirkan,” sela Arley. “Pernikahan kita tetap akan dilaksanakan, apapun yang terjadi.”

***

Seperti kata Arley, pernikahan itu benar-benar terlaksana.

Ritual janji suci itu berjalan dengan singkat, tanpa ada satu orang pun keluarga Prims yang datang. Semakin membenarkan bahwa dia hanyalah anak yang terbuang dan tidak diinginkan.

Tapi meski demikian, baik Prims maupun Arley sudah terikat saat mereka mengatakan "Saya bersedia" dari janji pernikahan yang mereka jawab.

Yang artinya, apa pun yang terjadi di depan sana, Prims tidak akan bisa lari dari Arley, sebab 'apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh dipisahkan oleh manusia.'

Setelah itu, mereka kembali ke rumah dengan status yang kini berganti menjadi sepasang suami istri.

“Apakah aku harus menjalankan kewajiban seorang istri untuk melayani suami?” gumam Prims gusar saat mereka menaiki tangga menuju lantai dua, di mana kamar utama berada.

Seakan mengamini isi pikirannya, Arley tiba-tiba mengatakan, "Tidurlah di kamarku."

“Hah?!” Prims tersentak kaget, langsung mengambil langkah mundur. Jantungnya berdetak tidak karuan.

“Ada apa?” tanya Arley bingung.

“Ti-tidak apa-apa,” kata Prims dengan wajah merah padam.

Mereka lalu memasuki ruangan yang jauh lebih besar daripada kamar di mana Prims tingal di malam sebelumnya.

Prims menunduk saat Arley berhenti dan berbalik menghadapnya. Prims ketakutan, pikiran tentang rumor betapa buruknya sifat Arley Miller kembali menghantui.

‘Bagaimana jika malam ini dia benar-benar memintaku melayaninya dengan paksa? Bukan tidak mungkin setelah itu ia akan melenyapkan nyawaku!’ Prims bergidik ngeri. ‘Ya Tuhan, aku harus bagaimana?!’

Namun, semua skenario dalam benaknya pupus saat Arley berjalan menjauh darinya.

“Tidurlah, Primrose. Aku akan tidur di kamar yang lain,” kata pria itu, lalu berjalan melewatinya begitu saja.

“Hah??”

Prims mematung dengan bibir terbuka. Wajahnya terlihat bingung sekaligus terkejut.

“T-tapi bukannya …”

Setelah menyadari apa yang terjadi, Prims tertawa canggung. “Haha! Apa yang sudah kupikirkan?” gumam Prims pada keheningan, merasa bodoh karena sudah memikirkan yang tidak-tidak.

“Sebaiknya aku tidur saja!” ujar gadis itu, sebuah usaha agar pikirannya tidak melantur ke mana-mana.

Tepat tengah malam, Prims terbangun karena mimpi buruk. Napasnya tersengal dengan keringat yang membasahi kening. Tenggorokannya terasa gatal dan kering, sehingga ia memutuskan untuk mengambil air minum ke dapur.

Langkah kakinya terhenti di ujung tangga dekat ruang tamu saat melihat Arley di sana.

“Tuan Ar—” Prims hampir menyapanya saat sadar ada orang lain yang berdiri bersama pria itu.

Setahu Prims, ia adalah Kepala Pelayan di rumah ini.

Mereka tampak membicarakan sesuatu yang serius, terlihat dari raut wajah masing-masing.

Tak ingin mengganggu, Prims memutuskan untuk membiarkan mereka dan kembali pada tujuan utamanya.

Namun, saat kakinya baru berjalan satu langkah menuju dapur, suara sang pelayan membuatnya berhenti seketika.

"Maaf jika saya bersikap lancang, Tuan, tapi apakah tidak masalah merahasiakan hal ini dari Nona Muda?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Echy Atamua
primrose sy bacax promis......
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
terlepas dari rahasia apa yg disembunyikan sama Arley, semoga itu demi kebaikan 🥹
goodnovel comment avatar
Sonia Almaqhvira
ihh kokk mama nya Arley kek gitu ya... smga deh bisa menerima . Rahasia apa ya.. kok penisirin....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 175 - Berhenti Di Tepi Danau Bagley

    || 29 Mei, tahun 2XXX Tahun berganti, tetapi aku merasa langkah kakiku berhenti pada masa di mana aku bisa melihatmu mengatakan bahwa kau akan ada di sisiku, dalam keadaan suka maupun duka, dalam sedih ataupun sengsara. Hari yang menjadi sebuah titik awal, bahwa aku akan mendapatkan hidupku yang baru, dan itu bersama denganmu. Arley Miller, untuk semua yang telah kau lakukan, terima kasih. Tidak ada kata yang lebih baik daripada itu untuk aku sampaikan padamu. Kedatanganmu adalah sebuah hadiah, untukku yang berpikir bahwa aku tidak akan lagi menemukan kata ‘bahagia’ dalam perjalananku menghabiskan sisa usia. Dalam hidupku yang hampir dipenuhi dengan jalan sendu, aku mendapatkanmu. Seorang pria yang menganggapku ada. Kamu yang merengkuhku saat dunia lepas dari genggamanku. Pria yang bersumpah dengan apapun yang dimilikinya untuk membuatku percaya bahwa masih ada dunia yang baik yang tidak menganggapku hanya sebagai bayangan dan kesia-siaan. Pada akhirnya, waktu menggerakkan ak

