Share

Bab 4

"Oh, jelas itu tidak masalah, Tuan. Asalkan saya bisa pindah ke rumah baru saya dulu, baru Adelia boleh menikah dengan anakn Tuan," jawab Ibu Mirna cepat, enggan melewatkan rumah baru yang dijanjikan Tuan Wirawan.

Mendengar ucapan sang Ibu, Adelia langsung masuk ke dalam rumah.

"Ibu! Astaga, tega banget sih Ibu menukarku dengan rumah!"

"Adel, jaga bicara kamu! Ada Tuan Wirawan, apa kamu ngga malu!"

Mata Ibu Mirna membulat, seolah memberi perintah Adelia untuk diam.

"Sana masuk kamar! Jangan ikut campur urusan orang tua!" sentak Ibu Mirna. Wanita paruh baya itu benar-benar marah.

Jangan sampai ucapan Adelia tadi membuat Tuan Wirawan berubah pikiran. Bisa luntur semua angan Ibu Mirna menjadi orang kaya.

"Tapi, Bu --"

"Masuk!"

Adelia membuang muka. Ia benar-benar kecewa, dengan apa yang ibunya itu katakan. Kalau memang benar ia harus dijual untuk kedua kalinya, Adelia mungkin tidak akan pernah bisa memaafkan ibunya lagi.

Ibarat burung yang berada di dalam sangkar, seperti itulah keadaan Adelia sekarang. Meski masih bisa bergerak, tapi Adelia tidak bisa melakukan apa yang dia inginkan. Jangankan untuk menentukan kebahagiaannya sendiri, suami saja harus orang lain yang menentukan.

*****

40 hari selepas masa iddah selesai.

"Adel, senyum dong. Jangan memasang muka masam begitu. Tuan Wirawan itu orang penting, tamu yang datang pasti juga orang penting. Jangan bikin Ibu malu dong!" sungut Ibu Mirna yang sedari tadi tidak berhenti menasehati Adelia.

Sejak keputusan sang ibu menerima tawaran dari Tuan Wirawan, menukar Adelia dengan rumah mewah senilai 1 Miliar, Adelia diam, enggan berbicara pada ibunya.

Bukan hanya marah, alasan Adelia mendiamkan Ibu Mirna karena ia sangat kecewa. Lagi-lagi hidupnya harus ditukar dengan harta.

"Heh Adel, kamu ini denger nggak sih? Nyaut gitu kek, iya Bu, atau apa gitu. Jangan malah diam begini. Awas saja kalau sampai kamu bikin malu Ibu, Ibu nggak mau anggap kamu anak lagi!" ancam Ibu Mirna.

Tak tahan lagi dengan semua ucapan ibunya yang menyakiti hati, Adelia menoleh ke arah sang Ibu.

"Anak? Memangnya selama ini Ibu anggap Adel ini anak? Bukankah Ibu cuma anggep Adel barang yang bisa ditukar dengan uang?" Adelia menyeringai, menatap ibunya dengan pandangan kesal.

"Jaga mulut kamu, Adel!" Ibu Mirna nampak tegang, tak enak kepada MUA yang sedang menyelesaikan riasan di wajah Adelia.

Jangan sampai rahasia Adel terbongkar. Rahasia masa lalu itu hanya boleh Ibu Mira dan Adelia sendiri yang tahu.

"Kenapa harus Adel yang jaga mulut? Harusnya Ibu dong yang harus jaga nafsu, biar nggak terus-menerus gila sama harta. Kemarin Ibu paksa Adel buat minta harta gono-gini, sekarang Ibu tukar Adel dengan rumah. Ibu ini sebenarnya anggap Adel apa sih? Apa jangan-jangan Adel ini anak pungut, makanya Ibu bebas melakukan apa aja sama Adel?"

PLAK!

Untuk membungkam mulut Adel, Ibu Mirna terpaksa menampar anak perempuannya. Namun, seketika aura penyesalan menjalari raut wajah wanita paruh baya itu.

Seharusnya, Ibu Mirna memang tidak boleh melakukan demikian pada Adel. Semua ini karena rasa frustasi dan trauma yang Ibu Mirna rasakan. Dulu, hidup Ibu Mirna sangat berkecukupan, demi menikah dengan pria yang dicintai, Ibu Mirna rela melawan orang tua, dan berakhir hidup miskin dengan suaminya.

"Adel ...." Mata Ibu Mirna memerah, menahan sesal yang teramat dalam.

