Braaaak!
Sebuah pintu ditendang dengan kasar. Seorang wanita cantik menatap dingin dan penuh amarah pada dua orang di dalam kamar. Dadanya terasa panas dan rasa cemburu kini menjalar menyayat hati yang terluka. Bagaimana tidak, Sandrina Alexander Raharja menyaksikan perselingkuhan suaminya sendiri dengan perempuan pilihan mertuanya.
"Manusia biadab! Hentikan perbuatan kalian!" pekik Sandrina dengan suara dingin dan mata menyala penuh amarah.
"Sandrina, apa-apaan ini!?" Michael yang sedang menggerayangi tubuh Clara, tampak kaget dan langsung menghentikan gerakannya. Kedua mata melotot penuh amarah pada sang istri yang berani mengacaukan kesenangannya.
Sandrina mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang menumpuk di dada. Sungguh tidak pernah dia bayangkan sebelumnya jika seorang suami yang selama ini dicintainya, kini berani menduakan dan mengkhianati janji suci pernikahan. Lelaki yang tiga tahun lalu berusaha mendapatkan Sandrina, berjanji akan membahagiakannya, saat ini juga tengah membuat luka tanpa sayatan di hati Sandrina.
"Apa yang kamu lakukan, perempuan mandul? Kamu mau melihat kami bersenang-senang?" Seorang wanita berambut pirang bertanya dengan ekspresi menghina. Tubuhnya sudah polos tanpa sehelai kain.
"Aku tidak mandul! Jangan asal bicara, perempuan jal*ng!" sentak Sandrina sembari melangkahkan kakinya mendekati kedua orang di sana. Meski kedua mata sudah terasa panas, tapi dia masih mampu bertahan untuk tidak menangis saat ini juga.
Michael Jordan Henderson, pria tampan berusia 30 tahun itu kini menatap sangar dan dingin pada Sandrina. Tangannya yang kekar mencoba melindungi selingkuhannya dari amukan yang mungkin akan Sandrina lakukan. Dia tidak tahu jika pada detik ini, Sandrina akan memergoki perselingkuhannya dengan Clara Adelin.
"Dasar laki-laki bejat! Pembohong! Pengkhianat!" Sandrina memaki dengan emosi yang meluap-luap. Suaranya melengking di udara. Tas Hermes yang dia bawa, kini mendarat sempurna di dada pria yang telah mengkhianati dirinya. Hatinya sakit dan begitu terluka melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain di hadapannya.
"Sandrina, aku akan jelaskan semuanya," ucap Michael sembari bangkit dari duduknya. Perlahan dia mendekati sang istri lalu menyentuh tangannya.
"Jangan sentuh aku!" bentak Sandrina, "Aku sudah tahu semuanya. Kamu telah mengkhianati janji suci pernikahan kita! Kamu sungguh tega, Michael," lanjutnya dengan suara yang dingin dan bergetar.
Michael menarik napas dalam lalu membuangnya berat. Dalam situasi ini, dia sangat bingung dan dilema. Di satu sisi, dia sangat mencintai Sandrina, tapi di sisi lain dia pun menyukai Clara. Seandainya Sandrina sudah bisa memberikan dia seorang anak, mungkin Michael tidak akan berani menyakiti dan mengkhianati istrinya itu.
"Jadi ini balasan kamu terhadap istri yang selama ini patuh padamu, hah? Sekarang juga aku minta kalian keluar dari kamar ini! Ini kamarku!" usir Sandrina dengan kemarahan di ujung tanduk.
"Kamu tidak bisa mengusirku, perempuan mandul. Karena sebentar lagi aku dan Michael akan menikah," ucap Clara sembari menatap licik pada Sandrina.
Sandrina melebarkan kedua matanya dan menatap tajam pada Clara. Sesaat kemudian dia pun melempar tatapannya pada Michael yang kebingungan. "Benarkah yang dia katakan?"
Michael mengusap wajahnya kasar. Lalu dia pun meraih handuk untuk menutupi setengah badannya. "Itu benar. Aku akan menikahinya."
"Apa?" Sandrina menetap setengah tidak percaya. Baru saja lelaki yang begitu dicintainya, berani mengucapkan kata yang membuat hatinya terluka. Ini seperti mimpi buruk bagi Sandrina.
"Dia hamil anakku, Sandrina. Itu sebabnya aku akan menikahinya," ungkap Michael yang berhasil membuat Sandrina terperanjat kaget. Lelaki itu menunjukkan selembar test-pack yang bergaris dua.
"Hah!?" Rahang Sandrina terjatuh. Kedua mata melebar dan dadanya begitu sesak bagaikan terhimpit oleh beban berat. Tiba-tiba saja kini kepalanya pun sangat pusing dan apa yang barusan dia dengar, berhasil membuat dunianya terasa runtuh saat itu juga.
"Sudah jelas sekarang. Sebaiknya kamu saja yang mundur," sosor Clara.
Air mata yang semula ia pertahankan, akhirnya jatuh juga. Sandrina terduduk di lantai. Kakinya begitu lemas dan dadanya terasa sesak. Darah di sekujur tubuhnya seolah mengalir begitu panas. Air mata itu, kini mengalir membanjiri pipinya. Sandrina mulai goyah, dia tidak menyangka jika suaminya bisa setenang itu mengkhianatinya.
"Sayang, maafkan aku. Aku terpaksa melakukan ini karena aku ingin punya anak," ucap Michael sembari berjongkok lalu merengkuh lengan Sandrina.
Sandrina menepis kasar tangan itu. "Ceraikan aku sekarang juga!" Suaranya serak sekaligus bergetar karena kecewa dan marah.
Mata Michael melebar dan memerah. Betapa kagetnya ia mendengar permintaan istrinya. "Tidak, sayang. Jangan seperti ini. Aku ingin kita menjalani rumah tangga seperti biasa."
Hati Sandrina kian memanas. Betapa serakahnya Michael yang tidak mau melepaskannya tapi telah berani mengkhianatinya. Muak rasanya mendengar kata cinta dari suami yang telah menyakiti hatinya.
"Aku tidak sudi punya suami pengkhianat seperti kamu. Tidak ada lagi kesempatan untuk kita bersama, Michael. Sekarang juga aku minta padamu, ceraikan aku!" bentak Sandrina dengan sorot mata berkilat marah.
Michael terdiam. Dilihat dari segi manapun, Sandrina tidak main-main. Namun, dia yang masih mencintai Sandrina, sangat berat untuk menceraikannya.
"Ceraikan saja, Michael. Mami mendukung keputusan ini," ucap Lorenza—Mami Michael yang tiba-tiba masuk ke kamar itu.
"Tapi ini bukan yang aku inginkan, Mam. Aku mencintai Sandrina," sergah Michael.
"Cinta itu bohong! Kamu tidak akan menduakan aku kalau benar-benar cinta!" seloroh Sandrina dengan tatapan mata berkilat marah.
"Sudahlah, cepat ceraikan dia sekarang juga. Tidak rugi melepaskan wanita mandul ini, honey. Ingat, kita akan punya anak," sembur Clara sembari melingkarkan tangannya pada lengan kekar Michael.
Sandrina menatap jijik dan mengepalkan kedua tangannya menahan emosi. Mati-matian dia menguatkan hatinya saat mertua dan adik ipar memusuhi serta menghinanya, tapi ternyata itu semua hanya sia-sia. Pertahanan Sandrina cukup sampai di sini saja.
"Benar yang Clara katakan, Michael. Setelah kamu cerai dengan wanita mandul ini, maka Clara akan menjadi istri sempurna untukmu. Selain cantik, berprestasi, dia juga nggak mandul," ucap Lorenza mulai menghasut putra sulungnya itu. Tatapannya yang sinis kini tertuju pada Sandrina. Sejak awal menikah, Lorenza memang tidak menyukai Sandrina. Kedekatan Michael dengan Clara pun karena dia yang menjodohkan mereka.
Michael terdiam dan kini menatap bingung pada Sandrina. Apa yang Maminya katakan, membuat hatinya semakin gundah. Sekarang, Sandrina bersikap masa bodo padanya dan ingin berpisah. Jika dipertahankan, Michael yakin bahwa Sandrina akan membencinya dan tidak bersikap seperti biasanya.
"Cepat, ceraikan aku!" pinta Sandrina sembari menatap dingin dan penuh api permusuhan pada Michael.
Untuk sesaat, Michael menatap Sandrina dengan tajam. Setelah itu, matanya bergantian menatap Clara lalu sang Mami. Lorenza mengangguk sembari tersenyum licik.
"Baiklah kalau ini yang kamu mau, Sandrina," ucap Michael yang kemudian melangkahkan kakinya mendekati Sandrina.
Sandrina menatap tajam dengan napas naik turun tak beraturan. Ekspresi wajah Michael sudah terlihat menantang dirinya. Sandrina sekarang pasrah, hatinya terlanjur perih bak disayat belati. Dia sudah yakin dengan keputusannya saat ini.
"Sandrina, pada detik ini juga aku talak kamu. Mulai sekarang, kamu bukan istriku lagi," ucap Michael sembari menatap tajam dan dingin pada Sandrina.
Deg!
Tiba-tiba saja jantung Sandrina terasa nyeri. Dia tidak menyangka, Michael telah melepasnya demi wanita yang baru dia kenal yaitu Clara. Susah payah dia berjuang menjadi istri yang baik, tapi ternyata perjuangannya sia-sia.
Sandrina tertegun. Hatinya hancur, tapi dia tetap harus kuat. Lorenza dan Clara, tersenyum sumringah dan saling bertepuk tangan. Mereka bahagia atas perceraian Michael dengan Sandrina.
"Baik, Michael. Aku terima talak darimu. Tapi tunggu dulu, aku punya kejutan untukmu," balas Sandrina setelah dia mengusap air matanya dengan kasar. Setelah itu, wanita bertubuh ramping itu pun berjalan ke arah laci. Dia meraih secarik kertas lalu membawanya ke hadapan Michael.
"Ada apa?" tanya Michael mulai penasaran.
Sandrina melempar secarik kertas itu ke hadapan Michael. Sontak hal itu membuat Michael segera menyambarnya. Saat dia mulai membaca, tiba-tiba saja kedua mata melotot kaget sekaligus tidak percaya. Jantungnya kini memompa dengan cepat. Aliran darah pun mengalir begitu terasa panas.
"Sudah tahu 'kan, siapa sebenarnya yang mandul!?" ucap Sandrina sembari bersilang tangan di dada.
Bersambung...Kabar kehamilan Sandrina sudah sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mendengar kabar itu, mereka berdua sangat bahagia dan bersyukur. Sejak putri mereka menikah dengan Michael, sejujurnya keduanya sangat menantikan sosok seorang cucu, tapi mereka tidak berani mendesak atau memaksa putri mereka untuk segera memberikan cucu pada mereka. Sekarang, tanpa diminta pun Sandrina sudah dipercayai oleh Tuhan untuk mengandung anaknya. "Alhamdulillah, anak kita benar-benar sehat dan subur, Yah. Berarti memang rezeki dia bersama Hurraim. Tuhan memang tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya," ucap Marlinda penuh syukur. Sang suami mengangguk pelan diiringi senyuman kemenangan. Mereka juga sudah tahu kalau nanti malam di kediaman Pristilla akan mengadakan acara syukuran atas kehamilan Sandrina. Jadi, keduanya akan hadir untuk ikut mendoakan, serta memberikan ucapan selamat dan support terhadap Sandrina juga Hurraim. "Semoga Tuhan selalu menjaga mereka. Menjaga Sandrina dari hal buruk. Menjaga calon
Hurraim berlari ke loteng. Mendengar hal yang mengkhawatirkan tentang istrinya, dia langsung menemui Sandrina di sana. Jantungnya berdetak kencang. Hurraim takut Sandrina kenapa-kenapa. Saat ini, Sandrina tengah duduk sembari memegangi perutnya. Ekspresinya membuat Hurraim semakin panik. Tentu saja Sandrina mulai berakting. Perempuan cantik itu seolah sedang merasakan sakit di bagian perutnya. "Arrgggh!!" pekik Sandrina."Sayang, apa yang terjadi padamu?" tanya Hurraim dengan kekhawatiran yang semakin mendalam. Ditangkapnya tubuh sang istri. Kemudian dia mengelus perut rata Sandrina yang tanpa disadari tengah mengandung sang buah hati. Sandrina meringis seperti kesakitan. Pristilla dan Fery hanya menonton saja. Begitu juga dengan Eleanor. Mereka diam-diam sedang menunggu waktu untuk memberikan surprise pada Hurraim."Perutku, sayang...." Sandrina mengeluh. "Ayo kita ke rumah sakit! Ini tidak bisa dibiarkan," ucap Hurraim tampak panik. Hampir saja dia menggendong tubuh Sandrina, ta