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 174 - Gambaran Masa Depan

    *** Ada undangan dari Jayden dan juga Lucia. Sebuah undangan makan malam yang digelar di rumahnya secara sederhana. Tidak akan menolak, mengingat mereka adalah sahabat baik, Arley dan Prims datang. Tetapi sebelum sampai di sana, mereka lebih dulu ingin membawakan hadiah. Prims bilang itu adalah buket bunga yang besar atau jika bisa bunga hidup yang bisa diletakkan di dalam rumah dan tidak perlu memrlukan banyak perawatan. Kaktus misalnya. Arley menyarankan kue yang manis, karena Jayden itu tipe gigi manis, ia bilang. Yah ... sebelas dua belas dengan Prims lah kira-kira ... gemar makanan yang manis. Mereka keluar dari Acacia Florist, toko bunga yang mereka lewati selama perjalanan. Bunga yang mereka bicarakan itu telah ada di tangan mereka sekarang. Dengan hati yang gembira Prims dan Arley menuju tempat selanjutnya, di toko kue sembari menggendong si kembar yang tadinya duduk anteng di baby car seat di bagian belakang mobil. Memasuki toko kue, Rhys dan Rose terlihat sangat sena

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 173 - Minggu Pagi Di Depan Nisan

    *** Seperti janji yang pernah ia katakan selepas Prims meninggalkan ruang kunjung tahanan beberapa saat yang lalu saat ia menjenguk ayahnya, Prims bilang ia akan datang ke tempat ini untuk mengabarkan perihal keadilan yang pada akhirnya telah ia terima. Sebuah pemakaman. Lokasi di mana Jasmine Harrick disemayamkan. Nisan salibnya menyambut kedatangan Prims yang menyaunkan kakinya lengkap dengan kedua tangannya yang mendekap buket bunga berukuran besar. Ia sendirian, ia sudah meminta izin pada Arley yang mengiyakannya untuk pergi di hari Minggu pagi ini. Saat anak-anaknya masih tertidur, Prims bergegas dengan diantar oleh Will. Ia tersenyum saat menjumpai foto Jasmine yang juga sama tersenyumnya. “Apa kabar, Mama?” ucapnya sembari meletakkan buket bunga itu di dekat fotonya. “Aku datang sendirian hari ini, Mama.” Prims duduk bersimpuh di sampingnya, mengusap nisan Jasmine yang bersih dan terawat karena memang selain ini di area yang bersih dan bagus, Arley meminta orangnya un

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 172 - Redemption

    *** Langkah kaki Prims terdengar berirama mengetuk, ia berjalan keluar dari mobil yang dikemudikan oleh Will, sopir milik Arley untuk tiba di tempat ini. Sebuah tempat yang barangkali Prims sama sekali tidak ingin menginjakkan kakinya meski hanya sebentar, pun tidak ingin ia datangi karena luka menganga masih terasa perih. Menyayat, menusuknya. Tak ada terbesit pikiran untuknya datang ke sini, sama sekali. Tetapi sepertinya takdir selalu memiliki rencana lain sehingga mau tak mau ia harus menguatkan diri untuk menghadapinya. Sebuah pesan dari kepolisian Seattle mengatakan bahwa ayahnya Prims, Aston Harvey sedang sakit dan ingin bertemu dengan anak perempuannya. Prims berpikir kenapa ayahnya itu tidak meminta Alice yang mendatangi atau menjenguknya? Kenapa malah dirinya yang sudah bertahun-tahun lamanya ini ia sia-siakan? Dalam kebencian yang masih kental itu, Prims menolak untuk datang. Namun, Arley mengatakan padanya dengan lembut, 'Datanglah, Sayangku ... siapa tahu sekarang

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 171 - Our Responsibility

    *** “Cepat turun ya panasnya, sayangku ....” Prims mengusap rambut hitam Rose setelah mengatakan demikian. Malam terasa dingin di luar tetapi di dalam sini sedikit chaos sebab si kembar sedang demam. Mereka baru saja imunisasi tadi siang di klinik khusus anak dan malam ini terasa efeknya. Rhys demam, begitu juga dengan Rose. Meski mereka tidak rewel, tetapi mereka tidak mau tidur di box bayi milik mereka sendiri melainkan minta digendong oleh ibunya. Prims yang menggendong Rose pertama. Mungkin sudah lebih dari satu jam dan setiap kali ia ajak duduk atau ingin ia baringkan, anak gadisnya itu akan menangis. Ia memandang Arley, tetapi tidak tega membangunkannya sebab tadi ia juga pulang bekerja cukup larut. Tetapi, Arley adalah Arley yang rasanya selalu bisa mengerti dan merasakan apa yang terjadi pada Prims. Sebab tak lama kemudian ia bangun. Saat Prims memeriksa anak lelakinya dengan meletakkan telapak tanganya di kening Rhys yang ternyata juga sama demamnya. “Anak-anak tidak

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 170 - I Know, Daddy

    Prims hampir saja menggoda Arley lebih banyak sebelum ia menyadari ia telah kehilangan keseimbangan sebab Arley merengkuh pinggangnya dan membuatnya jatuh dengan nyaman di bawahnya. "Aku tidak menginginkanmu?" ulang Arley dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Ibu jarinya yang besar mengusap lembut bibir Prims sebelum berbisik di depannnya dengan, "Mana mungkin, Nona?" Arley menunduk, memberi kecupan pada bibir Prims sebelum kedua tangan kecil istrinya itu menahannya agar ia tidak melakukan apapun. "Tapi aku tidak mau," ucap Prims, memalingkan sedikit wajahnya. Satu kalimat yang membuat Arley mengangkat kedua alisnya penuh dengan rasa heran. "Kamu tidak mau?" Prims mengangguk, mengarahkan tangannya ke depan, jemarinya menyusuri garis dagunya yang tegas dan disukai oleh Prims. "Aku tidak mau kalau kamu melakukannya dengan masih marah," lanjutnya. "Kenapa aku marah?" "Soal Jeno Lee, aku tahu kamu sangat kesal barusan. Mata Tuan Arley Miller ini mengatakannya le

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status