Kalea tengah menunggu seseorang, mereka sudah mengirim pesan jika akan datang kerumahnya. Dengan cekatan membuatkan beberapa cemilan, karena akan ada anak kecil diantara tamunya. Saat tengah menyelesaikan pekerjaannya, bel pintu rumahnya berbunyi. Dia segera bangkit dan menghampiri pintu untuk mengetahui siapa yang datang dari layar monitornya, ternyata mereka adalah orang yang tengah di tunggu sedari tadi.
"Selamat datang, masuklah," ucap Kalea saat membuka pintu, untuk menyambut kedatangan mereka dengan senyuman. Ketiga orang itu langsung masuk karena sudah di persilahkan oleh pemiliknya, mereka adalah Leo beserta anaknya. Teman Kalea tersebut menepati janjinya ingin datang kerumah, karena lama sekali mereka tak saling bersua. "Apakah kau sendiri? Dimana suamimu?" tanya Clara istri dari Leo, bukan orang lain juga karena Clara sahabat dekat Kalea seperti Leo. "Duduk saja dulu, hei tampan. Apa kau merindukanku?" tanya Kalea pada jagoan kecil temannya. "Tentu." "Hem, bisakah kau bermain sebentar. Di meja itu ada gambar dan pensil warna, kau boleh mewarnainya. Dan ini camilan untukmu." Memberikannya pada anak itu, sedangkan Leo dan Clara hanya tersenyum melihat interaksi keduanya. Anak kecil itu lalu berjalan menuju meja yang di tunjuk oleh Kalea setelah menerima camilannya, setelah memastikan anak itu duduk untuk mewarnai, segera Kalea mengajak dua temannya itu bicara. "Aku ingin memberitahu kalian sesuatu." Dengan nada sendu, wajahnya pun tak terlihat baik-baik saja. "Katakanlah, jangan ada yang kamu tutupi lagi pada kami," ujar Clara. "Aku sudah resmi bercerai satu bulan lalu." Tegas Kalea memberitahu pada dua temannya itu. "A-apa! Cerai!" Keduanya kaget dan saling menatap satu sama lainnya. "Bagaimana kalian bisa bercerai, kalian saling mencintai dan kay. Aku merasa tak percaya dengan semua ini," ujar Clara, yang masih tak mempercayai ucapan temannya. "Tapi itu kenyataannya." Tegas Kalea. "Siapa yang mengkhianati dalam ikatan rumah tangga kalian? Apa ada orang ketiga, atau hal lainnya?" Tanya Leo. "Kay, Kay selingkuh sudah sejak dua tahun lalu. Aku selalu mendapatkan tekanan karena belum memiliki keturunan, dari Kay ataupun orangtua bahkan semua keluarganya. Bahkan Ibunya Kay sering melampiaskan kemarahannya padaku dengan menampar atau melempar barang-barang padaku, dan aku pun sudah lama pisah ranjang dengan Kay beberapa bulan sebelum kami resmi bercerai," jelas Kalea pada dua temannya. Clara langsung berpindah posisi duduk di sebelah Kalea, dia merasa temannya itu butuh pelukan karena semua yang sudah di lewatinya begitu berat tanpa sandaran juga tempat bercerita. "Kenapa kamu diam, kenapa kau tak menceritakan semuanya kepada kami? Setidaknya kau merasa lega saat membagi masalahmu pada kami, kami temanmu yang selalu ada untukmu kapanpun itu," ucap Clara sembari memeluk Kalea dari samping. "Tak apa, aku sanggup menghadapi semua ini. Yang aku bingungkan hanya saat Ayah sadar nanti, apa yang harus aku jawab jika beliau bertanya tentang Kay," kata Kalea mengungkapkan kebingungannya nanti. "Pasti beliau akan sedih karena putrinya mengalami hal buruk dalam pernikahannya." Imbuhnya. "Tak apa, perlahan saja memberitahunya. Tapi bukankah kamu dulu sudah memeriksa kan diri dan hasilnya baik, apa itu tak cukup sebagai bukti jika kamu bukan wanita mandul?" tanya Clara yang mengetahui pemeriksaan yang di lakukan oleh Kalea. "Mereka tetap bersikeras jika aku mandul dan tak mampu memiliki anak, jadi aku benar pun dimata mereka