“Puas kamu, Reno? Apa sih yang kamu cari sebenarnya, sampai kamu menolak wanita sebaik Adelia. Dia itu sampai rela mengorbankan nyawanya cuma buat menyelamatkan Papa!”
Meski puas melihat Adelia membalas Reno, tapi tetap saja, Tuan Wirawan kecewa dengan sikap Reno yang terlalu arogan di hadapan Adelia.Padahal menurut Tuan Wirawan, Adelia adalah calon istri yang sangat cocok, untuk mengimbangi sikap keras kepala dan egois Reno. Tuan Wirawan meyakini itu, sebab beliau melihat ada kelembutan dan kasih sayang di dalam diri Adelia.“Apa maksud, Papa?” tanya Reno. Tidak biasanya, ayahnya memuji wanita sampai berlebihan seperti sekarang ini.“Tadi siang Papa hampir saja dirampok, dan kamu tahu siapa yang menyelamatkan Papa … Adelia, Reno!”Reno memalingkan pandangannya dari sang Papa. Meski terkesan dengan apa yang Adelia lakukan, tapi itu tidak merubah sedikitpun pendirian Reno.“Bagi Reno, semua wanita di dunia itu sama. Hanya mementingkan kesenangan, dan materi saja. Mau itu Mama, atau Adelia sekalipun. Jadi, Reno harap, Papa berhenti meminta Reno untuk menikahi wanita manapun lagi, termasuk itu Adelia, ucap Reno, memilih untuk pergi dari sana.“Jadi ini tentang Mama kamu? Tidak semua wanita seperti Mama kamu, Reno! Adelia berbeda!” seru Tuan Wirawan.Terusik dengan ucapan sang ayah, Reno menghentikan langkahnya. Namun, hanya beberapa detik berlalu, Reno kembali melangkah, meninggalkan sang ayah.Mungkin memang benar apa yang Tuan Wirawan katakan, kalau tidak semua wanita memiliki sifat yang sama dengan mantan istrinya. Matrealistis, dan mengutamakan kesenangan semata, dibandingkan mengurus rumah tangga.Tapi bagi Reno, pengalaman hidup yang ia alami sudah membutakan hatinya, untuk tidak melihat seorang wanita dari sisi baiknya. Hati Reno terlalu terluka, dengan penghianatan yang dulu pernah dilakukan oleh sang ibu, juga mantan kekasihnya.*****Satu minggu kemudian, setelah pertemuan Adelia yang menyebalkan dengan Reno."Adel, bangun kamu!"Suara melengking membangunkan Adelia dari tidurnya.Adelia mengusap mata dan langsung terkejut, kala melihat sang ibu sudah berkacak pinggang di samping ranjangnya."Ibu ...." Adelia terduduk dengan pandangan menunduk."Jam berapa sekarang, kenapa baru bangun?! Cepat mandi, dandan yang cantik, terus kamu cari kerja. Kamu pikir dengan kamu tidur perut Ibu bisa kenyang apa!”Melihat anak perempuannya bermalas-malasan di atas tempat tidur, membuat Ibu Mirna sangat marah. Bahkan rasanya Ibu Mirna ingin sekali menyeret Adelia agar cepat-cepat turun dari ranjang.“Sudah tahu jadi janda, bukannya usaha apa kek biar menghasilkan uang, ini malah enak-enakan tidur. Cepat sana! Astaga, susah banget sih dibilangin kamu!”Adelia menghela nafasnya, tubuhnya beringsut, turun dari ranjang.“Iya, Bu," sahutnya sembari melirik ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul lima pagi.Meski masih mengantuk, Adelia tetap masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhnya, untuk memulai hari yang baru.Dua jam kemudian di meja makan.“Ah, mana uang sudah menipis, punya anak perempuan satu malah nyusahin. Udah enak-enak nikah sama orang kaya, ini malah cerai gara-gara mandul. Lagian jadi perempuan kok nggak pintar jaga diri, bisa sampai mandul begitu.” Ibu Mirna menggerutu, sembari menghitung uang di dalam dompetnya yang hanya tinggal pecahan 20 ribu satu lembar dan 10 ribuan enam lembar.“Heh, Adel, cepat sini!” Ibu Mirna melambaikan tangannya ke arah Adelia yang baru saja keluar dari kamar.