Share

BAB 5 : Bertemu Lagi

Author: Bintang
last update Huling Na-update: 2023-07-08 16:41:08

Aruna sekarang berada di Plaza Amerta. Salah satu plaza terbesar dan termegah di ibukota ini. Entah ke berapa kali Aruna menghela napas, karena saat ini Aruna harus merelakan tabungannya terpakai demi menambahkan uang yang kurang untuk membeli kosmetik pesanan Lisa.

Ibu tirinya menggunakan ancaman yang sama. Apabila Aruna tidak membelikannya, ia akan mengusir Aruna dan ayahnya ke jalanan.

Rumah yang mereka tempati, sesungguhnya adalah milik ayah Aruna. Namun entah kapan dan bagaimana, kepemilikan rumah tersebut telah beralih menjadi milik ibu tirinya.

Mereka sebenarnya sejak lama bisa saja menendang Aruna dan ayahnya ke luar dari rumah, namun Lisa masih membutuhkan Aruna untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah dan menghidupi dirinya dan Ferliana.

Ayah Aruna memiliki dana asuransi atas kecelakaan yang ia alami. Namun dana tersebut dikuasai pula oleh sang ibu tiri, untuk keperluan dirinya sendiri beserta putrinya. Sementara untuk makan sehari-hari dan listrik, Aruna lah yang harus menanggungnya.

Karena itu, seolah perjanjian tanpa hitam di atas putih, Aruna dan ayahnya bisa tinggal di sana, namun Aruna harus bersedia menjadi tulang punggung dan melakukan semua pekerjaan rumah tangga di keluarga itu.

“Kenapa mereka ngga pake otak dikit sih ya… Hidup kita sudah ngga kaya dulu lagi. Kenapa ngga sedikit nurunin standar kosmetik mereka sih? Astaga…” Aruna tak henti-hentinya mendumel sambil melebarkan langkah menuju outlet khusus kosmetik langganan ibu tirinya.

Merek kosmetik yang dipakai ibu tirinya memang hanya ada di Plaza ini dan di satu Plaza lain yang jaraknya lebih jauh dari tempat tinggal Aruna.

Meskipun varian dan seri yang dipakai ibu tiri Aruna adalah varian terendah dan termurah, namun tetap saja bagi Aruna, kosmetik dengan harga mahal sangatlah tidak penting dengan kondisi keuangan mereka.

Pernah Aruna terpikir untuk membelikan barang ‘kw’ alias tiruan, namun hingga saat ini, Aruna tak mendapatkan replika dari merek kosmetik tersebut.

“Ah, itu dia…” desah Aruna lega saat melihat outlet yang hendak dituju berada sekitar sepuluh meter lagi darinya.     

Baru saja Aruna akan melangkahkan kakinya, suara ponsel miliknya berdering.

“Halo? Ya Bu? Runa baru sampai di Plaza, Bu. Ya Bu. Oke…” singkat Aruna menjawab telepon dari ibu tirinya. Tanpa menghentikan langkah, ia menjawab dan sesekali mengangguk seolah pihak yang menelepon ada di hadapannya.

Bug!

Seseorang dengan badan yang lebih tinggi dan besar dari dirinya, menubruk bahu kiri Aruna, hingga ponsel terlepas dari tangannya.

“Aduh…” Aruna bergegas memungut ponselnya dari lantai granit plaza. Alisnya bertaut dan memeriksa keadaan ponselnya. Dengan gusar ia menoleh pada orang yang tadi menabraknya.

Matanya membulat sempurna, saat mendapati orang yang baru saja menabraknya berjalan melewati dirinya begitu saja tanpa meminta maaf padanya.

Dengan tatapan seolah hendak mencabik orang itu, Aruna bergegas menyusul dan menarik lengan orang tak sopan tersebut.

“Hey!” seru Aruna gusar. “Punya sopan santun gak sih? Kamu habis nabrak orang lalu melengos begitu aja? Apa kamu…” Kalimat Aruna terhenti.

Orang itu telah berbalik dan menghadap Aruna. Aruna mengernyitkan kening mendapati wajah orang itu yang tampak tak asing.