tetap saja salah." Dengan nada sendu. Leo sangat menahan amarahnya, karena melihat temannya itu di sia-siakan oleh lelaki yang berjanji akan menjaganya dalam keadaan apapun. Tapi kenyataannya, hanya pahit yang di telan oleh Kalea hingga akhir pernikahan mereka pun sang wanita yang di per salahkan. "Akan aku hajar jika aku bertemu pria brengsek itu!" Mengepalkan tangannya. "Jangan membuat masalah dengannya, aku tak apa. Aku lega sudah lepas dari pria itu, dan aku menyadari kenapa Ibu dulu tak setuju dengan kami. Ternyata firasatnya benar tentang putrinya ini, hem ... tapi aku tak boleh menyesalinya karena aku tahu Tuhan sudah merakit semua jalan hidupku dengan benar." Senyum Kalea yang mencoba tegar untuk menghadapi semuanya. Clara dan Leo menatap Kalea penuh dengan rasa iba, sungguh wanita yang dulunya di kenal manja kini menjadi sangat dewasa setelah apa yang telah di lewatinya dalam pernikahan. Bahkan tak menceritakan segala permasalahan yang menimpanya, sungguh kuat dirinya demi menjaga nama baik suaminya. "Lalu apa rencanamu? Jangan sampai menyia-nyiakan pendidikan tinggi mu itu," ujar Leo. "Benar apa yang dia katakan, kamu harus mampu membuktikan jika dirimu baik-baik saja tanpa mereka." Menyemangati temannya. "Aku sudah bekerja di sebuah perusahaan, dan akan datang kesana besok untuk menyerahkan proyek yang sedang aku kerjakan. Mungkin ada rapat untuk besok, tapi aku tak selalu datang ke kantor," jelas Kalea. "Syukurlah kau memiliki pekerjaan yang baik, semoga setelah apa yang terjadi kamu mendapatkan kebahagiaan kedepannya. Kini kamu harus fokus pada kebahagiaan mu." Clara memeluk Kalea, dan di jawab dengan anggukan oleh Kalea. "Bolehkan aku ikut berpelukan?" tanya Leo sembari menatap dua wanita yang ada di depan matanya. "Tidak!" Teriak keduanya secara bersamaan. Leo memasang wajah sedih dan membuat Kalea dan Clara tertawa, mereka menghabiskan waktu cukup lama karena sudah lama sekali untuk berbagi cerita yang seru-seru. Setidaknya kehadiran mereka bisa menghibur Kalea, agar tak memikirkan rasa sakitnya dan lukanya kembali. Disisi lainnya ... Rigel tengah dalam perjalanan menuju kediaman orang tuanya, karena di undang untuk acara makan siang bersama. Tentu dia tak bisa menolak jika yang menginginkan kehadirannya adalah sang Ayah, tapi jika itu ibunya tentu saja dia akan menolak dengan seribu alasan. Karena sudah pasti sang Ibu akan mendatangkan wanita yang akan di jodohkan dengannya, itu membuat Rigel tak nyaman. "Tuan, apa ada maslaah?" Tanya Kelvin. "Tidak, hanya saja jika Ayah sudah mengundangku untuk bertemu bukankah itu ada suatu pertanda," ujar Rigel. "Maksudnya pertanda apa?" tanya kelvin yang masih bingung dengan maksud dari Tuannya. Rigel membuang nafas beratnya sembari menatap kearah luar jendela mobilnya, "Bukankah terkahir kali bertemu beliau menyerahkan proyek yang bermasalah, dan kita yang di minta untuk menyelesaikannya. Lalu apa lagi sekarang, apa beliau akan melakukan hal yang sama lagi untuk melihat kemampuan perusahaan kita." Menjelaskan dengan wajah datarnya. "Ah iya, Anda benar. Aku ingat itu, kita hampir kewalahan saat itu, tapi semuanya berhasil dengan baik atas kerja keras Anda yang mampu membalikkan keadaan. Dan mungkin hal ini yang membuat Tuan Besar semakin mempercayai Anda," ujar Kelvin. "Itu menurutmu, tapi tidak menurutku." Singkatnya. Kelvin hanya tersenyum tipis menanggapi Tuannya, mereka akhirnya sampai di kediaman Ayahnya Tuan Yama. Pintu gerbang yang tinggi dan kokoh terbuka secara