Rasanya ingin sekali meminta maaf karena sudah menampar Adel, tapi mulut Ibu Mirna seolah kaku, membisu tak bisa berbicara.

"Ibu tampar aku? Kok Ibu jahat banget sih sama Adel!" teriak Adelia. Matanya langsung memerah, meluruhkan air mata.

Marah dengan keadaanya yang terpernah memihaknya, Adelia menepis tangan MUA yang mendandaninya.

"Stop, Mbak! Jangan rias saya lagi!" Adelia beranjak dari tempat duduknya.

"Nyonya, Nyonya mau ke mana? Riasannya belum selesai!" seru MUA itu, panik karena Adelia malah berontak.

Mengabaikan kekhawatiran MUA itu, Adelia menyambar tisu di atas meja, menghapus wajahnya yang dirias make tebal.

"ADEL NGGAK MAU NIKAH! ADEL BENCI SAMA IBU!" Adel berteriak, berontak, mencoba memperjuangkan kebahagiaannya sendiri.

Jelas, apa yang Adelia lakukan itu membuat Ibu Mirna panik bukan kepalang. Acara akad nikah tinggal beberapa menit saja, tapi sekarang make up Adelia malah amburadul tak berbentuk.

"Astaga, Adel, apa yang kamu lakukan!"Tubuh Ibu Mirna terasa lemas, serasa ingin pingsan.

Namun, saat Adelia menuju pintu hendak kabur dari pernikahannya dengan Reno, kepalanya tertabrak oleh sebuah dada bidang yang menghalanginya.

“Ka – kamu ….”

Di depan mata Adelia, Reno menatapnya tajam, seraya mendorong Adelia pelan ke depan, menjauh dari tubuh Reno.

Seketika, Adelia yang sebelumnya berani melawan Reno di restoran, kali ini bergetar dan mematung tak berdaya.

"Kalian semua keluar dari sini, saya mau bicara dengan Adelia," ucap Reno, menoleh ke arah Ibu Mirna dan MUA itu bergantian.

"Baik, Tuan," sahut sang MUA, bergegas keluar, disusul oleh Ibu Mirna.

Meninggalkan dua orang, di ruangan itu kini hanya ada Adelia dan Reno. Keduanya berdiri berhadapan, namun enggan bertatapan.

“Kalau bukan karena Papaku yang keras kepala, aku tidak akan sudi menikah denganmu!” ucap Reno, seraya mendekat ke arah Adelia.

Adelia yang panik seketika mundur perlahan. Tatapan Reno yang dingin benar-benar mengintimidasinya.

“Kamu pikir aku juga mau? Kalau bukan karena Tuan Wirawan yang sudah terlalu baik padaku, aku juga tidak mau menikah dengan orang yang galak sepertimu!”

“Pintar juga kamu bersandiwara. Kamu pikir, aku tidak tahu, apa yang kamu minta dari Papaku?”

Adelia mengerjap, langkahnya kembali mundur.

“Kamu boleh menipu Papaku, tapi tidak denganku.” Tatapan itu semakin tajam, tubuh Reno membungkuk, semakin mendekat ke arah Adelia yang hanya setinggi pundaknya.

Adelia menunduk, takut menatap mata Reno. Meski benar wajahnya tampan, tapi tatapan matanya sangat menyeramkan.

"Terus apa mau kamu!" Adelia mendongak, menatap balik mata Reno, tapi sayangnya Adelia tak sanggup, dan malah menjadi gugup.

Adelia takut Reno semakin marah, dan mengintimidasinya, persis seperti apa yang Farhan lakukan dulu padanya.

"Pernikahan ini akan tetap berlangsung. Tapi perlu kamu ingat, jangan pernah berharap kamu bisa menyentuhku seujung jari pun. Karena aku akan membuat kamu membayar apa yang sudah ibu kamu ambil dari Papaku," ucap Reno, melirihkan suaranya.

Meski begitu, tetap saja, terdengar tajam bak ujung jarum yang menancap ke hati, melewati gendang telinga.

"Apa maksud kamu? Kamu mau balas dendam?" tanya Adelia.

Reno menegakkan kembali tubuhnya, namun kini tangannya mengulur, meremas dagu Adelia. “Berikan aku anak, setelah itu aku akan menceraikan kamu! Karena cuma itu yang Papaku mau dari pernikahan kita, mengerti kamu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status