[Apa kamu bisa pulang? Aku benar-benar membutuhkanmu.]
Nona mengirimkan pesan ke suaminya karena nomor telepon Rafa tidak bisa dihubungi. Nona tidak tahu jika sang suami memang sengaja memblokir nomornya. Nona putus asa saat kesedihan membelenggunya. Kepada siapa lagi dia harus mengadu jika bukan kepada suaminya, satu-satunya pria yang dimilikinya saat ini. Nona pun mencoba bicara ke mertuanya karena Rafa tidak membalas pesannya, meski tahu jika keluarga sang suami pasti tidak acuh kepadanya. “Mau apa lagi sih kamu?” Suara Maya—ibu Rafa, terdengar menggelegar saat melihat Nona menemuinya di kamar. Maya menatap malas ke Nona yang berdiri di depan pintu kamarnya. Nona sudah tidak terkejut lagi, dia juga sudah menyiapkan hati untuk mendengar suara cacian ataupun amukan dari wanita itu. “Ma, apa bisa bantu hubungi Mas Rafa? Bayi kami meninggal, dia bahkan tidak pulang untuk pemakamannya. Aku sangat membutuhkannya saat ini,” ucap Nona memelas. “Bayimu mati? Itu karena kamu tidak becus menjaga dan merawatnya. Memangnya kalau Rafa pulang, dia bisa bikin anakmu hidup lagi, gitu?” Nona tersentak mendengar ucapan mertuanya, kenapa wanita itu tidak mengasihani dirinya dan malah bicara yang bukan-bukan. “Bukan itu maksudku, Ma.” Nona mencoba membela diri. “Halah! Ga usah banyak alasan, kamu ini terlalu menyusahkan. Bicara hanya untuk mengatakan hal yang tidak penting. Dia itu suamimu, seharusnya kalau kamu jadi istri yang baik, pasti tahu di mana dia berada. Ga perlu ganggu-ganggu keluarga kami. Makanya jadi istri yang berguna, biar suamimu juga betah di rumah!” Setelah mengucapkan kata pedas di atas penderitaan Nona, Maya pun menutup pintu dengan kasar. Nona terkejut hingga kedua pundaknya bergedik karena kerasnya pintu yang menghantam kusen, makam bayinya belum kering tapi tidak ada keluarga yang peduli bahkan bersimpati akan nasibnya. Kenapa tidak ada yang memberikannya dukungan moral, sedangkan dia sendiri sedang dalam kondisi kalut karena kehilangan putranya. ** Nona putus asa, suaminya tidak bisa dihubungi dan kini dia sudah kehilangan satu-satunya harapan untuknya bertahan di rumah itu. “Kenapa kamu pergi secepat ini, sayang.” Nona menyentuh pakaian bayinya sedikit gemetar, menyesali ketidaktahuannya hingga membuat bayinya pergi. Bulir-bulir kristal bening itu luruh begitu saja, sesak dan kecewa kini merajai dada. Di saat Nona sedang meratapi kesedihannya, dia mendengar suara mobil berhenti di garasi. Nona menatap ke pintu kamar, senyum mengembang karena suaminya pulang. Dia buru-buru menghapus air matanya, lantas berlari keluar kamar untuk menyambut kedatangan Rafa. Tepat saat Nona hampir sampai di pintu utama, saat itu pula pintu terbuka dan Nona melihat sosok Rafa berdiri di sana. “Mas, akhirnya kamu ….” Nona menghentikan ucapannya karena melihat orang lain kini bersama suaminya. “Ini rumah kamu juga sekarang, kamu akan tinggal di sini bersamaku,” ucap Rafa ke Karin yang ternyata diajak pulang ke rumah itu. Karin terlihat senang, mengedarkan pandangan mengeksplor rumah besar itu. Nona bergeming, menatap Rafa yang menggandeng wanita lain masuk rumahnya. “Siapa dia, Mas? Kenapa kamu membawanya ke rumah kita?” tanya Nona. Belum juga sakit hati akibat kehilangan putranya terobati, kini suaminya menambah luka dengan membawa wanita lain ke rumah itu. Rafa memandang tidak suka ke Nona, melihat betapa buruknya kondisi Nona saat ini, membuat Rafa tidak menyiakan kesempatan untuk semakin membuat Nona menderita. “Ini kekasihku, wanita yang sangat aku cintai,” ucap Rafa sambil merangkul pundak Karin hingga merapat ke tubuhnya, lantas mendaratkan sebuah kecupan di kening wanita itu. Nona terperangah tidak percaya, jantungnya berdegup cepat