Rahang tegas dan kokoh yang membingkai sepasang alis cukup lebat dengan mata bermanik hitam pekat serta hidung mancung sempurna di atas lekukan bibir yang indah. Aruna terpesona sekian detik.

Pria itu berdecak enggan.

“Kamu butuh berapa?” tanyanya dingin dan tanpa ekspresi, yang menyadarkan Aruna dari terkesimanya.

Aruna tergagap. “A- apa?”

“Kamu butuh berapa?” ulang pria itu sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya. “Tidak perlu membuat keributan. Katakan saja perlu berapa?”

Tangan pria itu lalu menyodorkan sekitar dua puluh lembar kertas berwarna merah dengan gambar presiden pertama negara ini dengan wakilnya.

“Cukup?” tanyanya tak sabar pada Aruna yang masih terbengong berdiri.

“A-apa….”

“Kurang? Berapa lagi?” Tangan pria itu kembali mengeluarkan beberapa belas lembar kertas merah lagi. “Saya hanya membawa cash segini di dompet.”

Darah dalam tubuh Aruna serasa mendidih mendengar kalimat-kalimat yang dilontarkan pria itu tanpa konfirmasi. Apa dia pikir, Aruna sedang berdagang? Meski lembaran warna merah itu benar-benar menggoda iman, namun harga diri Aruna tidak semurah itu!

“Cepatlah, ambil ini. Saya sedang terburu-buru,” tukas pria itu sedikit kesal. Kontan saja itu meledakkan Aruna dari kubah kesabarannya.

“Heh! Anda pikir semua bisa diselesaikan dengan uang begitu saja?! Apa Anda tidak diajari sopan santun?” jari telunjuk Aruna teracung di depan wajah pria itu. Meski ia harus menaikkan tinggi-tinggi lengannya, karena postur pria itu yang jauh lebih tinggi darinya.

Pria itu tampak mengernyitkan dahinya. “Bukankah memang demikian?”

“Apa?”

“Uang menyelesaikan semuanya,” ulangnya dingin. “Sudahlah, tak perlu retorika. Ambil uang ini, waktu saya jauh lebih penting.” Berkata demikian, ia meletakkan berlembar-lembar uang itu ke tangan Aruna lalu berbalik dan melanjutkan langkahnya yang tertunda karena Aruna.

“Hey!!” Aruna berseru gusar. Namun pria itu terus berlalu tanpa menghiraukan seruan Aruna.

Beberapa lembar uang terjatuh dari tangan Aruna. Aruna bergegas memungut uang tersebut tatkala menyadari beberapa pasang mata tengah memperhatikan dirinya.

Dengan perasaan malu dan kesal luar biasa, Aruna urung menuju outlet kosmetik tujuannya. Ia melangkahkan kaki menuju toilet perempuan di lantai itu.

“Sial! Sial!” gerutu Aruna pelan. Ia lalu memasuki salah satu bilik toilet dan duduk di atas kloset tertutup. Ia memandangi lembaran merah yang kini ada di pangkuannya. Hatinya tergelitik untuk menghitung jumlah uang di tangannya itu.

Satu… Dua… Tiga… Dua puluh tujuh…

“Dua juta tujuh ratus!” pekik Aruna tertahan. Ia langsung menutup mulutnya begitu sadar ia berada di toilet umum.

‘Hanya kesenggol bahu, dan adu urat yang ngga sampai tiga menit, aku dapat uang dua juta tujuh ratus…’ ujar Aruna dalam hati.

“Kalau ini jadi pekerjaan, enak banget. Sehari bisa dapat berapa nih…” desisnya lagi dengan satu sudut bibir terangkat.

“Eh, hussh!! Jangan mata duitan, Aruna! Stop! Kamu ga akan ambil duit dari orang arogan dan gak punya sopan santun seperti pria tadi itu kan?” Aruna menepuk pelipisnya sendiri.

“Meskipun dia ganteng dan seperti banyak duit, bukan berarti kamu iya iya aja sama kelakuan sombong kaya gitu,” monolog Aruna. Ia memandangi lagi lembaran di pangkuannya.

