Ternyata Dokter Dana sudah ada di sampingnya. Dia sungguh tidak menyangka akan bertemu dengan Dokter Dana di ruang antrean.“Dokter? Dokter ada di sini?” tanya Silvia heran.“Iya, ayo ikut ke ruangan saya,” ajak Dokter Dana sambil berdiri bersiap untuk melangkah meninggalkan ruang tunggu rumah sakit itu.Silvia merasa tidak enak hati untuk menolak, tapi dia sudah mengambil nomor antrean. Jadi dia menolak secara halus.“Terima kasih, Dok. Saya sudah dapat nomor antrean. Sekarang tunggu dipanggil saja, kok.““Ga usah, ikut saya saja,” ajak Dokter Dana agak memaksa. Karena sebetulnya, dia sengaja datang ke rumah sakit, hanya untuk menunggu Silvia. Dia sangat senang saat melihat kedatangan Silvia ke rumah sakit itu.Tadinya dia sudah bersiap untuk pulang karena dia merasa Silvia tidak akan datang ke rumah sakit itu. Tapi begitu dia melihat wanita pujaannya turun dari angkutan umum, dia mengurungkan niatnya untuk pe
Dokter Dana melihat Silvia yang bengong, segera menghampirinya.Dokter bertanya: “Ada apa, Silvia? Kenapa bengong lagi? Ayamku tadi pagi mati gara-gara semalaman dia bengong kayak kamu.”“Tidak ada apa-apa Dok. Dokter ini ada-ada saja, masa aku disamakan sama ayam. Tapi kayaknya kita diawasi , Dok.”Seketika tawa Dokter Dana pecah. Tawa yang sudah lama tidak pernah ada dalam hidupnya.“Ha-ha-ha. Ada-ada saja kamu ini. Emang ada ya, orang kurang kerjaan seprerti itu? Atau bisa jadi juga sih suamimu yang mengawasi kita.”“Bisa jadi juga, Dok. Sebab dia curiga aku juga selingkuh seperti dia.”“Maksudnya selingkuh denganku?” Dokter Dana menunjuk dirinya sendiri.Silvia terdiam. Dokter Dana berusaha memecah keheningan dengan bertanya. Karena dia khawatir Silvia akan salah paham dengannya.“Tapi kamu tidak selingkuh kan?”“Apa aku terlihat seperti tukang selingkuh, Dok?” kedua alisnya bertau
Semenjak setahun belakangan, ia sering mengabaikan istrinya. Ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Rima.Badannya yang semakin kurus menambah rasa bosan dihati Pazel.Pazel yang sedang melamun dikagetkan oleh teriakan ibunya.“Aaaaaah, aduh, sakit.”Seketika Pazel berlari ke arah sumber suara. Sumber suara itu datang dari kamar ibunya. Diketoknya kamar ibunya.“Tok, tok, tok, ada apa, Bu? Buka pintunya.”Karena tidak ada sahutan Pazel berinisiatif untuk mendobrak pintu kamar yang di tempati ibunya. Dia mengarahkan pandangan ke seluruh sudut kamar, tak dilihatnya ibunya. Lalu terdengar suara rintihan kesakitan dari arah kamar mandi. Segera Pazel berlari ke sana. Ternyata ibunya sedang meringis kesakitan karena terpeleset. Pazel segera memapah ibunya yang masih mengenakan handuk itu.“Ibu. Kenapa ibu bisa jatuh? Ibu harus hati-hati kalau jalan.” Dia mengangkat ibunya ke tempat tidur.“Kaki ibu sakit banget Zel.
