Duda yang sudah enam kali menikah dan sulit punya anak dipertemukan dengan seorang janda kembang yang tak lagi percaya cinta karena pengkhianatan yang dilakukan mantan suaminya setelah sepuluh tahun mereka bersama. Mila menutup rapat-rapat hatinya dari lelaki manapun yang mendekat, ia trauma untuk kembali menjalin hubungan karena takut berakhir luka seperti sebelumnya. Sosok Mila yang membuat jatuh hati, sepanjang empat puluh lima tahun hidupnya, Zayn baru merasakan yang namanya jantung berdebar karena seorang wanita. Tanpa mereka sadari keduanya memiliki urusan yang belum tuntas di masa lalu. Bahkan apa yang terjadi pada Zayn adalah kutukan yang keluar dari mulut Mila.
Узнайте больше“Ayah mana?” tanyaku pada anak-anak yang asyik menonton televisi.
“Ada di kamar, Bu. Sedang dipijat katanya tidak boleh ada yang mengganggu,” jawab Devan.Keningku berkerut. Dipijat? Sejak kapan Mas Tito mau dipijat oleh orang lain? Saat merasa tubuhnya kelelahan dia pasti memintaku untuk memijat tubuhnya bukan orang lain.“Memang Ayah yang bilang begitu?” Aku kembali bertanya.“Iya, Bu. Jangan ganggu sampai selesai nanti,” sahut Davin.Aku penasaran dan bergegas menuju kamar untuk melihat.Cklek!Dikunci? Kenapa dipijat saja harus dikunci?Aku menempelkan telinga di daun pintu saat mendengar suara lenguhan dari dalam kamar.Deg!Apa yang Mas Tito lakukan di dalam bersama dengan tukang pijat itu. Dadaku langsung memanas.Tok! Tok! Tok!“Mas, Mas Tito!”Perasaanku jadi tidak enak seperti ini, pikiranku langsung tidak karuan, membayangkan hal tidak-tidak yang dilakukan oleh Mas Tito di dalam.Menunggu lumayan lama sampai pintu itu terbuka.Mataku membelalak melihat ada seorang wanita dengan pakaian minim berada di dalam kamar, pakaiannya sedikit berantakan.“Kau bisa pulang. Nanti aku transfer saja ongkos pijatnya,” ujar Mas Tito pada wanita itu.“Tunggu! Apa yang sebenarnya kalian lakukan?” Aku mencegah wanita itu yang akan keluar dari kamar.“Saya di sini hanya memijat, Bu,” jawabnya.“Kau tahu sendiri aku sedang dipijat, tadi anak-anak pasti memberitahumu bukan?”“Dipijat? Oleh wanita ini?” Pandanganku terjatuh pada wanita itu yang tidak pantas untuk penampilan seorang tukang pijat karena yang kutahu tukang pijat kebanyakan orang yang sudah renta kalau pun iya masih ada tukang pijat muda tidak akan mungkin dengan penampilan tak pantas seperti ini.“Kenapa memangnya, dia ini tukang pijat. Sudahlah, biarkan dia pergi.” Mas Tito menarik tanganku membiarkan wanita itu pergi.“Lagian kau ini kenapa sih? Berpikir aneh-aneh, mau menuduh aku selingkuh?” Mas Tito geleng-geleng kepala, “dengar, sayang. Aku tidak akan mungkin meninggalkanmu yang sudah jelas-jelas selalu setia bersamaku, menemaniku dalam segala situasi bahkan saat susah sekalipun. Aku tidak pernah berpikir untuk melukaimu. Wanita tadi memang benar-benar tukang pijat. Sudah jangan cemburu begitu, aku sangat mencintaimu.”Dia menarikku ke dalam pelukannya, mengelus punggungku dengan lembut.“Anggap saja sekarang aku percaya. Awas saja kalau berani selingkuh.” Aku mendelik padanya.“Tidak akan sayangku. Badanku benar-benar pegal, aku mau minta bantuanmu tapi kau juga tidak di rumah. Sudah ya, tolong buatkan kopi.”Setelah hari itu, Mas Tito tidak bersikap aneh. Dia terlihat biasa seperti sebelumnya, masih romantis. Mungkin kemarin hanya ketakutanku saja, semoga saja memang tidak ada main antara Mas Tito dan wanita itu. Aku takut kalau dia mengkhianatiku.Hari ini waktunya aku untuk membersihkan seisi rumah, meski Mas Tito selalu menyuruhku mempekerjakan orang tapi aku lebih suka mengerjakan tugas rumah sendiri karena aku juga tidak memiliki kesibukan apa-apaMataku menyipit saat melihat sebuah plastik mengintip dari bawah ranjang. Aku langsung berjongkok dan menariknya.Deg!Bungkus kond*m, jantungku berdenyut nyeri kala melihat kond*m bekas pakai ada di dalamnya. Mataku langsung memanas.