Ia memang tergoda untuk menggunakan uang itu untuk membeli kosmetik pesanan ibu tirinya. Sehingga uang tabungan Aruna tak mesti terganggu.

Tapi… Ini sungguh bertentangan dengan nurani Aruna.

“Jika aku ambil uang ini, bukan berarti aku menyetujui tindakan angkuh dan tak sopannya itu, kan? Lagian jika mau dikembalikan, kembalikan ke mana?”

Ketika perdebatan antara dirinya sendiri itu berlangsung, sebuah ketukan kecil terdengar di sisi kanan bilik Aruna.

“Kak… Kakak yang di sana… Bisa dengar aku, ga?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   Extra Part 3

    Fathan membuka pintu apartemen dengan perlahan, menghela napas panjang setelah hari yang cukup melelahkan.Matahari sudah tenggelam, dan hanya lampu-lampu kecil di sudut ruangan yang menyinari apartemen.Dia mengharapkan sambutan hangat dari Shanti, seperti biasanya. Namun, saat masuk ke dalam, Fathan langsung merasakan sesuatu yang memang berbeda malam itu.Shanti berdiri di tengah ruangan, kedua tangannya bersilang di dada, dan wajahnya menunjukkan ekspresi tegang namun dingin.Tatapannya menusuk, seolah-olah dia sudah lama menunggu kedatangan Fathan hanya untuk menghujaninya dengan kekesalan.Fathan mengerutkan alis, merasa ada yang tidak beres.“Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat seram, seperti orang marah?” Fathan mencoba menggoda.Shanti menatap Fathan dengan tajam, tidak langsung menjawab. Seolah-olah sedang berusaha menahan diri untuk tidak meledak. “Bukankah kau bilang ada yang ingin kau bicarakan? Dan kau bilang sebentar lagi pulang. Tapi larut malam begini, kau baru pulang.”F

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   Extra Part 2

    Pagi itu, sinar matahari menyelinap melalui tirai apartemen yang belum sepenuhnya tertutup, menerangi ruangan yang tertata rapi.Shanti baru saja selesai sarapan dan memutuskan untuk membersihkan apartemen yang ia tinggali bersama Fathan.Setelah beberapa bulan tinggal bersama, Shanti sudah mulai terbiasa dengan ritme hidup baru ini, meskipun ada kalanya dia masih merasa canggung. Namun, pagi ini, ada perasaan aneh yang merambat di hatinya, membuatnya gelisah tanpa alasan yang jelas.Shanti mengenakan kaus longgar dan celana pendek, rambutnya diikat ke atas, siap untuk menjalani hari dengan membersihkan apartemen.Ia memulai dari dapur, kemudian ruang tamu, dan akhirnya tiba di kamar tidur mereka. Tempat tidur masih berantakan dengan selimut dan bantal yang berserakan —tanda bahwa kegiatan yang cukup dahsyat terjadi tadi malam.Saat sedang merapikan selimut, matanya tertuju pada lantai berkarpet di bawah ranjang mereka. Satu benda asing menangkap perhatiannya.Shanti membungkuk lalu me

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   Extra Part 1

    Pagi itu, sinar matahari menyelimuti Pantai Senggigi di Lombok dengan kehangatan yang lembut.Angin laut yang sejuk berembus pelan, membawa aroma asin yang khas. Langit biru membentang tanpa cela, sementara ombak kecil yang tenang menyapu lembut pasir putih di tepi pantai. Pemandangan yang begitu indah dan syahdu, seolah-olah surga kecil di bumi ini diciptakan khusus untuk mereka.Fathan dan Shanti berjalan beriringan di sepanjang pantai, kaki mereka tenggelam dalam pasir yang terasa basah juga hangat.Fathan mengenakan kemeja linen putih yang dibiarkan setengah terbuka, memperlihatkan dada bidangnya yang terbakar matahari. Ia tidak lagi mengenakan kacamata palsu-nya, namun manik abu-abunya tetap tertutup oleh kontak lens berwarna hitam.Sementara itu, Shanti mengenakan gaun pantai berwarna pastel yang melambai ringan tertiup angin, memperlihatkan sosoknya yang tidak seperti biasa --anggun dan santai."Mungkin kita harus pindah ke sini," ujar Fathan tiba-tiba, suaranya sedikit serak k