“Ada apa, Bu?” tanya Adelia, yang kemudian duduk di kursi, samping ibunya.“Hari ini, kamu tunda dulu cari kerjanya. Mending kamu ke rumah Farhan, kamu minta tuh harta gono-gini. Masa iya cerai kok nggak dapat apa-apa,” ucap Ibu Mirna, melirihkan suaranya, sedang merayu.Tidak mungkin merendahkan harga dirinya di depan Farhan, Adelia menolak dengan tegas, kemauan ibunya itu.“Buat apa sih, Bu. Adel kan bisa cari kerja. Lagian Mas Farhan itu setiap hari mengeluh karena Ibu selalu saja minta uang belanja dari Mas Farhan. Malu lah Bu, kalau masih bicara harta gono-gini. Adel lebih baik hidup sederhana daripada harus mengemis uang dari Mas Farhan.”“Enak saja kamu!”Ibu Mirna beranjak dari duduknya, langsung berkacak pinggang. “Bicara seenak udelmu! Kamu pikir biaya sekolah kamu, nasi yang kamu makan setiap hari itu uang dari mana?! Harusnya jadi anak, kamu balas budi dong! Bukannya malah sok-sokan nggak butuh uang!”Adelia menghela nafasnya kasar. Mendengar semua ucapan sang ibu, membuat kepala Adelia terasa mau pecah. Adelia tidak mengerti, kenapa ibunya sangat perhitungan. Sampai biaya sekolah dan makan setiap harinya harus diungkit.“Bukan nggak butuh uang, Bu. Tapi Adel cuma –”“Udah-udah! Kamu ini memang sama aja kaya Bapakmu. Suka banget hidup susah. Heran, miskin kok dijadikan hobi!” Ibu Mirna menggerutu, meninggalkan meja makan."Permisi!"Suara di luar rumah menghentikan sejenak langkah kaki Ibu Mirna. Wanita paruh baya itu menoleh ke pintu rumahnya lalu berganti menoleh ke arah Adelia, yang beranjak dari duduknya.“Mau ke mana kamu?” tanya Ibu Mirna, ketus.“Buka pintu, Bu. Kan ada tamu,” jawab Adelia.“Nggak usah! Mending kamu siap-siap sana, habis ini kita ke rumah Farhan, Ibu yang bicara sama Farhan nanti.“Tapi, Bu –”“Nurut sama orang tua! Mau kamu jadi anak durhaka, bisanya cuma nyusahin,” gerutu Ibu Mirna, mengiringi langkahnya menuju ke pintu rumah. "Lagian ini orang nggak sopan banget, pagi-pagi udah datang bertamu."Rasa-rasanya, ingin sekali Adelia membantah ucapan ibunya. Tapi Adelia takut berdosa dan dikatai sebagai anak durhaka.Klek!Mata Ibu Mirna langsung membulat, melihat pria berambut putih berpenampilan sangat rapi datang ke rumahnya. Wajahnya cukup tampan meski sudah tua, pakaiannya juga rapi, persis seperti orang kaya. Siapa lagi beliau, kalau bukan Tuan Wirawan.Alih-alih bertanya, ada keperluan apa pria itu datang bertamu, Ibu Mirna malah berteriak, memanggil Adelia."Adel, sini kamu!" teriak Ibu Mirna, sedikitpun tidak memalingkan pandangannya dari Tuan Wirawan."Iya, Bu, sebentar!”Mendengar suara Adelia dari dalam rumah yang didatangi, Tuan Wirawan tersenyum, tak salah mempekerjakan Yuna, yang sangat pandai mencari informasi tentang Adelia."Astaga, kenapa lama banget sih. Adel, cepetan!"Tanpa berkata apapun, pada Tuan Wirawan, Ibu Mirna kembali masuk, berjalan cepat, menuju ke meja makan. Tak menemukan Adelia di sana, Ibu Mirna langsung ke dapur.Sementara itu di luar rumah. Yuna baru saja turun dari mobil. Wanita itu memasukkan ponsel yang baru saja digunakan, bergegas menghampiri Tuan Wirawan."Tuan Besar, apa Tuan tidak salah menjodohkan Tuan Reno dengan Adelia? Dia kan miskin, Tuan. Berbeda dengan wanita yang biasa Tuan pilih," ucap Yuna bertanya.Meski lancang, tapi Tuan Wirawan sedikitpun tidak marah dengan perkataan Yuna. Tuan Wirawan malah tersenyum, dengan santai menjelaskan alasannya, memilih Adelia."Em, kamu memang benar Yuna. Adelia ini memang berbeda. Dia spesial."Tuan Wirawan menoleh ke arah Yuna yang berdiri di sampingnya. "Satu