“Sayang, sedang apa berjongkok di situ?”Suara Mas Tito membuatku langsung mendongak, melayangkan tatapan tajam padanya.“Berani sekali kau membawa wanita lain ke rumah kita, bahkan sampai bercinta di kamar ini?” teriakku yang sudah hilang kesabaran.“Jangan menuduh tanpa bukti, bukankah aku bilang dia hanya tukang pijat.” Dia tampak santai meskipun dari sorot matanya tak bisa dibohongi.Aku melangkah mendekat dan menarik tangannya agar bisa melihat apa yang membuatku semarah ini.“Masih mau mengelak? Wanita itu ternyata memang wanita murahan yang mau tidur dengan suami orang!”“Dia yang kau sebut wanita lain itu adalah wanita yang akan menjadi istri keduaku.”Jleb.Bagai dihantam palu godam, hatiku langsung remuk redam.“Apa maksudmu, Mas?”“Apa kurang jelas? Kubilang dia akan menjadi istriku, adik madumu.”Mataku memanas dengan dada bergemuruh, “Berapa lama kau mengenalnya sampai seberani itu untuk menikah? Apa kau tidak berpikir bagaimana perasaan istri dan anak-anakmu?”Kesetiaan yang dibicarakannya beberapa hari lalu ternyata hanya sebuah omong kosong.“Aku baru mengenalnya satu bulan dan merasa sangat yakin untuk menikahinya.""Apa dia pelacur yang bisa memuaskanmu?”Plak!Aku terhenyak, pipi ini rasanya panas sekali. Sakit rasanya, dia menamparku hanya karena wanita itu.“Tutup mulutmu itu! Mawar orang baik!” berangnya dengan sorot mata tajam.“Mana ada wanita baik yang mau pada suami orang. Andai tahu harta akan membutakan mata dan hatimu, lebih baik kita hidup seadanya seperti dulu. Aku lebih suka hidup sederhana daripada berlimpah harta dan melihat kau mendua!”“Jaga ucapanmu, Mila! Kalau kita miskin lagi bagaimana? Memang salah kalau aku memiliki istri lebih dari satu? Aku mampu menafkahimu dan istri keduaku nanti, Mila! Aku akan berlaku adil.”Aku tersenyum sinis, “memang tidak salah tapi ini bukan soal harta, Mas. Tadi kau bilang akan berlaku adil, baiklah. Aku akan mengizinkanmu menikah lagi asal istri keduamu itu menerima nafkah yang sama sepertiku dulu, satu juta untuk satu bulan.”Karena nafkah yang tidak cukup untuk satu bulan, aku berjualan kue basah di pasar untuk membantu perekonomian keluarga. Sama sekali tidak pernah mengeluh, berapapun yang diberikannya aku sangat bersyukur.Saking sulitnya ekonomi keluarga, aku dan Mas Tito pernah merasakan hanya minum air putih selama dua hari dan kedua putraku hanya makan roti. Perih tapi tetap kami jalani dengan ikhlas.Pada saat itu para tetangga sudah tidak mau lagi meminjamkan uang karena hutang sebelumnya belum dilunasi. Mengingat begitu menyedihkannya kehidupan kami dulu tidak sebanding dengan kehidupanku saat ini yang lebih menyedihkan.“Egois sekali kau, Mila. Sekarang aku sudah memiliki segalanya, nafkah bukan hal yang sulit untukku. Kenapa harus menyamakan dengan kondisi kita dulu!” geram Mas Tito dengan rahang mengetat.“Bagiku itu hal yang adil.”“Adil dari mananya? Seharusnya kau itu sadar diri, aku dulu menerimamu yang sudah memiliki anak tanpa suami dan sekarang apa susah untukmu menerima aku menikah lagi? Aku juga tidak akan mengurangi jatah bulanan.”Air mata berderai tak bisa terbendung, hatiku sakit mengingat satu fakta itu. Tidak ada yang mau menjadi korban pelecehan yang harus menanggung malu dan aib. Aku pernah menyalahkan takdir yang begitu menyiksa, memberikan ujian yang begitu berat. Tapi aku percaya Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hamba-Nya.“Tidak usah mengungkit hal itu, aku juga sadar diri. Kalau memang kau ingin dengannya silahkan tapi talak aku, Mas! Aku tidak sanggup jika harus berbagi.”Mas Tito terbahak, “bisa apa kau tanpaku, Mila? Kau itu wanita bodoh, sekolah saja tidak. Sekarang mau cerai dariku? Pikir dulu sebelum bicara, kau akan sengsara hidup tanpaku.”Tanganku mengepal mendengar perkataan Mas Tito yang begitu menyayat hati. Serendah itu aku di matanya.