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   S2 BAB 101 : Kisah Bahagia Mereka

    Kemeriahan begitu tampak di bangunan mewah nan megah Brahmana dan Aruna. Setiap sudut ruangan di lantai dasar dihiasi begitu cantik dan indah. Halaman samping juga terbentang tenda indah dengan tema kanak-kanak berwarna biru. Warna yang menjadi dominan ciri untuk kehadiran anak lelaki. Meja-meja bundar tersebar di halaman samping, dengan penataan hampir mirip saat Brahmana mengadakan pesta reuni untuk Aruna, kali ini tentu ditata lebih sempurna dan megah. Karena hari ini adalah pesta menyambut kelahiran putra penerus Dananjaya Group. “Ah, welcome Mr. Othman!” Brahmana menyambut kedatangan sepasang suami istri yang tentu saja ia ingat dengan sangat baik. Itu adalah Tuan Othman beserta istrinya, Nyonya Ariyah yang terbang dari Australia untuk memenuhi undangan dan melihat serta turut mendoakan bayi mungil Aruna. Tentu saja Ariyah sangat antusias tatkala mendengar kabar Aruna yang telah melahirkan. Sejak tragedi tempo hari itu, Ariyah dan Aruna menjadi cukup dekat, meski hanya berko

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   S2 BAB 100 : Sesi Sparring Spesial

    Dhuaagg!Dhaagg!!Samsak itu bergoyang dan mengayun menjauh, menandakan pukulan dan tendangan yang dihantamkan, memiliki kekuatan yang serius.Fathan melompat sembari melakukan tendangan berputar.Dhuaagg!Samsak setinggi seratus lima puluh senti itu mengayun lagi. Dengan samsak setinggi itu, memiliki bobot sekitar empat puluh lima sampai lima puluh lima kilogram. Dan benda berbobot puluhan kilogram itu mengayun cukup jauh.Shanti yang tiba di ruang latihan, terpaku di balik pintu ganda dengan aksen kaca bagian tengahnya, sehingga ia bisa menyaksikan apa yang dilakukan pria yang telah menjadi suaminya itu, sejak beberapa menit lalu.“Keren…” desis Shanti dengan mata menyorot takjub.Ia jelas tahu, seberapa berat samsak dan betapa sulitnya untuk membuat benda berlapis kain oxford tersebut untuk mengayun sejauh itu.Dengan perlahan dan diam-diam, Shanti mengendap-endap mendekati Fathan yang terlihat fokus dan serius dengan samsak di hadapannya.Sebisa mungkin ia mengambil jalur yang tida

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   S2 BAB 99 : Ingin Disentuh Tapi Takut

    “Apa beneran mereka ditinggal berdua, gak apa-apa?” Shanti masih terus bertanya pada Fathan sebelum ia akhirnya benar-benar masuk ke dalam mobil. Kepalanya masih menoleh ke arah bangunan megah kediaman Aruna dan Brahmana. Ia sungguh merasa khawatir akan terjadi keributan lagi antara Aruna dan Brahmana yang dipicu oleh kehadiran Mike di sana. “Cemas sekali?” Fathan terkekeh. Ia telah duduk di balik kemudi dan menyalakan mesin. “Gimana ngga cemas! Gegara keributan oleh Mike itu kan, terakhir Runa sama pak CEO hilang akal sehat, yang berimbas gue ikutan melancong ke negara tetangga dengan terpaksa!” Shanti merengut. Bahunya sedikit bergidik. Ia masih ingat betul, saat dirinya diikat bersama Aruna, lalu hampir mengalami pelecehan dan rudapaksa. “Chill out, Baby Doll…” Fathan mengulurkan tangan kiri dan mengelus kepala istrinya itu. “Baby Doll apaan!” Shanti mendelik sebal pada Fathan, namun suaminya itu malah tertawa. “Aku tidak akan membiarkan apapun atau siapapun menyentuh, apala