hal yang harus kamu tahu, Yuna. Feeling orang tua, tidak pernah salah."Mendengar perkatan Tuan Wirawan, Yuna langsung memalingkan pandangannya, enggan berkomentar."Adelia!"Wajah Tuan Wirawan seketika berseri, kala melihat calon menantu Idamannya muncul di hadapan. Tak bisa membendung perasaan senangnya, Tuan Wirawan, memeluk Adelia.'Ya Tuhan, apa ini?' Adelia membatin di dalam hati. Matanya terasa perih, seperti mau menangis.Seperti inikah rasanya pelukan seorang ayah, hangat, dan begitu menenangkan."Maaf Om memeluk kamu. Om, nggak nyangka bisa bertemu lagi sama kamu."Tak tahu harus apa, Adelia hanya terdiam. Tapi dalam hatinya meronta, merasa haus akan pelukan yang mengingatkan Adelia akan almarhum sang ayah.Ayah Adelia meninggal lima tahun lalu. Meskipun meninggalkan hutang puluhan juta, tapi ayah Adelia memberikan kenangan yang sangat berarti di dalam hidup Adelia. Dari sang ayah lah, Adelia belajar berdiri di atas kakinya sendiri. Dari sang ayah juga, Adelia belajar apa itu kuat. Mungkin, jika tidak pernah ada sosok sang ayah, Adelia sudah terpuruk karena hatinya pun sudah hancur oleh perlakuan ibu dan mantan suaminya.Itulah, mengapa Adelia begitu kesal ketika Reno membentak ayahnya sendiri di depan mukanya. Walaupun Adelia baru saja bertemu Tuan Wirawan, tapi melihat orang tua sepertinya dibentak anaknya sendiri, membuat Adelia sangat kesal."Yuna, bisa kamu temani Adelia sebentar, saya harus bicara dengan Ibu Mirna.""Baik, Tuan." Yuna mengangguk, melirik ke arah Adelia.Meski tak begitu senang bersama Yuna, Adelia keluar, hanya untuk menghargai Tuan Wirawan.Duduk di kursi kayu ruang tamu, Tuan Wirawan meletakkan teh hangat yang baru saja beliau minum."Saya datang ke sini ingin meminta Adelia untuk menjadi menantu saya, Bu," ucap Tuan Wirawan tidak ingin memperlama waktu."Menantu?" Kening Ibu Mirna mengkerut, pandangannya tertuju pada jam tangan mewah yang dikenakan Tuan Wirawan.Mendengar itu, kening Ibu Mirna mengkerut. Apalagi ia melihat penampilan mewah orang yang ada di depannya ini. Bagaimana bisa tiba-tiba meminta anaknya menjadi menantu. Bukankah itu seperti mendapatkan durian runtuh."Ibu tenang saja. Setelah Adelia menikah dengan anak saya, Ibu Mirna bisa langsung pindah ke rumah baru. Ibu Mirna bebas, memilih rumah seperti apa yang Ibu Mirna mau.""Ru-rumah?"Rona wajah Ibu Mirna langsung cerah, kepalanya mengangguk cepat. Bahkan tanpa berpikir sedikitpun, seperti apa nasib Adelia kedepannya nanti."Jadi, Ibu setuju Adelia menikah dengan anak saya?""Oh, jelas itu tidak masalah, Tuan. Asalkan saya bisa pindah ke rumah baru saya dulu, baru Adelia boleh menikah dengan anakn Tuan," jawab Ibu Mirna cepat, enggan melewatkan rumah baru yang dijanjikan Tuan Wirawan.Mendengar ucapan sang Ibu, Adelia langsung masuk ke dalam rumah."Ibu! Astaga, tega banget sih Ibu menukarku dengan rumah!""Adel, jaga bicara kamu! Ada Tuan Wirawan, apa kamu ngga malu!"Mata Ibu Mirna membulat, seolah memberi perintah Adelia untuk diam."Sana masuk kamar! Jangan ikut campur urusan orang tua!" sentak Ibu Mirna. Wanita paruh baya itu benar-benar marah.Jangan sampai ucapan Adelia tadi membuat Tuan Wirawan berubah pikiran. Bisa luntur semua angan Ibu Mirna menjadi orang kaya."Tapi, Bu --""Masuk!"Adelia membuang muka. Ia benar-benar kecewa, dengan apa yang ibunya itu katakan. Kalau memang benar ia harus dijual untuk kedua kalinya, Adelia mungkin tidak akan pernah bisa memaafkan ibunya lagi.Ibarat burung yang berada di dalam sangkar, seperti itulah keadaan A