“Aku lebih sengsara hidup denganmu, Mas!”Selama ini aku tidak pernah melawan perkataannya karena bagiku dia adalah pemimpin dalam keluargaku tapi jika dia sudah berani bermain hati apalagi berniat menikah lagi, aku tidak akan bisa diam. Dia bahkan sama sekali tidak merasa bersalah. Wanita itu yang dia bilang akan menjadi istri keduanya. Wanita yang baru dikenalnya satu bulan ini dan dengan berani menghancurkan rumah tangga kami.Mas Tito sudah tidak seperti dulu, dia begitu kasar dan pemarah sekarang. Aku bahkan seperti tidak mengenalnya. Harta yang dititipkan kepadanya sudah menutup mata hatinya.“Berani ya kau sekarang? Siapa yang mengajarimu hah?” Tangannya mencengkeram keras kedua pundakku.“Aku tidak ingin bertahan dalam pernikahan yang tidak sehat ini, kalau memang kau mencintai wanita itu lepaskan aku dan nikahi dia.”Mas Tito melepaskan tangannya dan mendorongku hingga terhuyung.“Pergi, bawa juga anak-anakmu itu. Jangan bawa apapun keluar dari rumah ini karena semua yang kau pakai itu dibeli dengan uangku, aku masih baik membiarkan kalian keluar dari sini dengan pakaian. Aku tahu saat kau menyadari kebodohanmu untuk pisah kau akan kembali.”Rasanya bumi seperti runtuh di atas kepala. Lutuku lemas, dada ini semakin sesak.“Ma-mas ... kau benar-benar memilih wanita itu daripada aku dan anak-anak?”Waktu bergulir begitu cepat. Usia kehamilan Mila kini memasuki bulannya, tinggal menghitung hari sampai bayi yang dikandungnya lahir ke dunia.Seluruh keluarga Hartanto jelas sangat bahagia menantikan kehadiran bayi yang sudah lama dinantikan. Tanpa mereka tahu jika sebenarnya sebelum bayi itu lahir, Zayn sudah menjadi seorang ayah untuk dua anak kembarnya. Sebuah takdir yang tidak pernah disangka oleh siapapun termasuk Zayn sendiri.Nyonya Diva bahkan kini sudah tinggal di rumah sebelah. Bukan lagi disewa tapi dibeli dan sudah direnovasi. Nyonya Diva tidak mau berjauhan dari menantu dan juga cucunya.Livia dan juga Tito tidak pernah muncul lagi. Mereka tidak akan menang jika melawan Zayn jadi lebih memilih mundur daripada dibuat babak belur lebih parah.“Kamu belum makan juga, Mila?”Mila tersenyum lebar, “Sebentar lagi, Mam. Masih kenyang.”“Ini sudah jam makan siang, bahkan lewat lima menit. Jangan sepelekan makan.”“Iya, Mam. Sebentar lagi, aku mau selesaikan ini dulu.” Mila tenga
Livia resah karena Tito tidak bisa dihubungi padahal mereka sudah memiliki kesepakatan yang belum usai. Livia menggantungkan harapannya pada Tito karena dirinya sudah tidak bisa melakukan apa-apa karena jika selangkah lagi Livia maju Zayn yang akan langsung memberikan pelajaran.Jelas saja Tito tidak bisa dihubungi karena ia sudah mendapakan pelajaran dan tidak akan pernah berani lagi memperlihatkan batang hidungnya. Tito sudah kembali ke kampung halaman orang tuanya. Anak buah Zayn sudah menangani Tito yang diduga akan berencana untuk membuat onar lagi, jadi harus antisipasi sebelum ada hal-hal buruk terjadi."Bagaimana ini?""Tidak ada harapan lagi, untukmu, Vi. Kau memang ceroboh, kita kehilangan semua harta yang seharusnya ada di tangan.""Bukannya membantu memecahkan masalah mama malah memojokkan aku, ini semua juga ide mama. Jadi kita sama-sama salah, Ma." Livia tidak mau kalah."Kalau Zayn masih mengincarmu, Mama tidak mau ikut campur." Wanita paruh baya itu meninggalkan Livia
