Rasanya aku ingin tutup saja warung ini tapi tidak mungkin sampai melakukan itu hanya karena dua lelaki di hadapanku yang kehadirannya sukses membuat emosi.Apa salahku sampai harus terlibat bersama dengan mereka.Setelah membalutkan plester luka di jari, aku lanjut memasak mie pesanan Mas Tito agar dia segera pergi.“Ada perlu apa kesini?” Aku beralih pada lelaki yang tidak kutahu namanya itu.“Aku mau bertemu Devan.”“Devan sekolah jadi pergi saja. At-”“Aku akan tunggu sampai dia pulang.”Tanpa diminta dia langsung duduk begitu saja. Ini orang kenapa sebenarnya? Kalau saja tidak ada Mas Tito pasti aku sudah mengusirnya."Di sini bukan tempat tunggu," ujarku ketus."Kalau begitu aku akan menunggu di rumahmu.""Eh, enak saja. Duduk disitu!""Kau jangan kurang ajar ya!" Mas Tito melayangkan tatapan tajam pada lelaki itu."Kurang ajar sebelah mananya? Dia calon istriku, salah kalau aku ada di sini atau bertamu ke rumahnya?" balasnya dengan enteng.Brak!Dengan kesal aku menggebrak meja
“Mbak Mila tidak tahu kalau Pak Zayn itu pemilik pabrik ini?”Mila menggelengkan kepalanya, “Tidak tahu dan tidak ingin tahu. Kelakuannya bahkan tidak seperti pemilik pabrik yang seharusnya itu sopan ini malah sebaliknya.”“Memang banyak yang tidak tahu kalau Pak Zayn itu pemilik pabrik, Pak Zayn tidak suka dikenal orang-orang. Aku tahu juga karena tidak sengaja.”“Syukurlah,” gumam Mila sambil mengusap dadanya.“Syukur kenapa, Mbak?”“Berarti memang bukan penculik, aku kira dia penculik karena penampilannya itu sangar.”“Mbak Mila, masa lelaki setampan pak Zayn dibilang penculik, ada-ada saja.”Mila memang tidak peduli pada sesuatu yang tidak ada urusan dengannya. Ia tidak lagi menyahuti wanita yang membocorkan rahasia pabrik itu, Mila malah fokus melayani para pembelinya.Mungkin jika orang lain yang ada di posisi Mila pasti akan berpikir untuk bisa mendekati Zayn bahkan jadi simpanan pun tak apa yang penting bisa mendapat gandengan setampan dan sekaya Zayn Niskala Hartanto.***“Bo
“Devan sudah benar-benar sembuh ‘kan?” Mila menyentuh kening Devan dengan punggung tangannya.“Sudah, Bu. Tidak panas, tidak pusing juga,” jawab Devan meyakinkan sang ibu.“Devan terus yang Ibu perhatikan,” celetuk Davin sambil mengunyah keripik kentang, matanya fokus pada layar televisi tapi ia curi-curi pandang juga ke arah ibu dan juga saudaranya.Mila terkekeh geli, “Ya ampun, anak Ibu ini cemburu?” Ia mengacak gemas rambut Davin.“Aku bukan anak kecil, Bu. Tidak usah begitu,” tolaknya.“Iya, iya.” Mila geleng-geleng kepala, “anak-anak Ibu sekarang sudah besar sekarang tapi masih seperti anak kecil, masa saling cemburu begitu. Devan sedang sakit, Ibu juga tetap perhatian pada Davin kok.”Waktu begitu cepat berlalu, bayi yang dulu ada di dalam rahim Mila kini sudah tumbuh menuju remaja. Mila membesarkan mereka penuh perjuangan bercucur keringat dan juga air mata, mengingat ia dulunya menjadi ibu tunggal dan Tito hanya hadir untuk sepuluh tahun saja mengambil peran sebagai suami Mil
Zayn menoleh, melihat Mila yang berjalan menjauh dengan sebelah sandal jepit yang dipakainya karena sebelahnya lagi sukses menghantam kepala Zayn.“Untuk wanita kalau bukan, aku akan balik melemparnya dengan granat,” gumam Zayn.Lelaki itu meraih celana yang tergeletak di ranjang dan memakainya, tadi malam Zayn merasa sangat kegerahan jadi sampai membuka semua pakaiannya kecuali segitiga pengaman. Baginya dilihat seperti itu sudah biasa jadi ia tidak merasa malu.Zayn lupa jika sekarang ia berada di kampung, bukan di kota apalagi luar negeri yang bisa bebas melakukan apapun. Di sini ada norma-norma yang harus diikuti.“Andre! Kenapa kamar mandinya seperti ini?”Andre yang sudah rapi itu buru-buru menghampiri Zayn yang kini masih berdiri di ambang pintu.“Seperti ini bagaimana?” Kening Andre berkerut.“Bagaimana carannya aku mandi? Tidak ada shower!”“Lah, ini ada ember, ada gayung. Airnya tinggal dibuka dari sini.” Andre memutar kran air agar ember menjadi penuh.Zayn meringis, “Mandi
Zayn tidak main-main dengan ucapannya. Bahkan sebelum hasil tes itu keluar, ia berencana melancarkan aksinya. Tanpa tes DNA pun , Zayn sangat yakin jika Devan dan Davin itu adalah anak kandungnya meski sampai detik ini ia gagal mengingat di mana dan bagaimana ia bisa bertemu dengan Mila dan berakhir menanam benih dalam rahim wanita itu.“Apa yang disukai Mila, Dre?”Kening Andre berkerut, “Apanya, Bos?”“Pentium berapa otakmu itu, Dre!”“Sesuatu yang disukai itu ‘kan mencakup banyak hal, seperti makanan, minuman, pak-”“Katakan semuanya tapi yang paling penting, laki-laki seperti apa yang dia sukai?” potong Zayn.Ia akan menjadi idaman Mila. Dari awal bertemu dengan wanita itu, sebenarnya Zayn bisa membaca jika Mila bukan wanita biasa, bukan wanita yang kebanyakan ditemui Zayn. Kebanyakan wanita akan mepet dan bersedia dijadikan teman tidur oleh lelaki ini, meski bukan karena uang, karena tampang pun jadi.“Pasti seperti mantan suaminya.”“Hah? Laki-laki buruk rupa itu?”“Astaga, Bos.