otomatis, mobil mewah Rigel memasuki area rumah orang tuanya. Rigel turun dari mobilnya, beberapa pelayan dan bodyguard menyambutnya serta memberikan hormat kepadanya. Rigel memasuki kediaman orang tuanya, sementara Kelvin asistennya menunggu di luar bersama asisten lainnya. Terdengar suara orang tengah berbincang diruang keluarga, langkah kaki Rigel segera menuju keruangan itu untuk menemui semua keluarga yang jelas tengah berkumpul disana. Kedatangan Rigel di sambut dengan pelukan dari keponakannya yang berusia tiga tahun, pria itu langsung langsung mendekap dan menggendong keponakannya. "Paman, kenapa baru datang?" tanya bocah bernama Tama, dengan nada lembut. "Paman baru menyelesaikan pekerjaan, dan di jalan tadi cukup macet. Maaf ya," kata Rigel sembari meminta maaf kepada keponakannya. "Harusnya Paman membawakan sesuatu jika melakukan kesalahan padaku, tapi Paman tak membawa apapun." Keluhnya, dengan memasang wajah yang menggemaskan. "Maafkan Pamanmu Nak," ujar Daru, Kakak dari Rigel. "Paman akan mengrimkan mainan untukmu sebagai tanda maaf, bagaimana?" Tawar rigel pada keponakannya. "Baiklah, hadiahnya harus besar." Sembari mempraktekan dengan tangan mungilnya, Rigel menjawab dengan mengangguk dan melakukan tos, jika mereka deal dengan kesepakatannya. Lalu Tama turun dari gendongannya dan berlari senang, karena akan mendapatkan hadiah dari sang paman. "Apa kabar kalian?" tanya Rigel. "Kami baik, bagaimana dirimu?" tanya Daru dan istrinya. "Baik juga." Lalu mengarah ke Ayah dan Ibunya, setelah menyapa keluarganya dia lalu duduk di salah satu sofa dan menyandarkan kepalanya. "Apa kau sangat lelah?" tanya Tuan Yama. "Tentu saja, aku bahkan jarang libur kerja walaupun aku bosnya." Mengeluh pada Ayahnya. "Jika begitu menikahlah, maka semuanya akan merubah hidupmu. Kau bisa mengambil libur sesukamu jika sudah memiliki pasangan, kau sibuk hanya untuk sebuah pengalihan saja," ujar Tuan Yama. Rigel langsung mengubah posisinya, dia kini duduk tegak setelah mendengarkan kata yang Ayahnya ucapkan. Ini kali pertama sang Ayah membahas tentang hal ini, karena biasanya beliau tak membahas yang menyangkut kehidupan putranya. "Dengarkan itu, apa yang di katakan Ayah itu benar. Sampai kapan kau akan melajang, usiamu makin bertambah. Apa kau akan menikah saat sudah menjadi kakek-kakek," ledek Daru sang Kakak, yang tentu saja membuat Rigel sedikit kesal. "Ibu sudah banyak menjodohkan dengan beberapa gadis, tapi ada saja alasannya." Kesal Ibu. "Atau jangan-jangan kau ini gay?" tanya kakak iparnya, sembari tangannya menutup mulutnya. Sontak semua mata tertuju pada Aurelia istri dari Daru, "Ma-maaf, aku hanya asal menebaknya saja." Membela dirinya. "Kamu ini, jaga ucapanmu." Bisik Daru pada sang istri. Kedua orang tua Rigel menatap tajam ke arah Rigel, sementara orang yang di tatap membuang nafas kasarnya karena pertanyaan dari kakak iparnya. "Kenapa kalian menatapku seperti itu, aku masih normal. Dan aku menyukai wanita, tapi tipeku agak berbeda. Jadi mengertilah dan tunggu saja waktunya, aku masih sibuk dengan pekerjaanku," ujar Rigel, ia memilih mencari aman daripada orang tuanya berfikir yang tidak-tidak pada dirinya. Tapi dia memang pria normal, bukan seperti tebakan Kakak iparnya. "Berapa lama kami bersabar? Apa menunggu kami mati. Ingat, kami tak memandang latar wanita yang akan kamu pilih. Yang terpenting adalah dia wanita yang baik hati, jujur, menghormati orang tua, penyayang, dan tentunya setia pada pasangannya." Tuan Yama memberikan syarat untuk seseorang yang akan menjadi menantunya. "Tentu bukan begitu maksudku Ayah." Terkejut dengan ucapan sang Ayah, dari beberapa kata tadi. Sebenarnya syaratnya begitu mudah karena orang tua Rigel tak memandang latar dan pendidikan dari calon menantunya, karena yang terpenting adalah kebahagiaan putra mereka. Harta dan kekuasaan bisa di capai, tapi untuk seorang pasangan yang setia pada zaman ini sangatlah sulit. "Ayah akan memberikan waktu enam bulan, dalam waktu itu kamu harus berusaha mendapatkan wanitamu. Jika tidak, akan Ayah jodohkan dengan anak rekan Ayah. Jika kamu berhasil mendapatkan pasanganmu dalam waktu itu, Ayah akan merestui mu." Tuan Yama memberikan syarat pada Rigel untuk mencari calon istri. Pria yang sedari tadi diam dan kadang mengusap wajah atau memijat pelipisnya pun menampilkan wajah yang seolah tak percaya dengan ucapan sang Ayah, "A-apa Ayah serius, enam bulan?" tanya Rigel dengan tatapan syoknya. "Apa Ayah pernah berbohong?" tanya Tuan Yama. Rigel menggeleng, karena dia juga tahu jika Ayahnya tak pernah bohong dengan kata-katanya. Atau bahkan menarik ucapannya, beliau begitu kekeh dalam sebuah pendirian dan prinsipnya. Ini alasan Tuan Yama memanggil putra bungsunya datang kerumah, karena ingin membuat Rigel memikirkan jodohnya bukan sibuk dengan pekerjaan terus menerus. "Astaga." Keluhnya, dengan kepala di sandarkan pada bagian sandaran kursi. "Semangat!" Kedua Kakaknya memberikan semangat, namun bagi Rigel mereka seolah sedang meledeknya.Kini Rigel menuju ketempat dimana dia memesan cincin pertunangan, butuh waktu satu pekan untuk menyelesaikan desain yang di inginkan oleh Rigel, karena itu sangat spesial untuk wanitanya."Tuan, cincin Anda sudah selesai. Coba Anda lihat ini, apa ada kesalahan atau tidak." Menejer toko perhiasan."Baiklah."Rigel bangkit dari duduknya bersama dengan Kalea, mereka melihat cincin yang sudah dibuat dengan cantik juga elegan."Bagaimana kamu bisa mendesainnya?" tanya Kalea."Dulu aku pernah bekerja ditoko prhiasan, aku mempelajari beberapa desain hingga aku bisa membuat desain perhiasan sendiri." Jawaban Rigel."Wow, seorang CEO pernah bekerja di toko perhiasan. Itu sangat langka," ungkap Kalea yang terpukau dengan Rigel calon suaminya."Kenapa? Aku memulai semuanya dari nol tanpa nama Ayah, atau bantuan keluarga. Jadi aku juga harus bekerja dari nol, untuk memulai hal besar. Harusnya kamu bangga bukan memiliki calon suami sepertiku." Menatap ke arah Kalea."Tentu aku sangat bangga, apa b
Kalea menengkok kearah belakang, cukup terkejut karena dia bertej dengan pria yang sama sekali tidak ingin dia temui. "Kay." Dengan lirih, tangannya mengepal namu Rigel menggenggam tangan Kalea agar tidak usah takut dengan masa lalunya."Sedang apa kamu disini? Ada perlu apa?" tanya Kay yang mendekati Kalea."Itu bukan urusanmu." Ketusnya."Ah iya, waktu itu Ayahmu menelfon. Dan bertanya tentang kita, aku tidak memberitahu dan hanya membritahu sedikit saja. Dan ...." Melihat tangan Rigel menggenggam tangan Kalea."Apa kalian memiliki hubungan? Bukankah Anda Tuan Rigel?" tanya Kay."Ada urusan apa Anda menanyakan hal itu? Bukankah kalian sudah Tidka memiliki hubungan apapun, jadi terserah Kalea mau pergi dan dekat dengan siapa." Tegas Rigel, memberikan sinyal jika dia tidak suka dengan perkataan Kay."Akh maaf Tuan Rigel, sedikit informasi. Jangan sampai kamu dekat dengannya, atau bahkan menikahinya. Mungkin menjadikan wanita ini simpanan boleh saja, karena dia tidak akan memiliki ana
