Home / Rumah Tangga / Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan / 7. Foto perempuan cantik di story w******p Fahri

Share

7. Foto perempuan cantik di story w******p Fahri

Author: Yeny Yuliana
last update Last Updated: 2022-10-11 17:47:45

"Mir, maaf, sepertinya aku tidak bisa lebih lama untuk dekat dengan adik sepupumu," ucapku memulai pembicaraan dengan Mira sewaktu kami berjalan menuju parkiran.

"Si Fahri?" jawab Mira sembari menaikkan alis.

"Iyalah, siapa lagi?!"

"Kenapa nggak dilanjutin aja, Vin, pendekatannya. Siapa tau kan, kalian jodoh. Kita bisa jadi saudara kalau begitu,"

"Hanya dengan mengetahui cara bergaulnya saja, aku benar-benar ilfil." aku mendengus malas.

"Kenapa?"

"Ya kali, baru juga mau nembak, udah mau ngajak tidur." jawabku tanpa menoleh ke arah Mira.

Mira terbahak mendengar apa yang barusan aku ucapkan, yang menurutku sama sekali tidak lucu. Aku menatapnya penuh tanya.

"Malah ketawa lagi,"

"Ah, habis kamu lucu, Vin." Mira menjawab dengan sisa kekehan yang menurutku, aneh.

"Apanya yang lucu?"

"Jaman sekarang mah, udah biasa orang pacaran begituan ..." Mira menjawab sangat enteng, seolah tidur bersama pacar sebelum menikah adalah hal yang sangat umum di jaman sekarang ini.

Seketika pikiran burukku berkata, 'Berarti kamu sendiri pernah melakukanya, Mir?', tapi tak sampai hati, aku takut jika ucapanku malah membuatnya tersinggung.

"Aku juga gitu kok," mataku membelalak begitu Mira mengucapkan kalimat terakhir.

"Maksud kamu? Kamu uda pernah tidur bareng sama pacarmu?" alisku bertaut, tak percaya, mengapa Mira bisa segamblang itu mengakui hal yang sangat sensitif seperti itu.

"Maksudnya, cuma tidur bareng aja kan? Nggak lebih?" sambungku sebelum akhirnya memberi dia kesempatan menjawab.

"Ck. Memangnya anak-anak sekarang sepolos itu, Vin? Ya kami having fan, lah!" Mira menjawab dengan dua jari yang menunjukan tanda kutip.

"Hah? Berarti kamu sudah-" aku tak dapat mengucap kalimat berikutnya begitu buku jari Mira membungkam mulutku.

"Hiisssh, jangan keras-keras," delik Mira ke arahku.

"Oh, maaf." seketika aku merasa bersalah karena ketidak pekaanku, saat ini sedang ramai orang disekeliling kami.

Persetan dengan Mira yang mengakui pergaulan bebasnya, kini aku mulai berpikir, apakah pria diluar sana masih ada yang perjaka? Disaat mudah bagi mereka menemukan anak gadis yang bersedia memberi kenikmatan gratis disebalik setatus pacar yang mengikat keduanya? Entahlah.

***

"Vin, kok Emak nggak pernah lihat si Fahri datang kesini lagi?" tanya Emak membuyarkan lamunanku yang sedari tadi mengarahkan pandang ke layar televisi, namun pikiranku berkelana di tempat lain.

Fahri tidak pernah mengontakku sama sekali sepulangnya kami berakhir pekan dari Jogja. Berkali-kali aku membuka chat yang pernah dia kirimkan kepadaku, dan lagi-lagi aku hanya menatap kalimat di atas layar, yang menunjukan kapan terakhir kali dia online. Sampai tak terhitung berapa kali aku melakukan hal tak berguna itu secara berulang.

"Malah ngalamun, lagi marahan?" Emak kembali bertanya, kali ini dengan suara yang sedikit meninggi.

"Iya, Mak." bohongku kepada Emak. Aku tak mungkin mengakui kalau aku dan Fahri tak lagi saling berkirim kabar, bisa-bisa Emak frustasi kalau tahu. Emak sudah menaruh harapan banyak.

"Uwis lah, lekas baikan .... Kira-kira kapan kalian akan menikah?"

Seketika aku terbatuk. Mengapa Emak dengan begitu cepat berpikir ke arah sana, sedangkan aku sendiri yang menjalani hidupku sama sekali tak terburu-buru untuk menikah.

Padahal usia beliau masih belum terlalu tua, jika dibandingkan ibu-ibu lain yang tinggal bertetangga dengan keluarga kami.

"Opo sih, Mak, kok nggak sabaran. Kalo udah waktunya nikah, ya nikah, Mak." entah kali ke berapa aku menjawab pertanyaan Emak dengan kalimat yang sama dalam satu bulan terakhir ini.

"Gulo, gulo, lihat itu. Bapakmu baru momong kucing saja udah senenge kayak gitu, apalagi kalo momong cucu, Ndhuk," Emak menunjuk dengan dagu ke arah Bapak yang sedang duduk di kursi ruang tamu.

Benar saja, laki-laki cinta pertamaku itu sedang menimang Tiwul dalam ayunan tanganya. Terlihat lucu sebetulnya, tapi untuk kali ini, aku enggan untuk tersenyum menyaksikan kelucuan Bapak. Pertanyaan Emak selalu terngiang hingga memaksa masuk ke dalam ruang kepalaku. Seolah memaksa ingin tinggal menetap di dalam sana.

Aku hanya mendengus kesal, ku tahan sekuat mungkin agar lisanku tak mengucap kata-kata yang menyayat hati. Bagaimanapun juga, Emak adalah menusia yang harus ku hormati, aku tak ingin menjadi anak durhaka.

Dan lagi, aku meninggalkan Emak sendirian di depan televisi. Aku bergegas berjalan memasuki kamarku, tak menoleh ataupun kembali kepada wanita yang sedang sibuk menjahit celana berkebunnya di ruang televisi. Meski aku mendengar beliau berulang kali memanggilku.

Aku yakin, Emak tau kalau aku pergi demi menghindari pembahasan nikah yang selalu menjadi agenda rutin dalam rapatnya saat bersamaku. Tapi aku selalu muak dengan itu-itu saja yang dibahas.

Aku menghempaskan tubuhku ke atas ranjang dan menarik selimut sebatas dada. Udara malam ini cukup dingin. Pikiranku melayang jauh menatap masa depan. Kiranya pria seperti apa yang akan menjadi suamiku kelak? Adakah dia seorang pria tampan, lengkap dengan segala kekayaan dan juga karir yang mapan? Atau malah sebaliknya?

Seklibat bayangan Fahri melintas. Seolah hatiku ini sudah buta. Aku tak lagi bisa membedakan wajah yang rupawan setelah rasa nyaman denganya hinggap di dadaku. Fahri berhasil membuatku tak lagi terpaku pada selera pria idamanku. Para pria tampan yang sering kali aku lihat di Drama Korea.

Jika dibandingkan dengan aktor Korea idolaku, Song Jong Ki, Fahri tak ada apa-apanya. Bak langit dan bumi, sebuah peribahasa yang menunjukan perbedaan yang sangat kentara.

Aku membuka w******p. Dan lagi-lagi kontak Fahri lah yang menjadi tujuanku membuka aplikasi itu. Lagi, dan lagi, aku hanya berani memantau Fahri dari ,'Terakhir dilihat pukul ....'. Tak sedikitpun keberanian terkumpul untuk mengirim pesan padanya.

Beralih ke status. Aku terus saja penasaran, apakah Fahri memposting status malam ini? Dan benar saja, dia memposting status 15 menit yang lalu.

Mataku membulat, degup jantungku berdebar kencang tak karuan, seperti akan meledak. Sesosok perempuan cantik jelita ada di status w******p Fahri. Secepat itukah aku dilupakan? Atau aku hanya menjadi salah satu perempuan yang didekatinya, hanya sekedar untuk bersenang-senang?

Aku tak habis pikir. Mengapa laki-laki nakal dan tak tampan seperti Fahri bisa begitu mudah menggait perempuan cantik? Apakah karena embel-embel uang? Entahlah.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   39. Selingkuh itu penyakit

    "Vin, aku langsung pulang ya? Ada pesanan sayuran untuk acara hajatan." Ucap suamiku begitu mobil yang kami kendarai tiba di jalanan beraspal, tepat di depan pekarangan rumahku. "Iya." Jawabku singkat, tanpa mempertanyakan atau pun sekedar berbasa-basi meminta suamiku singgah sebentar di rumah orang tuaku. Aku langsung melenggang memasuki pekarangan rumah tanpa mempedulikan suamiku lagi. Aku hanya ingin segera menatap wajah keluarga yang sangat aku rindukan. Mungkin baru tiga bulan aku tidak menginjakkan kaki di rumah yang menjadi saksi bisu tumbuh dan berkembangku dalam asuhan orang tuaku, tetapi rasanya setara satu tahun. Langkahku terasa berat saat aku memasuki rumah orang tua yang selalu menjadi tempat perlindungan dan kehangatan di masa lalu. Namun, kali ini, aku datang dengan hati yang hancur dan beban yang tak tertahankan. Aku membutuhkan dukungan dan kekuatan dari keluargaku untuk menghadapi kenyataan pahit yang baru saja kudapati. "Assalamu'alaikum," aku mengucapkan

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   38. Pulang ke rumah orang tua

    Siang itu aku baru saja selesai menjemur cucian di halaman rumah, dan disaat bersamaan aku melihat ibu mertuaku turun dari motor tukang ojek. Beliau berlalu begitu saja seolah tidak ada orang di sana. Kebetulan suamiku belum pulang, aku berpikir untuk memberi tahu ibu mertuaku tentang masalah berat yang sedang aku alami. "Sudah pulang, Mbok," sapaku saat berlalu melintasi ibu mertua yang sedang bersandar di kursi sembari memainkan ponsel. "Hem," ketus, singkat, dan padat. Memang seperti itulah kebiasaan ibu mertua jika aku menyapanya. Tak mengapa, mungkin setelah aku menceritakan borok suamiku, ibu mertua akan sedikit berbaik hati padaku. Aku memutuskan untuk memberi tahu ibu mertuaku tentang foto tak senonoh Akas dengan Witri. Meskipun aku takut dengan reaksi ibu mertuaku, aku merasa bahwa kejujuran adalah langkah pertama yang harus aku ambil. "Mbok, ada yang ingin saya kasih tau sama si Mbok." ucapku seraya berjalan mendekat dan duduk di kursi sebelah mertuaku. Sorot mata

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   37. Dia terus memejamkan mata

    Malam semakin larut, suasana di rumah terasa hening. Suara jangkrik bersahutan terdengar nyaring mengisi keheningan malam. Aku yang tadinya menatap bintang di langit dan menyampaikan perasaan rinduku akan kebersamaan dengan keluargaku akhirnya menutup jendela kamar saat angin dingin menggigit kulit. Saat aku berbalik badan dan berjalan menuju ranjang, ku dapati Akas sedang memainkan ponselnya. Apa yang sedang dia lakukan? Entahlah, aku tidak ingin terlalu memikirkan apa yang menarik dari ponselnya saat ini. Pikiranku terlalu penuh dengan tubuh sempurna Witri yang hanya menggunakan pakaian dalam di dalam galeri ponsel suamiku. Aku berbaring memunggungi Akas dan memaksa mataku untuk memejam. Bayangan akan kebersamaan di kampung asalku bersama orang tua dan adikku Nuril terlintas di hati yang membuatku semakin rindu. Huh, seandainya dulu aku tau akan jadi seperti ini, mungkin aku akan berbuat tega terhadap Akas dan menolakpinangannya apapun yang terjadi. Tetapi nasi sudah menjadi

