Share

Bab 5

Mau menolak, atau berontak sekalipun, sudah pasti suara Adelia tidak akan pernah didengar oleh Reno.

Reno terlalu kaku, angkuh, dan enggan mendengarkan pendapat orang lain. Apalagi ini mengenai hidupnya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Adelia Puspita binti Andre dengan mas kawin tersebut tunai!" ucap Reno dalam satu tarikan nafas.

Rasanya memang mengharukan bagi Tuan Wirawan, karena pada akhirnya anak semata wayangnya itu menikah, meski di usianya yang sudah 40 tahun.

Tak banyak yang tahu memang, apa alasan Reno sebenarnya memilih tidak menikah. Padahal usianya sudah sangat matang. Dari segi finansial pun sangat mapan. Bahkan Reno sudah berhasil menjadi pengusaha sukses, dengan mengembangkan bisnis sang Papa.

"Ayo Adelia, cium tangan suami kamu, jangan diam saja," bisik Ibu Mirna, yang duduk tepat di belakang Adelia.

Malas sebenarnya melakukan apa yang ibunya itu katakan. Tapi masalahnya, Reno adalah suaminya. Terlepas ini karena pernikahan paksaan atau tidak, yang namanya suami tetaplah suami. Seperti apa kata almarhum Pak Andre, Adelia harus menghargai, menghormati, dan tidak boleh meremehkan suaminya.

'Kuat Adel, kamu pasti bisa melakukan ini,' gumam Adelia di dalam hatinya.

Sedikit gemetar, tangan Adelia mengulur, menjabat tangan Reno, lalu mengecup pada bagian punggung tangan Reno.

Reno pun melakukan apa yang semestinya seorang suami lakukan. Tanpa ragu, Reno meninggikan kepalanya, menyambut kening Adelia yang semakin mendekat ke arahnya.

“Jangan berharap sesuatu yang berlebihan. Ini semua hanya sementara. Setelah aku mendapatkan anak darimu, kamu harus pergi dari hidupku," bisik Reno, tepat saat mengecup kening Adelia.

Sengaja tidak mengadakan pesta resepsi besar-besaran di gedung mewah dengan kapasitas ribuan orang, Reno sengaja mengundang teman dekatnya saja. Sementara Tuan Wirawan pun juga sama, beliau tidak mengundang rekan bisnisnya, melainkan hanya sanak saudara yang dekat saja. Semua ini semata karena keinginan Reno, yang enggan pernikahannya diketahui oleh banyak orang.

*****

Ceklek!

Pintu kamar terbuka, Adelia langsung menurunkan kakinya, yang semula berada di atas sofa. Tadinya, Adelia sedang mengoles body lotion ke seluruh tubuh sebagai rutinitas sebelum tidur.

Tak sengaja melihat paha mulus untuk pertama kalinya, Reno memalingkan wajah enggan memandang. Di dalam pikiran Reno, pasti Adelia sengaja menggodanya tadi.

"Bibik sudah menyiapkan kamar untuk kamu di sebelah kamarku. Kamu bisa tidur di sana," ucap Reno, tanpa memandang sedikitpun ke arah Adelia.

Adelia langsung beranjak dari sofa, menghampiri Reno.

"Jadi, kita tidak tidur ... satu kamar?" tanya Adelia. Matanya berbinar, tampak sedang senang.

Reno mengernyit, berbalik badan. Sialnya, pergerakannya itu malah membuat posisi tubuhnya sangat dekat dengan Adelia. Bahkan dengan keadaan seperti sekarang ini, Reno bisa melihat dengan sangat jelas, seperti wajah cantik Adelia yang sangat Papanya itu banggakan.

"Kalau kamu mau tidur di sofa, silakan saja," ucap Reno, benar-benar tanpa ekspresi.

Bahkan tanpa menjelaskan maksudnya, Reno pergi begitu saja, masuk ke dalam kamar mandi.

"Astaga, kok ada ya orang seperti dia?" batin Adelia bergumam. "Tapi malah bagus sih, kalau aku tidur di kamarku sendiri. Malas juga lama-lama sama kulkas dua pintu."

Adelia keluar dari kamar Reno, namun saat hendak membuka pintu kamar yang dimaksud tadi, Tuan Wirawan memanggil Adelia.

"Adelia, kenapa kamu masuk ke kamar itu?"

Mendengar suara Tuan Wirawan, Adelia menggigit bibir bawahnya. 'Aduh, bagaimana ini, jawab apa aku,' gumam Adelia di dalam hatinya.

