Share

Istri Kontrak

"Hanya dengan status istri dariku, harusnya cukup bagimu untuk pamer pada mereka," tutur Darren lagi.

Meski Jihan berpikir tak akan sudi untuk bertemu lagi, jika sampai harus berpapasan, Jihan memilih memutar jalan. Tapi, sampai kapan ia harus menghindar? Sepuluh tahun? Hingga tutup usia? Rasa sakit di hati begitu membekas dengan baik. Sampai Jihan rasanya ingin menenggelamkan Yuna dan Abian dari dunia.

"Hanya ibu pengganti saja kan, Pak?" tanya Jihan memastikan.

Tangan Jihan mengambil pena dari Darren, lantas mulai berjongkok hanya untuk menorehkan secuil tanda tangannya pada kertas ini. Tapi, tanggung jawabnya sangat luar biasa. Menjadi ibu dari anak yang berkebutuhan khusus, serta istri dari pengusaha kaya yang kerap muncul di berbagai media.

Mata Jihan menatapi kontrak yang telah sah ditanda tangani oleh kedua pihak dengan ekspresi terkejut. Jihan telah lalai. Jihan lupa siapa sosok Darren Gerald di khalayak umum.

"Pak. Apakah aku harus tampil di berbagai acara sebagai istri bersama Anda?"

Darren menatap serius pada Jihan, lantas tersenyum sinis. "Harusnya sebelum tanda tangan, kau harus memikirkannya dengan baik dengan siapa kau menikah."

Jihan membisu, sekarang matanya menatap antusias pada kontrak pernikahan yang mulai disimpan oleh Darren. Rasanya Jihan ingin segera merampas kertas ini, menguyahnya dengan mulut, atau setidaknya bisa merobeknya.

"Jangan berpikir untuk mencari masalah dengan kontrak ini, itu pun jika kau masih ingin hidup, Jihan Gerald," tegas Darren pada nama barunya.

Mulai hari ini ... Jihan resmi menyandang gelar nyonya dari rumah keluarga Gerald generasi pertama.

"Susan, antar Nyonya kalian ke kamarnya," tutur Darren dengan mata menyorot serius pada Jihan.

Susan memasuki kamar Bella bersama beberapa pembantu lainnya. Satu hal yang membuat Jihan heran, mereka membawa Jihan ke sebuah kamar. Pastinya ini bukan kamar yang dihuni oleh Darren, sebab dalam kontrak dijelaskan bahwa mereka berdua akan tidur terpisah. Tapi, para pembantu membawa Jihan ke kamar mandi serta mengurus dress yang sangat cantik.

Jihan mematut dirinya di depan cermin. Setelah diurus masalah permandian oleh pembantu, Jihan memakai dress paling bagus seumur hidupnya. Jihan tersenyum, ah rupanya ini tampang dirinya ketika dibalut pakaian mewah. Tapi, perlahan senyum di wajah Jihan lenyap.

Kemewahan ini hanyalah bersifat sementara. Kapan pun Darren mau, Jihan bisa didepak dari rumah ini serta kembali diceraikan. Balas dendam ini hanya bisa bertahan lama, jika Jihan berhasil menguasai hati Bella.

"Nyonya, mari turun ke bawah untuk makan malam," ajak Susan sembari tersenyum.

Jihan tersenyum. Benar, selagi menyandang nyonya di rumah ini. Jihan harus menikmatinya. Memanfaatkannya untuk pamer serta menginjak-injak Abian juga Yuna. Mereka berdua harus tahu siapa Jihan sekarang.

Jihan mulai keluar kamar dan turun ke lantai satu. Jihan terpaku pada makanan yang tersaji di atas meja itu, apakah Jihan boleh memakan hidangan mewah itu sampai kenyang? Di ruang makan, sudah duduk Bella dan Darren di kursi dengan jarak yang cukup jauh.

Susan tampak berbisik pada Darren, sampai membuat pria itu menatap ke arah Jihan.

"Duduk di depanku," titah Darren memberi tahu, sebab Jihan hendak duduk di sebelah Bella.

Jihan mengira kalau di depan, maka paling tidak di sebelah pria ini. Tapi ternyata Jihan salah. Pembantu mengantar Jihan duduk di kursi paling ujung. Duduk berhadapan di Darren dengan terhalang dua meter panjang meja.