"Boleh 'kan aku tidur di sini?" tanya Zayn sedikit ragu.Sebelumnya ia tidur di bawah demi membiarkan istrinya nyaman.Mila tidak menjawab tapi ia menggeser tubuhnya memberikan ruang lebih untuk Zayn.Lelaki itu mengulum senyum melihat tingkah sang istri, meski belum seperti biasa lagi tingkahnya tapi setidaknya Mila sudah sedikit luluh.Dengan hati yang plong, Zayn naik ke atas kasur, berbaring di sebelah Mila yang sudah lebih dulu memejamkan mata."Apa aku juga harus minta izin untuk memeluknya?" batin Zayn frustasi.Tangannya sudah gatal, ingin sekali ia menggeser tubuhnya mendekat untuk bisa mendekap tubuh sang istri. Ia sangat merindukan hangatnya tubuh Mila dan wangi tubuh wanita itu.Saat ini hanya bisa memandang punggung Mila, tapi itu saja sudah membuatnya senang karena Mila menerima maaf Zayn.Jika urusan perceraian bisa diselesaikan satu hari, sudah dari kemarin ia melakukannya. Tapi sayang, Zayn harus harus bisa mengikuti proses yang berjalan seperti semestinya.Satu jam b
Mata Mila terbelalak saat tahu ternyata yang mengirimkan pesan adalah ibu mertuanya, ibunya Zayn.Ingin menolak tapi Mila merasa tidak enak apalagi nyonya Diva mengatakan jika ia saat ini sedang di jalan menuju tempat Mila. Jika sampai Mila menolak untuk bertemu bukankah tidak sopan, apalagi pada orang tua.[Bisa, Bu. Nanti saya akan temui ibu.] pesan balasan dari Mila yang baru saja dikirim.Mila ingin masalah segera selesai tapi saat ini ia merasa masih bingung, takut salah mengambil keputusan. Masalahnya kondisi sekarang sedang hamil, Mila tidak mau untuk kedua kalinya ia melihat anaknya lahir dan kehilangan kasih sayang ayahnya.Mungkin untuk memaafkan memang sulit tapi setidaknya Mila masih mencoba untuk menerima karena orang tidak luput dari dosa. Kalau memang Zayn sudah tidak ada hubungan dengan Livia, maka tidak ada alasan Mila lagi untuk menghindar apalagi pergi.[Jangan kemana-mana, tetap tinggal di rumahmu. Saya yang akan ke sana.]Nyonya Diva tidak mau terjadi sesuatu pada
Dengan amarah yang masih membuncah Zayn kembali. Ia tidak akan tenang jika meninggalkan istrinya terlalu lama. Apalagi dalam keadaan mereka sedang bersitegang begini.Zayn ingin menjelaskan semuanya pada Mila. Siap mengakui kesalahannya yang diam-diam menikahi Mila saat statusnya masih menjadi suami orang.Satu hal yang paling Zayn khawatirkan adalah kondisi Mila yang saat ini sedang mengandung. Jangan sampai terjadi hal buruk, apalagi ingat pesan dokter jika Mila tidak boleh sampai kelelahan apalagi stres dan masalah yang ada sudah pasti akan membuat Mila kepikiran. Bohong kalau tidak."Papa dari mana, kenapa malam baru pulang?" tanya Davin."Papa ada pekerjaan di luar. Ibu kalian sudah tidur?"Devan mengangguk, "Baru saja ibu tidur, Pa.""Lalu kenapa kalian belum tidur?""Menunggu Papa pulang. Tante Nita juga sudah kembali ke rumahnya satu jam lalu," jelas Davin."Maafkan papa. Pergilah kalian istirahat, besok harus sekolah bukan."Zayn masih berdiri di ruang tengah sampai anak-anak
Perkataan Livia terngiang di telinga Mila. Perasaannya campur aduk, ia tidak akan mungkin bisa menyangkal fakta apalagi setelah tadi Livia memperlihatkan foto pernikahannya dengan Zayn karena Mila sempat tidak percaya namun Mila sendiri tidak mengatakan kalau dirinya juga istrinya Zayn, ia hanya diam tanpa kata.Satu hari Mila masih diam, mencerna semuanya. Ia tidak bisa langsung bicara karena ingin mendinginkan kepalanya tapi kenyataannya itu tidak berdampak apa-apa karena tetap saja hatinya sakit.Siapa yang tidak akan sakit dan terluka jika dibohongi seperti ini. Apalagi Mila yang awalnya menolak rasanya pada Zayn, kini sudah mengakui malah diterpa badai sebesar ini dalam pernikahan mereka yang baru saja seumur jagung.“Sayang, kenapa menyuruhku cepat pulang? Apa ada yang sakit, atau mau sesuatu?” tanya Zayn yang baru saja datang.Hati Mila langsung perih, sebisa mungkin ia menahan air mata yang akan tumpah. Baru saja beberapa hari merasakan kebahagiaan sekarang ia malah terluka se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Комментарии