“Perempuan nakal tak tahu malu?” Denial mengulangi ucapan Axel dengan suara dingin yang membekukan. Selama dia mengenal Permata, tak pernah sekalipun Permata berperilaku yang menunjukkan ‘kenakalan’ seperti yang dikatakan oleh Axel. Perempuan itu justru menghindar jika ada laki-laki yang bemaksud tidak baik kepadanya. “Kamu menilai Permata terlalu tinggi, Tuan. Dia tidak sepolos yang Anda bayangkan. Dia adalah perempuan liar yang bisa menggoda siapapun.” Axel kembali mencemooh Permata. Tak tahan dengan ucapan Axel, Denial menyerang Axel kembali dengan hantaman kepalan tangannya di perut lelaki itu. Axel tertunduk berlutut. Lelaki itu memegangi perutnya dan tampak kesakitan. “Kalau mulutmu hanya berisi sampah, maka lebih kamu diam. Kamu tidak pernah tahu apa pun tentang Permata kecuali hanya menggunakan dia sebagai alat untuk mendapatkan keinginanmu.” Denial menjambak Axel sampai kepala lelaki itu mendongak. “Ingatlah kata-kataku. Perbuatanmu yang pengecut itu telah menjadikan P
“Gema, tinggalkan kami. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Berlian.” Ada kecanggungan yang tidak bisa dideskripsikan ketika suara Axel mengudara. Gema menatap Permata seolah dia memiliki banyak pertanyaan di dalam pikirannya. Tatapan Permata dan Axel beradu namun tidak ada keramahan yang ditunjukkan dari keduanya. Permata bahkan tampak tak seperti biasanya. Dia lebih terlihat dingin dan tak bersahabat. “Baiklah. Aku akan meninggalkan kalian. Pastikan kalian tidak berkelahi.” Gema mengeluarkan sedikit lelucon agar suasana di antara keduanya bisa sedikit mencair, tapi itu bukan apa-apa kecuali hanya lelucon garing karena baik Axel ataupun Permata tidak ada satupun yang menanggapinya.Gema menjauh setelah mendorong kursi roda Axel ke sebuah lorong sepi namun dia tak benar-benar meninggalkan lelaki itu. Menatap Axel dan Permata dari kejauhan dan memantau situasi. Dua orang yang mengatakan akan berbicara berdua itu kini menatap ke arah yang sama tanpa ada yang membuka percakapan lebih
“Dia pikir dia siapa bertindak seperti itu di perusahaanku.” Axel yang melihat seorang bodyguard di depan ruangan Permata semakin memendam kemarahan di dalam dirinya. Seharusnya dia yang berhak mengatur Permata, bukan sebaliknya. Kini Permata memutuskan sesuatu yang terasa semakin menginjak-injak harga dirinya. Selama Axel bekerja sama dengan banyak model, tak pernah dirinya diperlakukan seperti ini. “Pak Axel?” Seorang staf menyadarkan Axel dari lamunannya dan membuat lelaki itu menatap staf tersebut. “Ada yang Bapak butuhkan?” tanyanya. “Kapan pemotretan Berlian dilakukan?” tanya Axel. “Saya perlu melihat langsung dan sambungkan ke komputer saya agar saya bisa memantau. Dan, pastikan fotografernya bisa mendengarkan arahan saya.” Perintah itu segera mendapatkan anggukan dari staf tersebut. Axel kembali ke ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya. Hampir sepuluh menit saat layar komputernya menunjukkan suasana pemotretan. Ada seringaian jahat yang tampak di wajah Axel. Entah a
“Kamu sudah bertindak terlalu jauh dan selama ini aku hanya diam saja.” Sejak pertemuan pertama mereka, Permata lah yang seolah memberikan penyerangan demi penyerangan kepada Axel, begitulah yang dipikirkan oleh lelaki itu. Dia sudah cukup diam diinjak-injak harga dirinya oleh Permata. Axel tentu saja tidak akan pernah merasa salah karena dia adalah manusia paling benar di dunia ini. Menghubungi seseorang, untuk memastikan sesuatu, Axel mengangguk-angguk puas setelahnya. “Kamu jual, aku beli, Permata. Seorang Axel tidak akan pernah dikalahkan oleh perempuan seperti dirimu,” gumamnya pada dirinya sendiri. Jika Permata mendengar itu, perempuan itu pasti akan menertawakannya dengan wajah geli yang dibuat-buat untuk memancing emosi Axel. *** Satu minggu berlalu saat dunia maya dihebohkan oleh foto Permata di dalam website resmi Roque Glacio. Wajah cantik dan mengesankannya menjadi topik pembicaraan. Banyak orang berkomentar dan mengatakan banyak pujian untuk Permata.[Tentu saja Roq