"Anu--"

"Susan! Apa kau tidak menjelaskan pada Nyonya, mengenai aturan saat makan?" tanya Darren terlihat marah.

Jihan tertegun, padahal hanya ingin bertanya masalah Bella yang memakan ikan dengan tulang itu, apakah akan baik-baik saja? Tapi, justru direspon serius oleh Darren. Sampai memarahi pembantu juga. Dari pada makan, Jihan memilih diam dan membisu saja.

Selesai makan malam yang sangat canggung itu, sampai hidangan mewah yang masuk ke tenggorokan Jihan secuil pun, rasanya seperti makan sebongkah batu besar yang mengganjal. Benar-benar tidak nyaman. Sekarang Jihan berada di kamar Bella, membacakan cerita untuk anaknya kini.

"Kemudian mereka pun hidup dengan bahagia," Jihan telah membaca hingga ujung ceritanya.

Bella hanya tersenyum dan bertepuk tangan saja. Sama sekali tak merespons Jihan dengan perkataan. Hal itu membuat Jihan tersenyum, namun dalam hati bertanya-tanya. Gerangan apa yang membuat anak sekecil ini memiliki trauma sampai tak mau bicara.

Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan Susan muncul dengan wajah panik. "Nyonya, mari kembali ke kamar, sebelum tuan tahu."

Jihan membenarkan selimut Bella kemudian mengelus kepala gadis kecil ini. "Selamat tidur, Bella."

Melihat Susan yang masih terlihat cemas, membuat Jihan menurut dan keluar dari kamar Bella. Satu hal yang membuat Jihan tak mengerti, kenapa Susan harus secemas ini dan memperingatkannya untuk segera memasuki kamar.

"Nona Bella sudah mendapat pendidikan untuk tidur secara mandiri, jadi kalau tahu Nyonya menemani nona, maka tuan akan marah," jelas Susan melihatnya yang bingung.

Jihan justru semakin bingung setelah mendengarnya. "Bella hanya anak kecil, tidak seharusnya dibiarkan sendiri."

"Nona Bella sudah mandiri sejak usia tiga tahun, Nyonya," sahut Susan dengan kepala menunduk.

Tiga tahun? Bukankah usia itu terlalu kecil untuk tidur mandiri. Jihan membuka pintu kamar dan mulai memasukinya. Susan sendiri memilih undur diri, membiarkan Jihan istirahat.

Jihan merentangkan tangan dan mulai duduk di atas ranjang, siap untuk tidur. Tapi, matanya menatap pada pintu kamar yang tiba-tiba saja terbuka. Darren memasukinya dengan mata menatapnya juga.

"Pak Darren ... ingin membicarakan sesuatu denganku?" tanya Jihan segera bangkit dari duduknya.

"Aku dengar kau ke kamar Bella? Membacakan buku untuk Bella?"

Jihan mengangguk tipis. "Iya Pak."

Mata Jihan sedikit terbuka lebar saat melihat Darren membuka lemari. Berjejer rapi pakaian pria di dalamnya, itulah yang membuat Jihan terkejut. Bukankah mereka berdua tidur terpisah? Lantas apa maksudnya dengan semua pakaian itu.

"Kau ke sini hanya seorang pengasuh untuknya, bukan berarti bisa seenaknya mengubah cara didikan yang aku terapkan!" seru Darren marah dan menoleh ke arah Jihan.

Tapi, Jihan justru menutup wajah dengan tangan dan kepala tertunduk. Jelas mengundang emosi dari Darren yang merasa diabaikan.

"Pak--bisakah ... pakai dulu bajunya?"

Darren terdiam dan menatap tubuh sendiri, suami kontrak Jihan ini sama sekali tak punya rasa malu membuka baju di hadapannya. Darren menyeringai, memilih mendekat dan merengkuh pinggang Jihan hingga direspon dengan terkejut dan menurunkan kedua tangannya.

"Apa yang kau pikirkan, istri kontrakku?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Hendri Safran
ribet amat peraturan orang kaya... anak seumuran bella juga perlu diperhatikan. terlalu dini tuk dbuat mandiri
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
jihan masih bingung mendadak menjadi istri orang kayak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status