dan seluruh aliran darah mendesir hebat. “Ke-kasih? Apa maksudnya, Mas? Aku ini istrimu.” Nona bicara sambil menepuk dada, memperlihatkan keberadaannya sebagai seorang istri di rumah itu. Karin tersenyum miring melihat kondisi dan penampilan Nona yang tidak ada seujung kukunya, bahkan dia dengan sengaja memeluk Rafa untuk membuat Nona cemburu. “Ya, kamu memang istriku! Tapi, asal kamu tahu saja, aku tidak pernah mencintaimu!” hardik Rafa. Hati Nona remuk dihancurkan oleh pengakuan Rafa yang amat menyakitkan, bagaimana bisa setelah kebersamaan mereka, kini suaminya malah berkata tidak mencintainya. “Aku melahirkan hingga merawat anak kita sendirian, sampai akhirnya anak kita meninggal, kamu bahkan tidak peduli sama sekali. Kini, kamu pulang membawa wanita ke rumah ini, di saat kita masih berkabung karena kehilangan, apa kamu tidak punya hati?” Nona menatap Rafa dengan bola mata berkaca-kaca. “Aku tidak peduli dengan kondisimu. Lagian bukan aku yang berkabung, tapi kamu. Aku tidak pernah mengharapkan bayi itu!” Ucapan Rafa benar-benar menghancurkan hati Nona. Rasanya begitu sakit hingga dia mencengkram erat bagian dada untuk menahannya. “Mas! Tapi aku ini istrimu!” teriak Nona sudah tidak bisa menahan amarah dan rasa sakit yang dirasakan. “Lalu kamu mau apa?” Rafa mengangkat dagu untuk menantang. “Usir dia, Mas! Aku lebih berhak di sini daripada dia!” hardik Nona yang sudah tidak bisa menahan diri. “Kamu berani ngusir dia!” Rafa melotot mendengar bentakkan Nona. Saat Nona dan Rafa bersitegang, Maya dan anggota keluarga lain keluar untuk melihat apa yang terjadi. Maya melihat Karin, tapi tidak terkejut karena sejak awal sudah mengenal dan tahu kalau Rafa memang berselingkuh dengan Karin. “Ada apa ini? Malam-malam malah bikin keributan!” amuk Maya. “Ma, Mas Rafa pulang membawa wanita lain. Tolong beritahu dia kalau aku sedang berkabung karena kehilangan bayi kami.” Nona mencoba mengadu, berpikir jika Maya akan sedikit mengerti akan kesedihannya. Namun, harapan Nona hanyalah sebuah angan semata, kenyataannya Maya dan yang lainnya tidak peduli akan hal itu. “Jangan salahin Rafa kalau pulang bawa wanita lain!” Maya sewot karena Nona mengadu. Nona sangat terkejut, hingga menatap satu persatu anggota keluarga rumah itu, termasuk Karin yang tersenyum menghina kepadanya. “Kamu kalau bisa nyenengin suami, pasti suamimu ga akan bawa wanita lain ke rumah. Kamu ini bener-bener ga guna selain hamil, jadi jangan salahkan kalau suamimu selingkuh!” Bukannya membela yang benar, Maya malah membela kelakuan putranya. Nona benar-benar tidak menyangka jika mertuanya malah memojokkan dirinya. Di sini sudah jelas jika Rafa yang bersalah, tapi malah Nona yang dituduh tidak berguna mengurus suami. “Kamu itu sudah ga ada gunanya di rumah ini. Bener-bener wanita yang suka nyusahin orang!” amuk Maya lagi. “Pergi saja kamu dari sini!” Maya lantas mengusir Nona untuk angkat kaki dari rumah itu. Nona sangat terkejut, hingga kemudian menatap Rafa. “Mas, kamu akan tinggal diam saja aku diusir?” Nona masih berharap Rafa mempertahankannya. Karin semakin menempel Rafa, merangkul lengan pria itu untuk menunjukkan jika Rafa tidak akan lagi memihak ke Nona. “Aku sebenarnya juga sudah muak denganmu. Mulai saat ini, aku akan menceraikanmu, jadi angkat kaki dari sini! Kemasi barang-barangmu dan pergi!” Rafa pun ikut mengusir Nona. Nona benar-benar tidak menyangka jika suaminya akan sekejam ini kepadanya. “Kenapa kamu setega ini kepadaku, Mas? Kenapa?” “Karena kamu sudah tidak ada gunanya lagi. Aku menikahimu karena ingin harta warisan ayahmu. Sekarang aku sudah memiliki semuanya, jadi aku tidak membutuhkanmu lagi!”Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel