Share

Stop! Berhenti di situ

Author: Neny nina
last update Last Updated: 2024-01-26 14:37:53

Perjalanan ke rumah sakit tidak membutuhkan waktu lama. Begitu tiba di rumah sakit swasta itu, Dokter Dana segera memarkir mobilnya.

Di tempat parkir yang sama Silvia melihat sebuah mobil yang sangat dikenalnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia ingat pesan yang dikirim seseorang bernama Udin kepada suaminya untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Untung saja tadi dia mau ikut ke rumah sakit ini. Karena jika tidak, dia tidak akan bertemu dengan suaminya yang dia curigai berselingkuh itu.

Dia melihat Pazel keluar dari mobil. Dia berjalan menuju pintu yang satunya lagi. Dia membukakan pintu untuk orang itu. Lalu dia menggandeng seorang wanita cantik yang seksi dengan mesra.

Ternyata benar dugaannya. Pesan dari orang bernama Udin itu adalah seorang perempuan. Mereka tidak melihat Silvia yang masih berada di dalam mobil Dokter Dana. Mereka berjalan bergandengan di depan mata kepala Silvia.

Air matanya tumpah tanpa bisa dibendung. Dadanya terasa sesak karena tekanan emosi yang bergejolak.

Laki-laki yang ia harapkan akan menjadi pendampingnya sampai maut memisahkan ternyata bermain api di belakangnya. Sungguh pedih rasa hati yang ia rasakan saat ini. Air matanya tak kuasa ia bendung. Dia sudah berusaha menahan sesak didadanya sampai ia menutup mulutnya dengan tangannya.

Dokter Dana yang melihat Silvia seperti itu merasa kasihan, tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia melihat Silvia dan orang yang sedang ditatap Silvia secara bergantian. Hal yang bisa dia lakukan adalah memberikan kotak tisu.

“Apa Mbak Silvia mengenal mereka?”

Pertanyaan itu ia utarakan setelah tangisnya mulai mereda. Bukan menjawab, tapi tangisnya semakin menjadi. Terpaksa dia harus bersabar menunggu air matanya mereda.

Disisi lain, Pazel sedang berada di ruangan Dokter Kandungan. Dia sedang harap-harap cemas menanti hasil pemeriksaan urin yang baru dilakukan Rima kekasih gelapnya.

“Bagaimana Dok? Apa saya benar-benar hamil?” pertanyaan itu ditanyakan oleh Rima, kekasih gelapnya.

“Selamat, Buk. Usia kandungan anda sudah memasuki minggu ke empat. Tolong dijaga kandungannya, Buk. Untuk sementara tidak boleh banyak pikiran dulu, dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat.”

“Terima kasih, Dokter,” ucap Pazel dan kekasihnya Rima. Mereka berjalan keluar dari ruangan dokter itu, setelah mendapat resep obat yang akan ditebusnya di apotik rumah sakit

Begitu pintu dibuka, ternyata seorang wanita berdiri di depan pintu menghadang mereka. Pazel terperanjat melihat orang yang ada di depannya. Sekujur badannya terasa dingin.

Wanita itu memakai kacamata hitam. Tapi dia masih dapat mengenalinya dengan jelas, karena pakaian yang ia pakai masih yang dikenakannya tadi pagi. Wanita itu membuka kacamatanya. Terlihat jelas matanya yang masih bengkak karena habis menangis. Dia segera meraih tangan istrinya untuk menjauh dari pintu. Tapi Silvia menepis tangannya.

“Tidak perlu. Saya bisa jalan sendiri. Sebaiknya kamu ajak selingkuhanmu itu ke rumah. Nanti aku akan menyusul.”

Dia berjalan meninggalkan Pazel dan selingkuhannya.

Pazel memperhatikan jalan istrinya. Ada rasa perih di hatinya melihat istrinya berjalan seperti menahan rasa perih di kakinya. Dan yang membuat dia semakin perih lagi, saat dia harus melihat mata istrinya yang bengkak karena habis menangis. Hati Pazel seperti diiris-iris sembilu membayangkan kesedihan istrinya.

Dia merasakan kesedihan istrinya yang sangat dalam dari matanya. Namun apa daya. Nasi sudah menjadi bubur. Dia ingin jujur, tapi dia masih menunggu waktu yang tepat. Tidak disangka, istrinya malah memergokinya keluar dari ruang Dokter kandungan.

Dia mengejar istrinya.

“Sayang. Kenapa kakimu?”

Tetapi tangannya di pegang oleh selingkuhannya. Dia melihat Silvia menghentikan langkahnya. Tapi Istrinya tidak menoleh ke belakang. Sesaat kemudian dia melanjutkan langkahnya beriringan dengan seorang pemuda yang menggendong seorang anak kecil.

Pazel tidak menyangka kalau dia akan bertemu dengan Silvia di rumah sakit ini. Dia ingin sekali mengejar istrinya. Tapi dia juga tidak tega meninggalkan selingkuhannya yang sedang hamil. Dia teringat dengan kata-kata Dokter, bahwa dia tidak boleh banyak pikiran.

“Rima. Ayo aku antar kamu pulang.”