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   36. Foto panas suamiku bersama Witri

    Aku duduk di samping tempat tidur, mataku terpaku pada ponsel suamiku yang tergeletak di atas nakas. Suamiku sudah tertidur pulas di sebelahku. Seperti yang sudah ku rencanakan sebelumnya, aku akan mengecek isi ponselnya untuk mencari bukti terkait kecurigaanku. Aku segera meraih ponsel Akas yang sedari tadi menarik perhatianku. Aku segera membuka ponselnya yang ternyata masih menggunakan kata sandi yang sama. Aku berharap Akas tak menyadari bahwa aku sedang menelusuri pesan dan foto-foto yang tersembunyi di dalam ponselnya. Dalam diam, hatiku berdebar kencang ketika aku menemukan sesuatu yang membuatku terdiam. Ada banyak foto yang menarik perhatianku. Foto itu menampilkan Akas berpose mesra dengan seorang wanita setengah telanjang, hanya menggunakan setelan pakaian dalam berwarna merah muda. Wanita itu tak lain adalah Witri, wanita dari masalalu Akas. Tangan Akas dan kecupan bibirnya di atas buah dada wanita itu membuat perutku berdesir. Aku mengambil ponselku untuk memfoto satu

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   35. Uang nafkah pertama dari suami

    PoV Vina Malam itu mataku enggan terpejam. Pikiran bahwa suamiku sedang berbuat hal buruk di luar sana terus menghantui otakku. Sebenarnya aku tidak ingin berburuk sangka, tetapi kejadian beberapa bulan lalu sudah cukup membuatku sulit percaya sepenuhnya pada suamiku. Aku baru saja menyeduh teh celup di dapur untuk menemaniku malam ini. Dan setelah beberapa saat, mertua perempuanku keluar dari arah kamar mandi dan manatapku penuh tanya. "Jam segini, kenapa kamu belum tidur? Besok pagi kamu harus nyuci, Vin," ibu mertu mencebik. Sudah bukan hal baru bagiku. Setelah aku resign dari pekerjaanku, keluarga suamiku semakin memperlakukanku selayaknya pembantu. Pakaian kotor satu keluarga dibebankan padaku, memasak, dan membersihkan rumah, semua menjadi tanggung jawabku tanpa ada campur tangan mereka untuk membantuku sedikitpun. "Pengennya tidur sih, Mbok. Tapi kepikiran. Mas Akas ditelepon nggak diangkat." jawabku sembari meletakkan sendok teh yang semula ku pakai untuk mengaduk

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   34. Malam panas bersama Witri

    Kehidupan penuh romansa antara aku dan suamiku tampaknya hanya berlangsung selama sebulan. Akhir-akhir ini dia sering keluar malam bersama teman-temannya, seperti yang menjadi kebiasaannya dulu.Sebenarnya aku ingin sesekali diajaknya nongkrong bersama teman-temannya. Aku ingin tahu, apakah Akas malu atau tidak memperkenalkan aku pada teman-temannya. Aku penasaran seperti apa pergaulannya di luar rumah.Aku baru saja selesai menyapu halaman. Jam menunjukan pukul 6 pagi saat aku melihat jam dinding di ruang tamu. Aku duduk sejenak di teras sembari menikmati udara pagi yang masih sangat sejuk. Suara derap kaki menarik perhatianku untuk melihat ke arah sumber suara. Dan aku pun langsung mengernyitkan dahi begitu mendapati suamiku sudah berpakaian rapih sembari membenarkan topi yang dia pakai. "Loh, Mas, mau kemana?" "Maaf, Yank, aku terburu-buru. Aku dapat kerjaan untuk menyetir bus pariwisata ibu-ibu kampung sebelah." jawabnya sembari mengulurkan tangannya ke arahku, untuk kemudian ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status