Beberapa hari kemudian lamaran resmi dilakukan, namun pesta pertunangan akan diadakan setelah Kalea selesai dengan proyeknya. Padahal Rigel tidak memburu proyek tersebut, tapi Kalea ingin menyelesaikannya tepat waktu sebelum mereka melakukan acara pertunangan."Dia itu ..." Memijat pelipisnya, merasa pening merasakan Kalea yang tetap kekeh bekerja."Tuan? Apa Anda sudah melamarnya?" Kelvin sedikit kepo."Tentu sudah, kami tinggal mengurus acara pertunangan secara resmi. Tapi dia memilih menyelesaikan pekerjaannya, mungkin butuh waktu beberapa hari sembari kami mempersiapkan acara. Padahal aku ingin dia istirahat, agar tidak lelah bekerja. Tapi ...""Bukankah jodoh itu seperti sebuah cermin, jadi jangan kaget Tuan jika Nona Kalea seprtimu." Meledek Rigel.Rigel terkejut dengan ucapan Kelvin, seakan apa yang di ucapkan asistennya itu benar. Kalea gila kerja, dulu sebelum adanya Kalea juga dia gila kerja bahkan tak mengenal waktu.'Astaga, sepetinya kata-kata Kelvin benar. Tapi sudahlah,
Mendengar reaksi Kalea keluarga Rigel bingung, jangan-jangan Rigel belum memberitahu niatnya pada Kalea. Rigel hanya tersenyum melihat sikap Kalea, karena wanita itu begitu terkejut dan kebingungan."Sepertinya Rigel belum memberitahumu, kami setuju hubungan kalian. Bukankah semakin cepat lebih baik, kalian harus mengikat hubungan kalian." Ujar Tuan Yama."Tapi Om, Tante. Maaf bukankah kalian semua perlu tahu siapa aku dulu, karena aku bukan seorang wanita gadis. Aku wanita yang sudah pernah menikah, jadi bukankah kalian perlu mempertimbangkannya lebih dulu sebelum memutuskan. A-aku juga akan menerima lapang dada jika tak ada restu, karena aku sadar siapa diriku. Dan ...""Mereka semua tahu tentangmu." Jawab Rigel, hingga membuat Kalea ternganga tak bisa membela dirinya lagi."A-apa?""Kalea, aku kagum denganmu. Aku juga seorang wanita dan sekaligus istri, kamu wanita hebat yang bertahan demi sebuah hubungan. Tapi kamu begitu kuat demi mempertahankannya, bukankah sudah waktunya kamu b
Orang tua Rigel sudah mempersiapkan penyambutan Kalea, mereka diberitahu oleh Kelvin asistennya anaknya jika Rigel akan berkunjung. Walaupun Rigel juga bilang, tapi terkadang mereka pelupa dan perlu diingatkan kembali."Apa benar kekasih Rigel akan datang sayang?" tanya Aurelia pada Daru suaminya."Kata Kelvin begitu, Rigel juga bilang pada Ibu begitu. Tapi bukan kekasih, mereka baru dekat saja. Jadi kita liat saja seperti apa selera anak itu, paling tidak jauh dari wanita glamor." Ujarnya."Apa kamu berani bertaruh dengan istrimu ini." Menantang Dari suaminya."Siapa takut." Menerima tantangan istri."Kalian itu, adik kalian sedang berusaha mempunyai calon istri malah buat taruhan. Astaga." Ibu merasa heran melihat putra dan menantunya itu, dan hanya disambut dengan senyum tanpa rasa bersalah oleh keduanya.Sedangkan sang Ayah masih berada diruang kerjanya, melihat laporan pekerjaan yang dikirim oleh asistennya sembari menunggu kedatangan putranya."Apa benar dia akan membawa wanita