“Mengantarku pulang atau mengajakku pulang, Bang?”

“Rima. Tolong mengertilah. Keadaan sekarang sedang panas. Nanti kalau suasananya sudah dingin, aku akan mengajakmu pulang ke rumah kita.

“Tapi kapan, Bang? Lebih baik sekarang, atau bisa saja kamu berubah pikiran nanti. Toh dia juga sudah tahu yang sebenarnya. Jadi untuk apa disembunyikan lagi. Aku tidak mau disembunyikan lagi.”

Pazel menggusar kepalanya yang tidak gatal. Kebiasaan itu akan selalu dia lakukan disaat dia sedang panik.

Di ruangan Dokter Dana, Silvia yang sudah berusaha menyiapkan mental untuk kemungkinan seperti ini tetap saja merasa marah dan kecewa. Tapi, dia tidak ingin membuat gaduh di depan umum. Dia berusaha menahan tangisnya sekuat tenaga. Tapi air matanya tidak mau diajak kompromi.

Tadi dia sengaja berhenti saat suaminya memanggil dan bertanya tentang kakinya. Dengan harapan suaminya akan mengejar dia. Tapi dia salah. Suaminya hanya basa basi. Dia memilih tetap berada disisi selingkuhannya.

“Mbak Silvia, ini. Minumlah dulu.” Dokter Dana memberikan sebotol minuman dingin.

“Terima kasih, Dokter.”

“Menangislah sepuasnya. Di sini adalah ruangan pribadi saya. Kamu bebas menangis sepuasmu, Mbak Silvia.”

Setelah beberapa saat Silvia berhasil menetralkan pikirannya. Dia mencoba untuk berdamai dengan keadaan. Tapi matanya masih bengkak, jadi dia meminjam kaca mata Dokter itu lagi.

“Dokter. Apa boleh kaca matanya aku pinjam lagi?”

“Tentu saja. Kamu bisa membawanya pulang. Saya akan mengantarmu pulang.”

“Tidak usah, Dokter. Saya sudah banyak merepotkan Dokter. Besok saya akan balikin kaca mata ini lagi.”

“Kamu boleh simpan saja kaca mata itu sebagai kenangan perkenalan kita. Tapi saya akan tetap mengantarmu pulang. Saya tidak mau kamu nanti loncat di jembatan. Bisa-bisa saya kena introgasi juga sama polisi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jadi istri itu harus pintar dan jgn cuma nisa ngebabu saja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dibuang Suami Kere, Dinikahi Dokter Tajir    Tamat

    Karena melihat raut sedih di wajah istrinya yang berkepanjangan, akhirnya Dokter Dana mendekap istrinya dan berkata dengan yakin. "Kamu jangan khawatir lagi, Sayang. Aku pastikan bayi kita akan segera bersama kita lagi, dan penculiknya akan segera mendapat hukuman yang sangat berat.""Bagaimana, Mas bisa seyakin itu? Sudah hampir seminggu lamanya kita kehilangan bayi kita. Bahkan kita sudah mencari ke mana-mana, tapi hasilnya nihil," keluhnya dalam kesedihannya."Tapi, kita tidak boleh berputus asa, Sayang," pinta Dokter Dana yang sebetulnya menahan kesedihannya demi memberi kekuatan kepada istrinya."Lalu, apa ada perkembangan dari pencarian kita dan polisi, Mas? Aku gak sabar ingin segera bertemu sama anakku, Mas. Aku rindu, aku juga khawatir orang yang menculik anak kita tidak memberikan asupan makanan yang layak untuk anak kita. Atau jangan-jangan...." Kata-katanya terhenti saat pikirannya melayang ke hal-hal yang membuatnya takut. Air matanya tidak berhenti menetes. Melihat keka

  • Dibuang Suami Kere, Dinikahi Dokter Tajir    109

    Sebenarnya Rani merasa sangat terhina saat dia diperiksa di pos keamanan untuk bisa masuk ke rumah Perdana. Sebelumnya dulu dia tidak pernah diperiksa dulu sebelum masuk. Tapi hari ini dia harus melewati beberapa pemeriksaan dulu. "It's ok. Ini demi melancarkan rencanaku," ucapnya dalam hati. Dia melangkah masuk bersama dua orang anak buahnya yang masing-masing memegang bingkisan."Assalamualaikum," ucap Rani saat dia telah berada di ruangan tamu. Di sana sudah ada Pak Efendi dan istrinya, Pak Herman dan istrinya dan juga Dokter Dana dengan istrinya. Mereka serempak menjawab salam dari Rani."Wa'alaikummussalam.""Maaf, Dana. Om dan Tante. Juga Silvia. Aku tidak tahu, kalau Dana dan Silvia sedang ada acara kumpul keluarga," ucapnya basa-basi."Tidak apa-apa kok, Rani. Tidak ada acara penting. Silakan duduk. Perdana mencoba bersikap biasa."Iya, silakan duduk." Silvia pun berusaha bersikap ramah, walau di hatinya ada kecurigaan bahwa dialah dalang dibalik hilangnya anaknya."Terima ka