Gemetaran, Adelia berbalik badan, tersenyum, untuk menyembunyikan rasa gugupnya.

"Om ...." Adelia menganggukkan kepalanya sekali.

"Kok Om sih? Panggil Papa saja Adel. Kamu kan sudah menjadi menantu Papa," pinta Tuan Wirawan.

"Ah, iya Pa." Adel tersenyum, menganggukkan kepalanya lagi.

"Oh iya Adel, kamu ngapain di sini? Kamar Reno kan ada di sebelah. Cepat masuk, Reno pasti sudah menunggu kamu di kamarnya," ucap Tuan Reno.

Masalahnya, Adelia tidak mungkin mengaku sekarang, kalau Reno yang memintanya tidur di kamar sebelah. Tapi mau masuk ke lagi ke kamar Reno pun rasanya enggan. Adelia tidak mau Reno berpikiran macam-macam padanya.

Melihat Adelia yang hanya diam saja, Tuan Reno seolah paham dengan apa yang sedang terjadi. Beliau sedikit melangkah lebih dekat, mengusap pundak Adelia.

"Adelia, Papa tahu, Reno memang dingin orangnya. Sikapnya juga angkuh, dan mungkin saja tidak bisa menghargai kamu sebagai istrinya. Tapi, Reno sebenarnya tidak begitu. Reno sangat penyayang, dia juga memiliki hati yang sangat baik. Papa berharap, kamu bisa bantu Reno, Papa percaya sama kamu, Adel. Papa yakin kamu memang wanita terbaik untuk Reno," tutur Tuan Wirawan, sedikit menceritakan seperti apa anak tunggalnya itu.

Mendengar cerita Tuan Wirawan, sebenarnya ada sedikit rasa iba di hati Adelia. Sebab Adelia pun merasa dirinya begitu. Sebelum ayahnya meninggal, Adelia adalah sosok yang ceria, dan suka bercanda. Tapi, semua berubah, apalagi setelah Adelia mengenal Farhan. Rasa-rasanya Adelia terlupa, kapan terakhir kali ia bisa tertawa lepas.

"Papa tenang aja, Adel yakin kok, Adel bisa menjadi istri yang baik untuk Reno. Tapi ...." Adelia menghentikan ucapannya.

"Tapi apa, Adel? Apa Reno kasar sama kamu? Reno pukul kamu?"

"Ah, tidak Pa!" Adelia menggelengkan kepalanya, menepis dugaan Tuan Wirawan.

"Soal rumah," ucap Adelia.

Sekarang, Ibu Mirna pasti dengan berpesta pora, karena bisa memiliki rumah mewah pemberian Tuan Wirawan. Sejujurnya, Adelia ingin mengembalikan rumah itu, tapi ibunya menolak, dan bersikeras tidak ingin memiliki rumah itu seorang diri.

"Papa ikhlas, Sayang. Papa berikan rumah itu bukan karena ingin menukar kamu. Tapi Papa hanya ingin menyenangkan ibumu saja. Anggap saja ini sebagai imbalan, karena ibu kamu sudah melahirkan anak secantik dan sebaik kamu," tutur Tuan Wirawan, tampak begitu tulus dari dalam hatinya.

"Sini ...."

Tuan Wirawan merentangkan kedua tangannya, memeluk Adelia.

"Jangan anggap Papa ini mertua kamu. Anggap Papa seperti Papa kandung kamu, Adel. Bisa kan?" tanya Tuan Wirawan meminta.

Merengkuh Adelia seperti itu, membuat Tuan Wirawan merasa menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang. Tuan Wirawan berharap Adelia lah, yang mampu merubah Reno, menjadi sedikit saja lebih terbuka, dan menghargai orang lain.

"Terima kasih, Pa," Adelia menarik tubuhnya dari Tuan Wirawan.

Meski yakin pernikahannya akan sangat sulit dijalani, tapi Adelia merasa bersyukur, karena sekarang ia memiliki Tuan Wirawan, yang menyayangi dirinya begitu tulus. 

"Cepat masuk kamar, pakai baju yang seksi. Jangan bikin Reno menunggu!"

Tuan Wirawan mendorong Adelia, memaksa menantunya itu untuk cepat masuk ke dalam kamar.

"Tapi, Pa. Adel harus --"

Ceklek!

Tuan Wirawan malah membuka pintu, mendorong Adelia masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu itu lagi.

"Aakh, gimana ini!" Adelia mengusap wajahnya, lalu berbalik badan. Tapi, di depannya kini malah nampak dada bidang dan perut berotot, yang tidak tertutup apapun.

"AAAAAAKH!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status