“Bisa diam tidak? Kalian membuat yang lain tidak nyaman!” tegur Mila karena habis kesabarannya.Tito dan Zayn serempak melihat sekeliling, meski hanya ada dua orang di sana tapi mereka yang kebetulan ada di warung menatap heran pada dua lelaki yang terlihat memperebutkan Mila itu.“Kalau begini caranya, aku tidak akan betah berjualan,” batinya.Mila ingin sekali mengamuk. Andai saja tidak ada dua orang pembelinya yang lain sudah pasti Mila akan mengusir Zayn dan juga Tito.Sebelum ada Zayn dan Tito, Mila merasa tenang meskipun sering kelelahan tapi karena dua orang itu belum juga banyak kegiatan Mila sudah merasa lelah karena meladeni dua lelaki dewasa yang kekanakan.Ia memutuskan untuk tidak banyak bicara, kalau terus meladeni bisa-bisa tenaganya habis sebelum sore datang.“Kenapa kau masih di sini? Sana pergi, majikanmu pasti mencari,” ujar Tito pada Zayn yang fokus dengan ponselnya.Zayn sudah diam dan kini Tito malah mengusiknya. Mila yang mendengar itu sama sekali tidak peduli l
Zayn merasa heran kenapa Andre begitu mudah mendekati Mila bahkan wanita itu tidak sungkan tertawa dan saling melempar senyum dengan Andre.“Padahal aku lebih segalanya dari si Andre, tampang jelas aku di atas apalagi harta. Tapi kenapa wanita itu malah mudah sekali didekati Andre. Murahan, masa didekati lelaki berduit mau.” Zayn sibuk berceloteh dalam hati melihat kedekatan Mila dan Andre yang sebenarnya itu hal yang biasa.Isi kepala Zayn dan orang pada umumnya memang berbeda, jadi jangan heran jika melihat lelaki ini yang kadang terlihat aneh.Zayn langsung membalikkan tubuhnya saat mendengar kedua anak itu berpamitan pada sang ibu. Bisa hilang wibawanya jika ketahuan sedang menguping. Seolah Zayn Hartanto menguping jelas itu sangat memalukan.Hanya di sini Zayn melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.“Bos, tepati janjimu. Sebentar lagi hasil tes itu ada di tanganku.” Andre memainkan alisnya.“Kenapa tidak sekalian kau dekati ibunya.” Zayn mendelik.“Sebenarnya ak
“Bos sedang melakukan suatu kebaikan dan ini hal baru kali ini dilakukan jadi jangan ganggu, Nyonya!”“Minggir, Andre!”Andre menggeleng, “Anda mau Bos Zayn marah pada Anda? Silahkan. Dia sudah mengatakan pada saya untuk tidak ikut membantunya.”“Memang apa yang dia lakukan di sana dan kenapa juga dia harus membantu orang lain?” Livia bertanya dengan kening berkerut karena tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi. Bahkan tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Andre.“Hm, lebih baik Anda menunggu di dalam dan bertanya pada Bos langsung. Kalau penasaran silahkan ke sana tapi saya tidak akan bisa membantu kalau sampai Bos Zayn murka.”Livia menghembuskan napas kasar, ia tidak berani apalagi jika Andre sudah memberikan peringatan seperti ini. Akhirnya ia ikut masuk ke dalam rumah itu bersama dengan Andre. Tidak hanya Livia yang akan mendapatkan masalah, Andre pun sama karena saat ini Zayn sedang melakukan pendekatan pada Mila dan juga anak-anaknya.“Pendekatan dengan cara begin