  • Dibuang Suami Kere, Dinikahi Dokter Tajir    108

    Bukan salahnya juga jika wanita itu menganggapnya lain. Dia hanya ingin berbuat baik kepada orang lain. Dia hanya ingin berbuat kebaikan kepada orang yang sedang terzalimi. Dan itu adalah perbuatan mulia. Namun, wanita itu salah kaprah terhadap kebaikan yang ditunjukannya, hingga menganggapnya sebuah tanda cinta sehingga dia menjadi tersanjung, lalu tidak terima saat melihat kenyataan yang terpampang di depan matanya."Kalau begitu, Perdana sudah melakukan perbuatan yang baik kepadamu. Lalu kenapa kamu membalasnya dengan menculik anaknya, Rani? Hentikan semua ini. Setidaknya demi Dana," bujuk Kanaya. "Bukan aku yang menculik anaknya! Tapi kamu! Kamu yang menculik anaknya, dan aku yang akan menyelamatkannya," kilah wanita itu dengan berteriak."Kamu ini sudah gila, Rani!" hardik Kanaya."Ya! Aku gila karena cinta, Kanaya. Dalam cinta semua adil," kekeh Rani yang tidak kehabisan kata-kata untuk membenarkan perbuatannya."M itueskipun begitu, tetap saja perbuatan kamu ini tidak benar, R

  • Dibuang Suami Kere, Dinikahi Dokter Tajir    107

    "Rani! Aku mohon, lepaskan aku. Aku janji akan melupakan ini semua. Kalau tidak, aku akan melaporkanmu ke polisi."Mendengar ancaman dari Kanaya, Rani jadi naik pitam. "Apa kamu bilang? Kamu mengancamku? Mau melaporkan aku ke polisi? Kamu gak sadar ya? kalau sekarang nyawamu ada di tanganku!" bentaknya. "Baiklah, kalau kamu menyetujui kesepakatan kita, aku mungkin bisa melepaskanmu," ujarnya. "Kesepakatan apa?" tanyanya dengan cemas. Ha ha ha....Setelah tertawa, dia mendekat ke muka Kania. "Sepertinya kamu sudah setuju, dan memang seharusnya kamu setuju," ocehnya yang terdengar seperti sampah di telinga Kanaya."Aku bukannya setuju. Aku hanya bertanya tentang kesepakatannya!" kilahnya dengan geram."Dengar, Kanaya. Kamu jangan menghabiskan tenagamu untuk marah-marah, karena selain kamu akan kehabisan tenaga, kamu juga akan kesulitan nantinya. kenapa? Karena aku bisa menyakitimu dan juga tiga orang yang sedang berada di ge

  • Dibuang Suami Kere, Dinikahi Dokter Tajir    106

    Sudah hari ketiga semenjak Savana menghilang. Puncak hidung Kanaya masih belum ditemukan. Nomornya sudah tidak aktif. Segala macam cara sudah dicoba untuk mencari keberadaan Kanaya, namun tak ada jejaknya. Dia bagaikan hilang ditelan bumi.Pihak kepolisian sudah menyatakan dia di daftar pencarian orang. Fotonya sudah disebar di berbagai media sosial dan di selebaran kertas sepanjang jalan di seluruh pelosok."Dasar perempuan tidak punya hati nurani," cerca Kanaya terhadap wanita yang kini tertawa lepas mendengar cercaannya. "Bisa-bisanya kamu menculik anak yang baru berumur dua hari, hanya untuk memuaskan egomu yang terluka!" hardiknya lagi.Perempuan itu menaikkan alisnya dan menghentikan tawanya lalu berkata, "Tunggu! tunggu. Tadi kamu bilang saya wanita yang tidak punya hati nurani karena menculik anak yang berumur dua hari. Betul begitu?" Perempuan itu diam sejenak seolah menunggu jawaban dari Kanaya. Namun belum sempat Kanaya berkata sepatah kata pun, dia sudah tertawa lagi terb

  • Dibuang Suami Kere, Dinikahi Dokter Tajir    105

    Ternyata ruangan itu kosong. Hanya tetesan air keran yang belum tertutup sempurna yang mengeluarkan suara tetesan air. "Sepertinya dia sengaja tidak menutup habis keran air," batin Perdana. "Dasar perempuan ular!" bentaknya sambil mengayunkan tinjunya ke udara.Dia kembali ke ruangan tengah dengan wajah yang masih merah padam.Silvia yang sudah tidak sabar mendengar keberadaan Kanaya pun bertanya."Bagaimana, Mas? Apa dia ada?"Pak Herman juga sudah tidak sabar menunggu jawaban dari menantunya itu. Dia menatap mata Perdana yang merah. Menunggu dengan tidak sabar. Meski dai tahu yang paling penting saat ini adalah keberadaan cucunya. Entah wanita itu yang menculik cucunya atau tidak, dia hanya ingin cucunya segera kembali.Pak Efendi juga satu pemikiran dengan Pak Herman. Dia ingin segera menemukan keberadaan cucunya. Tapi jika memang perempuan itu yang menculik cucunya, dia tidak akan memberikan ampun."Dia tidak ada di kamar tamu.""Jadi, dia yang menculik putri kita," ucapnya dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status