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   S2 BAB 98 : Ayah Baby

    “Hai Babe!” Mike tersenyum lebar saat matanya tertuju pada Aruna yang duduk bersandar pada tumpukan bantal besar. “Siapa yang mengizinkan dia masuk?” desis Brahmana. Rahangnya terlihat mengeras, bersamaan gigi yang terkatup dan bergemeletuk. “Bukankah kau sendiri yang mempersilakan aku masuk? Pengawal Aruna tadi mengatakannya. Apa kau akan menjilat ludahmu sendiri?” Pria bule itu mengerling santai. “Kau!” “Sayangku… Agha…” Aruna di sisi Brahmana, berbisik mengingatkan. Ia lalu beralih pada teman bulenya itu. “Mike, masuklah.” Mike lalu melangkah masuk. Tubuh tingginya tegap bergerak mendekat dengan sebelah tangan memegang karangan bunga mawar begitu besar. “Congrat, Dear. Sudah menjadi seorang ibu…” Mike merentangkan tangan dan membungkuk, hendak memeluk Aruna, namun tangan kokoh Brahmana dengan sigap menahan tubuh pria bule itu dan mendorongnya menjauh. “Heyy! Easy man!” protes Mike dengan lirikan sewot pada Brahmana. “Mike, please. Hargai suamiku,” cetus Aruna. Kalimat pendek

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   S2 BAB 97 : Dendam Terbalaskan

    “Tarik napas, Nyonya… Jangan dulu mengejan!”Instruksi dari dokter terdengar tenang dan lantang, namun Aruna bagai tidak bisa mencerna semua kata-kata itu.Tubuhnya terasa remuk dan seakan ditarik dari dalam. Suatu ‘ajakan’ memintanya untuk mengejan dan itu tidak bisa ditolak Aruna. “Arrrghh!!”“Jangan angkat pinggul Anda, Nyonya!”“Mengapa begitu banyak larangan!” Kali ini Brahmana yang mengomel. Ia sudah ikut berkeringat dan bermandi peluh. Kedua tangannya berada di bahu Aruna, sedikit lebih ke depan.“Kalau berposisi begini, Nyonya akan mengalami robek yang cukup panjang, Pak.” Dokter itu menjawab omelan Brahmana.“Ro-robek?” Brahmana seketika menganga. Tubuhnya bergidik ngeri, tidak sanggup membayangkan daerah sensitif itu terluka, apalagi sampai mengalami robekan.“Arrghh!” Aruna mengejan lagi.“Sa-sayang… dengarkan apa kata dokter. Turunkan pantatmu, jangan diangkat..” pinta Brahmana gugup. Tanpa sadar, ia menekan kuat tangannya yang berada di pundak agak depan Aruna.“Kau mau m

  • Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan   S2 BAB 96 : Chaos Ruang Persalinan

    Kegaduhan benar-benar terjadi di Rumah Sakit ternama di ibukota siang hari itu.Mungkin bagi Rumah Sakit tersebut, hari ini adalah kejadian membuat ricuh dan paling menegangkan yang pernah mereka alami selama berpuluh-puluh tahun beroperasi.Satu lantai dipenuhi orang.Bukan pengunjung, namun tim pengawal dan keluarga serta teman Aruna yang memadati koridor menuju ruang persalinan.Bahkan kondisi seperti itu, belum termasuk Dananjaya Tua dan segenap pengawalannya.Sesepuh Dananjaya Group yang memiliki status prestisius yang sangat tinggi itu baru datang.Tak terkira para perawat, pegawai juga pengunjung lain Rumah Sakit tersebut dibuat bingung dengan ‘keramaian’ yang menampak di siang hari tersebut.Satu lantai, nyaris terisolasi karena dijaga oleh sederet tim pengaman dari Dananjaya Group.Tantri yang baru saja pulang ke kediaman Brahmana dari pesta Shanti, segera berbalik kembali dan datang ke Rumah Sakit dengan kehebohan khas ibu kandung Brahmana itu.“Dimana Sayangku? Cintaku? Di m

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status