Mau menolak, atau berontak sekalipun, sudah pasti suara Adelia tidak akan pernah didengar oleh Reno.Reno terlalu kaku, angkuh, dan enggan mendengarkan pendapat orang lain. Apalagi ini mengenai hidupnya."Saya terima nikah dan kawinnya Adelia Puspita binti Andre dengan mas kawin tersebut tunai!" ucap Reno dalam satu tarikan nafas.Rasanya memang mengharukan bagi Tuan Wirawan, karena pada akhirnya anak semata wayangnya itu menikah, meski di usianya yang sudah 40 tahun.Tak banyak yang tahu memang, apa alasan Reno sebenarnya memilih tidak menikah. Padahal usianya sudah sangat matang. Dari segi finansial pun sangat mapan. Bahkan Reno sudah berhasil menjadi pengusaha sukses, dengan mengembangkan bisnis sang Papa."Ayo Adelia, cium tangan suami kamu, jangan diam saja," bisik Ibu Mirna, yang duduk tepat di belakang Adelia.Malas sebenarnya melakukan apa yang ibunya itu katakan. Tapi masalahnya, Reno adalah suaminya. Terlepas ini karena pernikahan paksaan atau tidak, yang namanya suami tetap
"Astaga Mas Reno, pakai bajumu!" Dua tangannya menutup mata. Tapi, pandangannya mengintip dari celah jari-jari yang terbuka. Adelia dibuat tertegun, melihat otot-otot dada dan perut Reno yang menyembul nampak kuat dan keras itu."Tidak usah mengintip. Aku bisa melihat matamu!" Sama sekali tidak gugup, Reno berbalik mengambil bajunya yang ada di atas ranjang, lalu memakainya."Hah?" Adelia membuka penutup matanya, menurunkan tangannya ke samping. "Aku tidak mengintip. Aku cuma --""Keluar!" Reno menoleh ke arah Adelia, tatapannya sangat dingin. "Aku sedang tidak bernafsu melakukan malam pertama denganmu!"Reno beranjak dari samping ranjang, kembali menghampiri Adelia. Tapi yang Reno lakukan malah membuka pintu, dan langsung mendorong Adelia keluar dari kamarnya."Mas Reno!" teriak Adelia kesal.Adelia menghela nafasnya kasar. Sunggung dia tak pernah menyangka kalau Reno benar-benar sedingin ini padanya."Lihat saja nanti, aku bikin kamu menyesal. Dasar kulkas dua pintu. Lagian siapa j
Mengikuti apa keinginan suaminya, Adelia bergegas menuju ke mobil. Tapi, saat tiba di sana, langkah Adelia langsung terhenti. Ia dibuat terkejut, oleh Reno yang sudah berdiri di samping mobil sembari memegangi pintunya yang terbuka. "Cepat masuk!" Suara Reno membuyarkan apa yang Adelia pikirkan. Ternyata, suaminya masih saja ketus, meski sedikit perhatian. "Terima kasih ya Mas. Em, udah bukain pintu buat aku. Tapi, kalau kamu senyum dikit aja, pasti kelihatan ganteng banget deh." Selesai berucap demikian, Adelia langsung masuk ke dalam mobil. Berharap suaminya bisa sedikit saja murah senyum padanya setelah ini.Melirik Adelia, Reno menutup pintu. Tanpa di sadar, senyum terukir di bibir pria dingin itu. ***** "Dina!" Adelia memeluk hangat wanita berambut sepundak. Dia adalah sahabat Adelia yang hendak menikah. "Ah, jadi ini suami tampan yang kamu ceritakan padaku? Uuh, memang benar-benar tampan. Pantas saja kamu selalu menolak aku ajak jalan, ternyata ini alasannya. Kalau aku pu