“Kamu kalah, Axel.” Permata bisa melihat bagaimana dinginnya tatapan Axel yang diberikan kepadanya. Saat orang memuji Permata habis-habisan di saat sebenarnya Axel ingin menyudutkan Permata, dari sanalah Permata mendapatkan kemenangannya. Axel tidak bisa berkutik lagi sekarang. Bahkan dia turun dari panggung dengan raut wajah kesal. “Baiklah, untuk semua tamu undangan. Anda semua bisa mendapatkan perhiasan secara pre order langsung melalui website Roque Glacio.” Permata tidak lagi peduli dengan apa pun yang dikatakan oleh pembawa acara memilih meminum minumannya dengan gerakan anggun yang mengesankan. Perempuan itu bisa merasakan sebuah tatapan tajam sedang menghujanjinya. Entah itu Axel, atau bahkan kekasih lelaki itu. Permata memilih abai dan menikmati acaranya. Saat acara berakhir, Permata pergi ke toilet untuk melakukan panggilan alam. Saat dia selesai dengan itu dan keluar dari toilet, ada perdebatan kecil yang didengar. Awalnya dia tak peduli sampai ‘namanya’ disebut. “Axel
“Kamu sangat mencintai dia, kan? Maka aku akan menjauhkanmu darinya. Sejauh mungkin sampai kamu tidak bisa mencapainya.” Leona pernah masuk dalam kehidupannya di masa lalu. Tentu saja dia harus terlibat dalam urusannya yang sekarang. Bukan perkara sulit hanya untuk membuat perempuan itu menderita. Tapi dia tidak akan terburu-buru, lebih baik dilakukan dengan santai dan menikmati setiap permainan. “Kamu dari mana saja?” Almeda yang sudah menunggu sejak tadi itu mengeluarkan protesnya karena Permata terlalu lama. Permata tidak mengatakan apa pun dan segera masuk ke dalam mobil. Setelah dia merasa nyaman, dia menceritakan kejadian yang baru saja dihadapi sehingga dia telat. Setiap kata yang dikeluarkan oleh Permata menjelaskan betapa dia sangat kesal luar biasa. “Jadi, selama ini Axel sama sekali nggak cinta sama dia? Dan lima tahun lalu, dia mendatangimu karena semata hanya cemburu tanpa alasan?” “Kamu benar. Itulah kenapa aku sekarang merasa kalau dia juga pantas mendapatkan balas
“Katakan, di mana Berlian sekarang? Kalau dia nggak mau ketemu gue, gue yang akan menemuinya sendiri.” Ucapan Axel tentu saja membuat Gema bereaksi keras. Bagaimanapun, Gema memiliki keharusan untuk melindungi artisnya. Siapa yang akan tahu apa yang dilakukan oleh Axel kepada Permata hanya karena dia merasa Permata tidak menghargainya? Gema tidak bisa mengatakan apa pun kecuali hanya diam. Kepalanya tiba-tiba saja berdenyut sakit dan dia memijat pelipisnya agar terasa lebih baik. “Gema, lo juga nggak mau bilang di mana dia sekarang?” “Axel.” Gema bersuara dengan tegas. “Lo adalah sahabat gue. Dan Berlian adalah artis yang bernaung dibawah perusahaan gue. Gue nggak bisa ngebuat dia merasa tidak nyaman karena keberadaan lo di sekitarnya. Kalau lo memang tertarik sama dia ….”“Gue nggak pernah tertarik sama dia. Nggak akan pernah.” Axel memutus ucapan Gema dengan dingin. “Lo harus buang jauh-jauh pikiran lo tentang itu.”“Lantas apa?” Gema tak mau kalah. “Gue nggak pernah tahu sebena
“Aku mengatakan aku belum ingin menikah, Ma. Jadi tolong hormati keputusanku.” Jawaban yang diberikan oleh Axel membuat Nyonya Rita tampak salah tingkah di depan Leona dan kedua orang tuanya. Bukan hanya ibu Axel, Leona yang tadinya tersenyum sumringah itu mengubah raut wajahnya dengan menutup mulutnya rapat-rapat. Namun Nyonya Rita segera mencairkan suasana yang sempat membeku beberapa saat. “Kita duduk dulu. Bik, tolong panggilkan Bapak.” Seorang ART naik ke lantai dua untuk melakukan permintaan majikannya. Nyonya Rita memberikan kode agar Axel ikut duduk di sampingnya dan meskipun kemarahan sudah mulai mengumpul di atas kepalanya, Axel tetap mengikuti perintah ibunya. Mereka duduk berhadapan di sofa mewah di ruang keluarga. Nyonya Rita dengan keramahannya segera berbicara dengan topik-topik menyenangkan. “Kalian sudah datang.” Itu suara ayah Axel – Tuan Wisnu – memutus obrolan. Lelaki paruh baya itu masih tampak sehat meskipun usianya sudah setengah abad. Tuan Wisnu bersalama