Kalea membuat sarapan untuk Ayahnya, karena jika dia libur Clara juga libur bekerja dirumahnya. Dia meberikannwaktu temannya untuk keluarganya, agar tidak terfosir bekerja bersamanya.Karena putra Calra juga butuh perhatian lebih, dia tahu benar anak-anak diusia mereka perlu pendampingan dan kasih sayang orang tuanya terutama ibu."Pagi Ayah." Melihat sang Ayah keluar dari kamar, dan yang ternyata beliau sudah rapih."Pagi putri cantik Ayah, oh iya ada yang ingin Ayah berikan." Mengeluarkan buku harian milik Ibunya, dan memberikannya pada Kalea. Karena mendiang pernah berkata jika tiada nanti serahkan bukunya pada Kalea, dan hari ini Ayah Kalea memberikan pada putrinya."Apa ini Ayah?" tanya Kalea saat menerima buku tersebut."Buku harian Ibumu, bacalah nanti saat dikamar. Kita sarapan pagi dulu," kata Ayah sembari bersiap depan meja makan."Oh baiklah, Ayah harus minum obatnya tepat waktu bukan. Jadi mari kita sarapan lebih dahulu." Senyumnya sembari mengambilkan makanan untuk sang A
Akhirnya Rigel mendapatkan restu dari Ayah Kalea, hanya saja memiliki syarat jika pria yang sudah membuang Kalea harus merasakan akibatnya setelah apa yang dia lakukan. Tentu saja Rigel menerima itu, karena dia juga sedang bergerak perlahan memberi pelajaran pada Kay mantan suami Kalea. Kini Ayah Kalea memberikan ruang keduanya untuk bicara, karena pasti Kalea terkejut dengan keputusan beliau langsung menerima dan merestui RIgel mengejar hati Kalea.“Apa tak ada yang ingin kamu tanyakan?“ Menoleh ke arah Kalea yang tengah menatap langit malam.“Banyak yang ingin aku tanyakan padamu, kenapa kamu tidak mengabariku jika akan datang? Kenapa kamu tiba-tiba meminta restu pada Ayahku, bukankah kamu tahu bagaimana kondisinya saat ini? Kenapa kamu mau menuruti Ayahku?“ Tanyanya, nertanya menatap lekat Rigel sehingga keduanya saling menatap.“Banyak sekali pertanyaanmu itu, pertama aku datang kemari tak perlu mengabarimu karena itu sudah kebiasaan dari dulu. Kedua, aku memang sudah berencana me
Ayah Kalea merasa tidak asing dnegan wajah pria yang ada dihadapannya, seolah telah mengenalnya sejak dulu hanya saja beliau tidak ingat siapa pria itu. Rigel yang ditatap begitu lekat sedari tadi merasa gugup, entah kenapa seperti sedang didalam persidangan.“Ini minumnya, silahkan diminum.“ Kalea membawakan satu cangkir coklat hangat untuK Rigel.“Terimakasih.“Kalea duduk dan menoleh kearah Ayahnya yang terus menatap ke arah Rigel, hingga membuat pria itu begitu canggung untuk kali pertamanya. Mungkin Ayahnya samar-samar mengingat Rigel, hingga membuat beliau penasaran.“Ayah tidak tahu siapa dia?““Siapa? Tapi dia tidak asing.“ Bisik beliau.“Rigel Ayah, kakak kelasku ketika SMA. Dia yang tinggal disebrang apartemen kita dulu, Ibu selalu memanjakannya tapi dia pergi tanpa pamit lalu hilang kontak.“ Menatap tajam kearah RIgel, dan pria itu hanya tersenyum menahan rasa bersalahnya.“Astaga! Kamu pemuda itu.“ Ingatan Ayah kembali, beliau benar-benar masih ingat tentang Rigel.Tak seg
Jam kerja sudah berakhir, Kalea segera bergegas karena dirinya kini memiliki orang yang tengah menantinya. Clara saja sudah memberitahunya jika Ayahnya sudah merindukannya, tentu saja Kalea tahu karena kini hanya dirinyalah yang beliau miliki dalam keluarga.“hemm, sepertinya sudah semua. Aku garus cepat, agar tidak ketinggalan bus.“Kalea mempercepat langkahnya menuju lift, Kelvin dan Rigel melihatnya dari kejuahan. Tentu saja kedua pria itu tak tahu apa yang tengah membuat Kalea terburu-buru, Rigel pun mengrimkan pesan pada Klaea.“Tuan, tinggal berapa bulan lagi?“ tanya Kelvinm dia mebgingatkan rigel tentang tantangan sang Ayah.“Ini jalan dua bulan bukan? Atau lebih? Astaga aku lupa, tapi kalo sudah setengahnya pasti Ayah memberikan perinagtan.““Kenapa Anda tidak mengunjungi rumah Kalea?“ tanya Kelvin.“Malam ini.““Apa Anda akan melamarnya?““Belum, aku ingin mendapatkan restu dari calon Ayah mertuaku.“ Melangkah meninggakan Kelvin yang masih terpatung karena ucapan darinya.“He