Seorang pria bertubuh tinggi tampak keluar dari kamar mandi masih dengan mengenakan jubah mandi berwarna putih. Rambutnya masih basah, terlihat jelas dari buliran air yang menetes dari ujung rambutnya.
Pria bernama lengkap Segara Sebastian Adam itu berjalan ke arah meja dan mengambil gelas berisi air. Pria yang kerap disapa dengan nama Segara itu baru saja melakukan kegiatan buruknya, yaitu bercinta dengan wanita panggilan untuk memuaskan hasratnya. Segara melepas jubah mandi yang membungkus tubuhnya kemudian melepas dan memakai celana juga kemejanya. Saat baru saja sedang mengancingkan kemeja, ponsel Segara berdering dan nama sang sekretaris terpampang di sana. “Halo, ada apa?” tanya Segara begitu menjawab panggilan dari Emir—sekretarisnya. “Saya hanya mengingatkan, Anda harus datang ke butik untuk fitting baju pernikahan adik Anda hari ini,” jawab Emir. Mendengar nama sang adik, membuat Segara terdiam, apalagi itu tentang pernikahan Biru—adik Segara yang akan menikah dengan seorang gadis bernama Senja. “Anda jangan sampai tidak datang,” ucap Emir karena Segara tidak menjawab. “Hem ….” Segara hanya membalas dengan sebuah dehaman, mengakhiri panggilan itu lantas melempar ponsel ke ranjang. Wanita yang bersama Segara terkejut melihat pria itu melempar ponsel, hingga menatap Segara yang menoleh kepadanya. “Kamu cepat pergi dari sini, jangan berani-berani memakai kamar ini untuk melayani orang lain!” Segara mengusir dan mengancam wanita bayaran yang baru saja melayaninya. Kamar itu masih bisa dipakai sampai jam dua belas, sehingga Segara memberi peringatan dulu, sebelum wanita itu menggunakan kamar itu sembarangan. Wanita itu pun membereskan barang-barangnya, lantas pergi dari kamar itu agar tidak terlibat masalah dengan Segara. Setelah siap, Segara pergi ke butik tempat adiknya akan melakukan fitting baju. Di sana ternyata sudah ada Mina—mamanya dan juga Senja. Senja adalah adik angkat Segara dan Biru. Segara menyukai Senja sejak lama, tapi sayangnya Senja malah menyukai dan memilih Biru sebagai tambatan hati, hal ini membuat Segara patah hati karena merasa wanita yang dicintainya direbut oleh sang adik. “Kamu kok baru datang, dari mana saja?” tanya Mina. Dia sudah membuat janji sebelumnya, tapi sang putra malah datang terlambat. “Aku dari kantor,” jawab Segara dengan ekspresi wajah datar. “Kamu jangan bohong,” kata Mina yang tidak percaya. “Tadi Mama dari kantor, dan kamu tidak ada,” imbuh Mina. “Kalau Mama tidak percaya ya sudah.” Segara tidak mau lagi menanggapi. Dia pun kembali bersikap dingin, terutama saat melihat Biru dan Senja yang memperhatikannya. Segara pun akhirnya memilih langsung mengukur baju untuk digunakan saat acara pernikahan adiknya. “Apa kamu mau request warna lain?” tanya Senja mencoba mengajak bicara Segara yang sedang diukur. Segara melirik tajam ke Senja, tapi tidak mau menjawab pertanyaan gadis itu. Ia memalingkan wajah, seolah tidak sudi melihat dan bicara dengan Senja. Senja pun langsung menunduk, ide mengajak bicara Segara tampaknya bukanlah ide bagus. *** Setelah dari butik. Segara langsung pergi tanpa berpamitan dengan Senja. Dia pergi ke sebuah perusahaan untuk bertemu dengan seseorang. “Jadi, kapan kamu akan melunasinya?” tanya Segara dengan tatapan dingin. “Beri saya waktu lagi, saya janji akan segera melunasi hutang saya,” ucap Prabu memohon. Ternyata pria yang ditemui Segara adalah paman Nona. “Kami sudah memberimu banyak waktu, tapi mana buktinya? Sampai sekarang kamu belum bisa membayarnya. Jika sampai kamu tidak segera membayar hutang itu, maka aku akan meminta perusahaan ini sebagai bayarannya. Kamu pikir kami ini badan sosial yang bisa memaklumi keterlambatanmu yang sudah sangat lama!” Segara bicara dengan nada tegas. Prabu menelan ludah susah payah mendengar ucapan Segara, dia takut karena tatapan pria itu yang terlihat sangat mengerikan. *** Di sisi lain. Nona begitu hancur karena nasib buruk yang menghampirinya. Baru saja kehilangan anak, kini dia pun diusir dan dicerai secara lisan oleh suaminya. Nona tidak tahu lagi harus ke mana, hingga akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan ke tempat pamannya. Di perusahaan Prabu. Pria itu kebingungan karena ucapan Segara. Dia masih mencoba bernegoisasi untuk mendapat tenggang waktu pelunasan hutangnya ke pria itu. “Jangan begitu Pak Segara! apa tidak bisa dibicarakan baik-baik,” ucap Prabu mencoba memohon. Baru saja akan menjawab, terdengar suara ketukan pintu dan membuat Segara urung membalas ucapan Prabu. “Maaf, Pak. Ada keponakan Anda mau bertemu,” kata sekretaris Prabu saat masuk untuk memberitahu kedatangan Nona. “Nona? Suruh tunggu sebentar, aku sedang ada tamu,” kata Prabu. Sekretaris Prabu mengangguk lantas undur diri untuk menemui Nona dan menyampaikan pesan Prabu. Pintu ruangan itu kembali tertutup, dengan wajah takut dan cemas Prabu menatap Segara. “Aku sudah memberimu banyak kesempatan, tapi kamu tidak memanfaatkan itu. Kali ini aku akan membiarkan, tapi saat aku kembali lagi, kamu harus bisa melunasi semua hutangmu!” Segara bicara begitu tegas untuk menekan Prabu. Prabu bisa sedikit bernapas lega karena Segara masih memberinya kesempatan terakhir, lantas ikut berdiri untuk mengantar pria itu pergi. “Saya berjanji akan segera melunasi hutang saya,” ucap Prabu meyakinkan. Segara tidak banyak bicara, dia memilih bersiap pergi karena Prabu ada tamu. Segara pun keluar dari ruangan pria itu, saat baru saja melangkahkan kaki di luar, Segara melihat Nona yang duduk di sofa, dia dan Nona saling tatap, hingga Nona sedikit mengangguk untuk menyapa kemudian menunduk karena Segara memberikan tatapan dingin kepadanya. "Nona! Ada apa kamu ke sini?" Prabu keluar dan bingung, sudah dua tahun lebih keponakannya itu tidak pernah datang, tapi kini tiba-tiba saja menemuinya di kantor. "Paman Prabu, aku.... " "Kamu pasti datang ingin merepotkanku."Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel