Share

DELAPAN

Penulis: Megan Allea
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-08 21:00:00

"Allahu Ahad ya Rabbul Ghafur. Jadi Rina sudah mendengar fitnah keji itu, Pak?" Suara Malik begitu lirih bersama luruhnya tubuh kekar yang bersimpuh di dekat kaki Pak Maman. 

 

Tak bisa Malik bayangkan bagaimana perasaan Rina yang tengah hamil tua dengan kondisi sakit-sakitan, harus menerima kabar dirinya yang melecehkan seorang gadis. Benar adanya jika fitnah lebih kejam dari pembunuhan, kini lelaki itu merasakan sendiri bagaimana sebuah fitnah bersiap menghancurkan rumah tangganya. 

 

"Jadi gimana kabar gadis itu, Jang?" tanya Pak Maman dengan nada tenang, berharap Malik menceritakan segalanya dengan jelas supaya hatinya tak lagi diliputi was-was andai berita itu benar adanya. 

 

"Dia gak papa, Pak. Semuanya cuma salah paham," jelas lelaki yang masih setia berjongkok di dekat kaki mertuanya, lantas Malik menceritakan semua hal persis adanya kecuali bagian di mana ia dipaksa menikahi Elrima. 

 

"Syukur kalau seperti itu, bapak lega dengernya, Jang. Tapi kenapa kamu bisa sampe babak belur begini? Siapa yang udah bikin menantu bapak terluka?" cecar Pak Maman dengan tatapan iba, sebab wajah sang menantu dipenuhi lebam. 

 

"Biarkan urusan ini saya yang selesaikan. Bapak jangan khawatir, keadilan pasti di tegakkan, biar mereka tak seenaknya lagi main hakim sendiri," pungkas Malik dengan tangan mengepal, ia dendam bukan karena sudah dipukuli, melainkan karena kejadian itu dirinya jadi tak bisa berada di saat sang istri sangat membutuhkan. 

 

"Bapak ngerti, Jang. Semoga semua masalah ini cepet selesai dan si Neng bisa bangun lagi." Pak Maman menghela napas berat selepas mengabarkan berita menyedihkan itu. 

 

"Bangun lagi? Maksudnya gimana, Pak? Bukannya Rina sedang ditangani dokter karena baru saja operasi caesar?" tebak Malik yang tentu tak begitu mengerti prosedur operasi seperti apa, andai Rina sadar mungkin saat ini sudah bisa ditemui sang suami. 

 

"Mungkin terlalu berat tubuh dan pikirannya menanggung beban, jadi Allah biarkan si Neng istirahat panjang dulu. Kalau kata istilah medis, namanya koma. Seperti tanda baca, si Neng butuh jeda untuk bertahan melanjutkan hidup," tutur Pak Maman yang berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia itu. 

 

Malik mengusap wajahnya kasar, tak menyangka kejadian ini bisa sampai membuat istrinya koma. Ah, andai waktu bisa diputar mungkin ia lebih memilih pulang saat menemukan toilet pria tak bisa dipakai, mungkin kejadiannya tak akan seperti ini. 

 

Namun, takdir tak bisa dipungkir, semua sudah menjadi garis hidup Malik saat ini. Begitupun dengan Rina yang tak pernah memilih ingin koma. 

 

"Coba bapak tanya suster dulu apa si Neng udah bisa dijenguk atau belum, siapa tahu mendengar suaminya datang si Neng bisa sadar," harap Pak Maman lalu beranjak menuju tempat perawat jaga, sampai tak lama ia kembali bersama seorang suster. 

 

"Suami Bu Rina silahkan ikut saya," ajak sang suster yang ternyata menyuruh Malik berganti pakaian serba hijau. 

 

Tak hanya itu, tubuh lelaki itu disterilisasi agar tak ada virus dari luar yang bisa membuat kondisi Rina kian memburuk. Malik masuk sendiri ke dalam ruangan yang terasa dingin, matanya mengembun kala melihat sang istri terbaring lemah dengan berbagai alat medis di tubuhnya. Wanita itu sudah dipindahkan ke ruang rawat. 

 

Lutut lelaki itu terasa lemas saat melangkah pelan mendekat bed pasien yang terbaring lemah sang istri di atasnya. Bunyi alat pemantau keadaan Rina terdengar pilu di telinga Malik. Lantas ia duduk di dekat wanita yang sangat dicintainya itu. 

 

"Assalamu'alaikum, Neng. Akang datang ...," lirih Malik yang tak sanggup menahan buliran bening berjatuhan di pipinya, jantungnya serasa diremas sebongkah tangan yang begitu dingin. 

 

Ia genggam jemari sang istri berharap aliran hangat dari tubuhnya bisa membuat Rina sadar. 

 

"Neng, anak kita udah lahir, tapi akang belum jenguk. Hayu Neng bangun, kita liat si dedek sama-sama," lanjut Malik sambil menempelkan tangan Rina di pipinya, lantas ia bangkit mengusap ubun-ubun sang istri lalu mencium kening begitu lama. 

 

Sebelah tangan Rina yang masih digenggaman Malik tiba-tiba jarinya bergerak samar, saat wajah sang istri ditatap Malik, meluncur setetes bening di pipi pualam Rina yang tampak pucat. 

 

Satu menit, dua menit sampai di menit ke lima Rina membuka mata. Silau lampu ruangan membuat irisnya bergerak-gerak, lantas ia menemukan seseorang yang menatapanya dengan haru.

 

"Neng, ini akang. Kamu sudah sadar, alhamdulillah." Malik berseru senang sambil memeluk tubuh lemah Rina dan mencium wajahnya bertubi-tubi. 

 

"Neng tunggu sebentar, akang panggilkan dokter," ucap lelaki yang tengah terharu itu, teringat pesan suster yang menyuruhnya segera mengabarkan andai Rina siuman. 

 

Rina yang masih setengah sadar terus mengedarkan pandangan di sekitar ruangan, sampai ia meraba perut karena teringat bayinya. Belum bisa duduk, tapi dapat meraba perban yang menutup bekas operasi, Rina menyimpulkan jika ia sudah melahirkan dalam keadaan tak sadar. 

 

Tak lama dokter datang memeriksa keadaan Rina dan menanyakan beberapa hal karena dikhawatirkan pasien mengalami amnesia.

 

"Bu Rina ingat kejadian terakhir sebelum pingsan?" tanya dokter yang tak sadar mengorek luka yang sejenak dilupakan Rina.

 

Wanita itu kembali teringat kabar sang suami melecehkan seorang gadis. Malik yang setia menunggui Rina mendapat tatapan nyalang dari perempuan yang sangat dirindukannya itu. 

 

Sementara sang dokter yang melihat ekspresi pasiennya, menyimpulkan bahwa pasien memiliki masalah dengan sang suami sebelum pingsan, jika Rina mengingat maka tentu ia tidak amnesia. 

 

"Alhamdulillah keadaan Bu Rina sudah mulai stabil, usahakan ia jangan sampai emosi karena takut tekanan darahnya naik lagi. Mohon Bapak bersabar jika pasien belum mau ditemui," jelas sang dokter pada Malik, tentu ia sering mendapat pasien yang penyakitnya berawal dari psikis seperti Rina. 

 

"Saya mengerti, dok." Malik mengantar dokter ke luar ruangan setelah lelaki dengan jas putih itu berpamitan. 

 

Pintu tertutup rapat, pria dengan kemeja sedikit koyak di beberapa bagian itu berjalan mendekat ke arah Rina. Ia kembali duduk di kursi tadi, lalu mencoba menggenggam tangan sang istri yang langsung ditepis kasar. 

 

Rina sejak tadi memperhatikan penampilan sang suami yang memprihatinkan, satu sisi hatinya merasa iba, tetapi di sisi lain ia semakin yakin tentang kebenaran berita yang dibawa Abdul. Buktinya Malik sampai diamuk masa, bisa dipastikan kejadian pelecehan itu benar adanya. 

 

Rina menatap kosong tembok putih dengan lukisan bunga di sisi kanan, sebutir kristal bening jatuh dari kelompaknya yang sayu.

 

"Akang ... tega," lirihnya begitu pelan tetapi mampu membuat hati Malik serasa disayat-sayat pisau berkarat. 

 

"Neng ...." Malik frustasi hendak menyentuh tangan Rina tetapi langsung ditepis kasar. 

 

"Ceraikan aku dan nikahi perempuan itu!" cicit wanita yang emosinya masih belum stabil karena baru saja melahirkan itu. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Digerebek di Toilet Masjid   Empat Puluh Tiga

    Posisi Sadam sudah terjepit, lelaki itu menghentikan laju mobil. Begitupun dengan mobil di depannya yang berhenti dengan jarak satu meter.Tak lama beberapa pria bertopeng perak dengan pakaian serba hitam keluar dari kuda besi yang tadi melukai kendaraan milik Sadam.Sadam yang pernah dilatih di akademi pengawal profesional, tentu punya strategi jitu dalam menghadapi situasi terjepit semacam itu. Tanpa rasa gentar, lelaki itu menyeringai dan sedikit terkikik menertawai kebodohan lawan.Sekuat tenaga Sadam menginjak pedas gas, hingga mobilnya nyaris menabrak beberapa pasukan bertopeng sampai ada yang terjengkang."See you the next time!" teriak lelaki berkulit bersih itu, disusul gelak tawa yang berubah sayup di telinga lawannya, karena incarannya sudah pergi jauh.Tak ada kemarahan di wajah si pria bertopeng emas. Sikapnya dingin seperti es yang menggelincir di permukaan kulit, tetapi mampu memberikan aura beku di sekeliling.Sat

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH DUA

    "Nggak usah! Mending urus Ali aja sana!" bentak Malik tanpa sengaja meninggikan suara saking gugupnya. Ia merasa bersalah sendiri, di saat harusnya berduka, justru terpikirkan untuk tidur bersama istri keduanya. Itulah alasan kenapa Malik terus mengurung diri selama seminggu. Lelaki itu tak ingin tergoda dan semakin tersiksa perasaan bersalah pada Rina. Namun, mengingat Ali sangat membutuhkannya, Malik berusaha keluar dari kesendirian dan mencoba menjadi Ayah yang terbaik. Tak pernah terpikir pakaian Elrima akan sangat menggoda dan membuat tubuhnya menggila. "Oh, ya udah atuh, Kang. Dari kemarin juga saya yang urusin Ali. Gak usah bentak-bentak segala," kesal Elrima sambil berlalu menghentakan kaki menuju lantai bawah membawa botol susu. Persediaan susu Ali sudah habis di lantai dua, Elrima ingin mencuci botol yang lama, sekalian mengambil botol lain untuk diisi susu. Tak pernah ia sangka, Malik akan berbuat kasar hanya dengan ditawari sebuah

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH SATU

    "Tapi kamu yakin nggak, Dek. Kalau bunda kayak gitu Ayah kamu bakalan luluh. Jangan-jangan malah makin ngamuk lagi?" celoteh Elrima pada bayi polos yang tak tahu apa yang dikatakan bundanya itu.Melihat Bunda El memanyunkan bibir, Ali malah terus membuka mulut sembari tersenyum. Matanya menyipit persis Rina saat tertawa."Ah, kamu malah ngejekin bunda, Dek. Tega banget ih, awas ya!" Elrima menjawil pelan dagu bayi yang harum minyak telon itu. Sebelumnya sang bunda lebih dulu memandikan dan mendandani Baby Ali sebelum bertemu ayahnya.Namun, sayangnya Malik sepertinya belum siap bertemu malaikat kecil yang tak berdosa itu.Di lantai bawah, tepatnya di kamar ujung kanan rumah. Malik baru saja menyelesaikan shalat sunnah taubat. Saat Elrima menggedor pintu, lelaki itu tengah khusyuk bersujud memohon keikhlasan hatinya setelah kehilangan Rina.Ia mendengar omelan Elrima tentang Ali. Malik merasa menjadi Ayah yang buruk unt

  • Digerebek di Toilet Masjid   EMPAT PULUH

    "Kang ...," panggil Rina dengan suara lirih. Suaminya baru saja duduk di kursi besi dekat bed pasien. "Neng." Malik segera menggenggam erat jemari istrinya yang terasa dingin. "Neng udah gak kuat, Kang. Neng capek ... capek pisan, " cicit perempuan itu. Matanya berkali memejam lama dan terbuka sesaat, seolah kelopak yang tampak layu itu dihimpit beban besar. "Astaghfirullah, Neng! tolong jangan bicara yang aneh-aneh. Akang di sini akan selalu menunggu kamu sembuh. Anak kita menunggu di rumah, Sayang." Malik berkata lirih sembari mengecup bagian wajah istrinya berkali-kali.Lelaki itu berharap mengalirkan banyak kekuatan agar istrinya mau berjuang bersama-sama untuk sembuh. "Kang ... tolong ridhoi, Rina. Ikhlaskan agar jalan pulang neng gak sulit." Wanita itu kembali terpejam untuk memeras air mata. Napas yang kian sesak serasa akan menghilang sebentar lagi. Malik yang panik segera menepuk pelan pipi istrinya. Rina meringis menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. "Neng, tahan se

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH SEMBILAN

    "Teh Rina kenapa, Kang?" tanya Elrima. Perempuan itu tengah duduk di kursi tunggu."Keracunan kayaknya, Neng. Soalnya keluar busa dari mulutnya," sahut Malik lesu sambil duduk di samping istri mudanya."Ya Allah, Kang. Kok bisa sampe keracunan dalem rumah. Emangnya makan apa?" cerocos Elrima yang benar-benar syok, kakak madunya bisa sampai terkena racun."Akang juga gak tahu, Neng. Mungkin nanti ditanyain langsung setelah orangnya sadar." Ekspresi Malik semakin muram.Elrima tak tega melihat suaminya berwajah sendu seperti itu. Ingin ia merengkuh Malik dan menenangkan lelaki itu dalam pelukannya. Namun perempuan itu sadar posisi dirinya siapa."Semoga si Teteh gak kenapa-napa ya, Kang. Kasian Dedek Ali," lirih Elrima yang duduk berjarak dua jengkal di kursi tunggu."Semoga, Neng."Keheningan sesaat menguasai keduanya. Mereka terpekur dengan pikiran masing-masing.Saat tak ada obro

  • Digerebek di Toilet Masjid   TIGA PULUH DELAPAN

    Malik masih tidur siang. Baby Ali sedang di lantai atas diasuh Elrima. Hari minggu Rina menyuruh adik angkatnya itu keluar untuk jalan-jalan, tetapi wanita itu menolak dan memilih membantu menjaga Ali.Tentu Elrima tak mungkin berkeliaran di luar, saat berita yang menyudutkan dirinya masih belum punah dari ingatan netizen. Bisa-bisa ia kembali menjadi sasaran lelaki hidung belang.Membayangkannya saja, Elrima sudah bergidik ketakutan. Ia masih ingat bagaimana sakitnya ditusuk bertubi-tubi menggunakan senjata tajam.Rina yang merasa bosan, mengecek ponsel Malik. Tak ada yang mencurigakan di sana, sebab Elrima dan suaminya belum pernah bertukar pesan. Isi pesan whatsapp hanya seputar pekerjaan, sementara sosial media jarang dibuka si empunya.Rina iseng membuka instagram milik suaminya. Ada akun baru yang mem-f

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status