"Mas, kamu kenapa ...." "Diamlah, Adelia! Jangan bicara atau bertanya apapun. Biarkan aku memelukmu sebentar saja." Baru juga Adelia bersuara, Reno sudah menyuruhnya untuk diam. Dalam pelukan Reno, Adelia seolah membeku. Meski jantungnya berdebar sangat kencang, tapi Adelia tak bisa berbuat apa-apa. Matanya hanya mengerjap, menikmati debaran jantung Reno yang terdengar sangat keras dengan irama yang cepat. Sementara Reno, pria itu malah terhanyut dengan apa yang dilakukan sendiri. Tubuh hangat wanita mungilnya ini mengingatkan Reno akan sosok wanita yang sangat Reno rindukan. Andai Reno memiliki kesempatan bertemu lagi, Reno akan meminta maaf, dan memperbaiki semuanya. "Astaga, detak jantungnya kencang sekali." Tak tahan Adelia bergumam lirih. Bibinya tersenyum, mengira jantung Reno berdebar karena dirinya. Sialnya, ucapan Adelia yang lirih itu terdengar di telinga Reno. Reno mendorong tubuh Adelia, terkejut, menyadari apa yang sudah ia lakukan. "Menjauh dariku, Adelia!" Mata
"Mas, kamu mau ap --" Belum sempat Adelia meneruskan ucapannya, tangan Reno sudah membungkam mulut Adelia, membenturkan tubuh Adelia kasar ke dinding pintu toilet yang baru saja Reno tutup. "Eeeeemb!" Adelia mengernyit, bibirnya yang tersembunyi di balik tangan Reno meringis kesakitan. Tidak mempedulikan itu, Reno malah sengaja mendekat, menatap dalam Adelia. Matanya yang merah sedikit sembab tak dapat menutupi batapa kacaunya perasaan Reno sekarang. "Adelia ...." Nama itu lolos dari mulut Reno. Tak bicara apapun lagi, Reno menyambar bibir Adelia. Dua tangannya melingkar ke pinggang, memeluk erat tubuh Adelia. Emosi yang menguasai hati dan pikiran Reno, membuat pria itu menggila. Tanpa memikirkan apa resikonya, Reno nekat menggagahi tubuh Adelia, melakukan hubungan itu di dalam toilet pesawat. Entah berapa ronde Reno melakukannya. Adelia sampai memekik kesakitan merasakan panas dan perih yang teramat sangat. Hingga satu jam pintu toilet itu terkunci dari dalam akhirnya baru ke
"Mas Reno, Kenapa diusap begitu sih pipinya!" Adelia merengut, bibirnya maju ke depan, kesal karena Reno malah mengusap bekas kecupan darinya. Padahal tadi Adelia sudah mengumpulkan seluruh keberaniannya, untuk menunjukkan rasa cintanya pada Reno. Tapi, sikap Reno malah membuat Adelia kesal kecewa.Kalau pun tidak mau dikecup, harusnya tidak perlu mengusap seperti itu."Lagian kamu ngapain kaya gitu tadi?!" Reno memalingkan padangannya. Menyembunyikan wajahnya yang sudah bersemu merah. Hanya ingin bertanya kenapa Adelia mengecup pipinya saja itu sudah membuat Reno sangat gugup. Hingga sulit untuk mengatakannya. Reno malah berbalik badan, sengaja menghindari kontak mata dengan Adelia. Adelia beranjak dari ranjang, berkacak pinggang."Kenapa kamu ini, Mas? Bukankah kemarin kita sudah ... harusnya kamu stop dong bersikap dingin sama aku! Memangnya semalam kamu tidak ingat kalau kita ...." Adelia terdiam tidak meneruskan ucapannya.Rasanya, mau marah juga percuma. "Kenapa diam? Ter
Reno terkejut. Pandangannya seketika menunduk, memperhatikan perut Adelia yang rata. Rasanya mustahil Adelia bisa hamil secepat ini. Mereka baru melakukannya sekali dan itu baru beberapa hari yang lalu."Kamu hamil?" tanya Reno"Tidak! Bukan itu, aku tidak hamil, Mas!" Adelia menggelengkan kepalanya cepat. Padahal tadi ia mengusap perutnya hanya karena lapar, tapi Reno malah mengiranya sedang hamil.Tapi, setelah mendengar itu, nafas Reno berhembus lega. Meski dirinya juga ingin memiliki anak, tapi jika secepat ini Reno juga belum siap. Masih banyak masalah pribadi yang belum dia bereskan."Lalu apa?" tanya Reno lagi.Adelia tersenyum, meski takut, dia meraih tangan Reno. "Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Kamu mau kan kasih aku kesempatan? Aku ingin menjadi istri kamu dalam artian yang sebenarnya. Bukan cuma sekedar status saja," jawab Adelia.Matanya terlihat berbinar, tidak seperti biasanya.Tapi, kening Reno malah mengkerut, matanya mengerjap lambat. Reno sungguh tidak menyangk