Di depan pintu berdiri seorang pria yang terlihat masih segar meski sudah berumur sekitar kurang lebih lima puluh tahun dengan didampingi dua orang pengawal pribadinya.“B_Bos. Mari, Bos. Silakan masuk. Maaf Bos. Saya tidak tahu kalau Bos akan kesini.”Pazel benar-benar merasa malu dengan kondisi rumahnya yang berantakan. Dia tidak tahu bos besarnya akan datang ke rumahnya.“Kalau begitu saya minta maaf karena tidak memberitahu sebelum kedatangan saya.”“Tidak, Bos. Maksud saya bukan seperti itu,” ucap Pazel.Dia menjadi salah tingkah karena dia takut menyinggung perasaan Bos besarnya. Badannya agak gemetar dan dingin.Orang yang dipanggil Bos berjalan ke ruang tamu diikuti oleh dua orang pengawalnya.Pazel mempersilakan mereka untuk duduk. Namun yang duduk hanya satu orang, yaitu orang yang dipanggil Bos oleh Pazel. Sedangkan yang dua orang berdiri di sebelah kiri dan kanan orang itu.“Saya akan
Sekitar jam tujuh malam, Bu Iyes, Silvia dan Tiara sudah bersiap-siap untuk pergi menemui orang yang telah menjadi penyelamat kepala keluarga mereka itu.Mereka dijemput oleh mobil keluaran terbaru. Bagaikan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, saat mereka bertemu lagi dengan orang yang mereka sayangi dalam keadaan sehat dan bonusnya menjadi seorang konglomerat. Bahkan mereka tidak pernah membayangkan akan bisa menaiki sebuah mobil yang sangat mahal ini.Yang biasanya mereka berdesak-desakan naik angkot sekarang naik mobil mewah. Aroma harum di dalam mobil itu dihirup secara perlahan oleh ketiga orang yang baru menaiki mobil itu.“Kita berangkat sekarang ya,” ucap pak Herman yang masuk paling akhir.Ketiga wanita itu tersenyum sambil mengangguk. Sopir pribadi pak Herman mulai menyalakan mesin dan memulai laju kendaraan dengan perlahan, karena mereka masih berada di area padat penduduk. Setelah sampai di jalan lintas kendaraan itu baru berj
Di antara mereka yang ditolak untuk masuk, ada tiga orang yang memaksa ingin masuk. Yaitu, Pazel, Ibunya, dan selingkuhannya, Rima.“Kenapa kami dilarang masuk? Apa kamu pikir kami ini orang miskin? Kami bukan orang miskin. Kami mampu membayar semua makanan di sini.”Bu Rohana, benar-benar marah. Karena kedatangan mereka ditolak mentah-mentah. Dia merasa sangat terhina. Sebelum datang ke tempat itu, dia sudah berkhayal akan memotret momen saat dia makan, saat makanan terhidang di meja, dan saat mereka tertawa bersama calon menantunya, lalu akan dia pos ting di media sosial miliknya. Sudah pasti Silvia mantan menantunya akan panas saat melihat postingan dia. Tapi ternyata, kenyataan tidak sesuai dengan yang dia harapkan.“ Bukan begitu, Nyonya. Kami sedang ada tamu penting. Tempat ini sudah dipesan secara keseluruhan oleh keluarga Pak Hermansyah. Jadi kami harap Nyonya maklum.”Tidak hanya pihak keamanan restoran yang menghalangi mereka.
Setelah Efendi Kusuma pulang, Hermansyah juga mengajak keluarganya untuk pulang.“Ayo kita juga pulang?” ajak Herman kepada istri dan anak-anaknya.Herman melangkah lebih dulu dan diikuti istri dan anak-anaknya. Bodyguardnya mengikuti di kiri dan kanan Herman. Sesampainya mereka di lobi restoran, sopirnya segera membukakan pintu mobil. Tapi Herman tidak langsung masuk. Lelaki yang masih terlihat gagah dan berwibawa itu mempersilakan istri dan anaknya untuk masuk terlebih dahulu.“Jalan, yup!” Herman memerintahkan agar sopirnya yang dipanggil ayup itu segera menjalankan kendaraan yang sudah ia dan keluarganya naiki.Sepanjang jalan, Tiara memperhatikan jalan yang ia lewati. Gadis tomboi itu heran melihat jalanan yang bukan ke arah rumahnya. Dia sangat hafal seluk beluk jalan raya, karena dia sering keliling kota dengan motor bersama temannya. Rasa herannya mendorong dia untuk bertanya.“Akan ke mana kita, Yah?”
“Sekarang saatnya untuk memberi mantan suamiku sedikit pelajaran,” batin Silvia saat dia merebahkan badannya di sebuah ranjang berukuran besar.Kesedihan dan kebahagiaan yang datang hampir bersamaan dalam hidupnya membuat dia agak tercengang. Ternyata Tuhan memberikan kebahagiaan yang lebih kepadanya di saat dia ikhlas dengan cobaan yang datang.Silvia bangun dari tidurannya. Dia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu dia berwudhu dan melanjutkan salat isya. Tidak lupa dia mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah Yang Maha Esa atas segala nikmat yang sudah didapatnya.Keesokan paginya seperti biasa dia bersiap-siap untuk berangkat ke butik Boby tempatnya bekerja. Begitu dia turun, dilihatnya sudah ada ayah, ibu dan adiknya di meja makan.“Sini, Nak. Sarapan dulu,” ajak ibunya sambil menarik salah satu kursi.“Wah. Sepertinya, nasi gorengnya enak, nih. MMM wangi banget lagi...,” ucap Silvia sambil menjoro