"Awas, hati-hati. Jangan sampai jatuh," ucap Pristilla dengan sangat antusias. Begitu tahu bahwa menantunya sedang mengandung, Pristilla sangat menjaga ketat Sandrina. Tentu saja dia takut Sandrina dan juga calon bayi dalam perutnya kenapa-kenapa. Sandrina digandeng oleh dua asisten rumah tangga. Ini terlalu berlebihan, tapi Sandrina tidak bisa menolak. Sebenarnya dia juga bisa berjalan sendiri sampai kamarnya. Namun, kekhawatiran sang mertua telah membuatnya seperti seorang ratu. "Kita akan mempunyai cucu!" seru Pristilla pada Fery. Sontak hal itu membuat Fery melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Hah, yang benar? Maksudnya Sandrina hamil?" Fery bertanya dengan raut wajah kaget serta penasaran. Pristilla mengangguk cepat. "Iya! Kita harus merayakan ini. Secepatnya kita atur acara perayaan kehamilan Sandrina.""Bun, itu terlalu berlebihan," protes Sandrina sedikit tidak setuju. "Apanya yang berlebihan? Kita akan mengadakan syukuran atas kehamilan kamu, Sandri
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina dan Hurraim sudah menjalani rumah tangga selama satu bulan. Hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada satu pun orang yang berani mengganggu kebahagiaan mereka. Dalam satu bulan ini, Sandrina masih tinggal bersama mertuanya. Hal itu dikarenakan keinginan Pristilla yang merasa masih belum siap berpisah jauh dengan Hurraim. Hurraim sendiri sudah ingin pindah rumah. Bahkan sebelum menikah pun, Hurraim sudah membeli rumah untuk dihuni dengan istrinya. Namun, saat ini dia belum bisa meninggalkan rumah orang tuanya itu. Padahal Hurraim sudah membujuk Pristilla berulang kali. Namun, Pristilla tetap kekeuh belum siap dan tidak mengizinkan Hurraim untuk pindah rumah. Pagi ini, Sandrina terbangun dalam keadaan lemas. Dia yang sudah tidak menjadi sekretaris Hurraim, hanya melakukan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus owner San Kitchen. Selain itu, Sandrina juga mulai menekuni bisnis perhiasan media online. Hal ini sengaja dia lak
Hurraim mengelus lembut perut rata Sandrina. Perasaannya senang tak menentu. Telah terpikirkan olehnya bagaimana jika di dalam perut rata itu ada janin sang buah hati mereka. Tentu saja Hurraim sangat tidak sabar. Dia menikah, tujuan menikah memang tidak melulu tentang anak. Akan tetapi, memiliki anak setelah menikah adalah suatu kebahagiaan. Hurraim sendiri tidak pernah berniat untuk menunda-nunda punya anak. Jika Tuhan berkehendak, maka dia berharap Sandrina segera diberi momongan. "Semoga secepatnya kamu mengandung anak kita, sayang," ucap Hurraim dengan suara lembut. Sandrina tersenyum tipis. Waktu itu dia dengan Michael pun mengharapkan hal yang sama. Setiap saat menanti kehadiran sang buah hati mereka. Namun, takdir tidak sampai membuat mereka memiliki anak. Bahkan Sandrina sempat dituding wanita mandul oleh mertuanya sendiri. Semoga saja kali ini tidak. Sandrina sebenarnya sedikit trauma jika seandainya Tuhan sedikit lama memberikan anak padanya. Khawatir mertuanya mengira di
Selesai pesta pernikahan, Hurraim membawa kabur Sandrina ke sebuah hotel mewah yang sudah dipesannya. Segenap keluarga melepas dengan penuh kebahagiaan. Senyuman mengembang di sudut bibir kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Taburan bunga mengiringi kepergian mereka. Sorak sorai keceriaan menambah kesan bahagia di sana. "Kamu milikku sayang!" ucap Hurraim. Pria tampan itu membopong tubuh ramping Sandrina dari luar hingga ke dalam hotel. Nuansa honeymoon terasa kental di sana. Taburan bunga dan gemerlapan lampu menyambut mereka. Belum lagi aroma harum dari berbagai sudut pun tercium menyengat indera penciuman mereka. "Malam ini aku tidak akan menahan diri lagi," ucap Hurraim lagi. Pria tampan itu nampak perkasa. Dia bahkan tergesa-gesa dan tidak sabaran. Maklum, Hurraim adalah sosok pria dewasa yang tidak pernah melakukan hubungan intim dengan wanita mana pun. Maka saat dia telah menikahi wanita pujaan hatinya, jangan heran jika Hurraim begitu semangat dan tidak sabar. Sekaran