Share

Hanya Keponakan

Di perjalanan ke rumah Kevin, Kevin terlihat meletakkan tangannya diatas kepala, tubuhnya bersandar pada kursi, perutnya kembali bergejolak, rasanya ingin muntah lagi namun hal itu tak mungkin ia lakukan karena ada Shera disampingnya.

Shera sendiri tampak mengamati Kevin, tak tega melihat Kevin semakin tersiksa karena menahan rasa mual, Shera pun segera membuka kancing kemeja Kevin satu persatu.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Kevin dengan tatapan tajam.

"Pertolongan pertama, apa lagi om? Om mual kan?" Shera tak peduli meskipun Kevin menyingkirkan tangannya, Shera tetap melanjutkan kegiatannya melepaskan kemeja yang Kevin kenakan.

"Nggak perlu." Tolak Kevin.

"Diem om!" Kini giliran Shera yang menatap Kevin dengan tajam.

Kevin yang malas berdebat dan sedang dalam kondisi tidak baik pun akhirnya mengalah. Ternyata Shera ini cukup nakal dan berani juga ya, padahal mereka belum cukup akrab, namun Shera tak canggung sama sekali ketika menyentuh bagian tubuh Kevin.

"Pak Bondan!" Panggil Shera pada supirnya.

"Iya Non?"

"Ada minyak angin nggak?" Tanya Shera.

"Ada non." Balas pak Bondan, lalu iapun membuka salah satu tempat obat yang terdapat disampingnya, mengambil minyak angin dan menyerahkannya pada Shera. "Ini non!"

"Makasih pak." Ungkap Shera, lalu iapun membuka tutup botol minyak angin, menuangkannya sedikit ditelapak tangannya. Dan setelah itu iapun membalurkan minyak tersebut ke perut Kevin.

'Astaga!' Shera memekik dalam hati, perut Kevin yang keras dan liat membuat tubuh Shera langsung meremang. Entah ada berapa pahatan roti sobek yang ada disana, enam atau delapan, Shera tak menghitungnya, yang jelas ada banyak.

Kevin sendiri langsung memalingkan wajahnya kesamping, menelan ludah berkali-kali hingga Shera bisa melihat jakun Kevin yang naik turun.

"Om... Kepalanya juga pusing?" Tanya Shera sembari menyentuh kening Kevin dan memijatnya pelan, demi Tuhan Shera tak tahu kenapa dirinya bisa sebenari ini, entah kenapa ia hanya mengikuti kata hatinya.

"Hm." Kevin hanya mengangguk, sentuhan lembut tangan Shera diperut dan kepalanya benar-benar membuat pria itu tak dapat berkata-kata.

Bagaimana mungkin Kevin tidak bereaksi, ia adalah pria normal, semenjak bercerai dengan Selena setengah bulan yang lalu Kevin sudah tak pernah melakukan hubungan seksual sama sekali. Bahkan semenjak dirinya dinyatakan mengidap kelainan, Selena sudah tak mau ia sentuh sama sekali. Dan Kevin bukanlah pria yang suka mencari wanita jalang untuk memuaskan nafsu birahinya. Bukan, Kevin bukan laki-laki seperti itu.

"Om... Maafin sikap Tante Elen yah." Ungkap Shera pada Kevin.

"Kenapa kamu yang minta maaf?" Tanya Kevin penasaran.

"Sikap Tante sama om udah keterlaluan, aku yakin dia nggak akan mungkin minta maaf sama om. Makanya aku yang minta maaf."

"Nggak perlu, bukan kamu yang salah, tapi dia." Kevin tampak menghela nafas berat.

"Jangan pernah menatap saya dengan tatapan kasihan, saya tidak butuh belas kasihan kamu. Lebih baik setelah ini kamu langsung pulang, saya bisa mengurus diri saya sendiri." Tiba-tiba saja Kevin menyingkirkan tangan Shera dengan sedikit kasar, membuat Shera benar-benar terkejut atas ulah Kevin terhadapnya.

"Om! Om kok kasar gini sih?" Seru Shera tak terima.

"Saya memang begini, kamu jangan kaget." Balas Kevin acuh.

"Sudah sampai Tuan!" Ujar pak Bondan.

"Terimakasih pak Bondan." Setelah berterimakasih pada pak Bondan, Kevin tiba-tiba saja turun dari mobil dengan tertatih-tatih sembari memegangi perutnya yang terasa perih, mungkin asam lambungnya sedang kumat, makanya ia muntah-muntah seperti tadi dan perutnya sakit.

"Non ap-"

"Bapak pulang aja! Saya nginep di rumah om Kevin sampai dia sembuh." Sahut Shera sambil buru-buru keluar dari dalam mobil.

"Baik non, saya pulang dulu!" Pamit pak Bondan.

"Iya pak hati-hati."

Setelah mobil berlalu, Shera segera menyusul Kevin yang sudah masuk ke dalam rumah mewah bergaya minimalisnya.

"Sudah datang? Nunggu dari tadi?" Tanya Kevin pada Bayu yang ternyata sudah berada di teras rumahnya.

"Dari rumah sakit langsung meluncur kesini mas, mas baik-baik aja? Mas pucet gini, asam lambung kumat?" Bayu membantu memapah kakak sepupunya itu, sedangkan dia belum menyadari kehadiran Shera dibelakang Kevin.

"Ya sepertinya, nggak enak banget sejak tadi pagi, tapi mas tahan terus. Tadi sempet muntah, demam juga." Jelas Kevin.

"Panas banget? Berapa derajat mas?"

"Nggak tau Bay, mas belum cek."

"Ck, ya udah nanti dicek. Ini nih, kebanyakan beban pikiran nih, mas akhir-akhir ini sering ngedrop."

"Udahlah Bay." Kevin benar-benar malas jika Bayu sudah membahas soal masalahnya.

"Mas itu..." Tiba-tiba saja Bayu dikejutkan dengan kehadiran Shera yang tengah mendekat kearahnya dan Kevin.

"Hay!" Shera melambaikan tangannya dengan senyuman canggung, Kevin yang melihatnya pun langsung menghela nafas kesal. Ia sudah menyuruh Shera pulang, namun Shera malah mengikutinya kesini.

Bayu sendiri sempat takjub dengan si cantik Sheravina, wajah kebuleannya yang mendominasi sungguh membuat Bayu terkagum-kagum, tubuh langsing, sintal, seksi, mulus, bibir merekah, rambut lurus lembut. Ya Tuhan, Shera benar-benar seperti bidadari.

"Mas dia siapa? Sugar baby mas Kevin?" Tanya Bayu pada Kevin dengan nada berbisik. Kevin langsung melotot kearah Bayu.

"Ngawur kamu! Dia keponakannya Selena dari Rusia, tadi mas berkunjung ke mansion lihat mama, terus ada Shera, mama suruh Shera anterin mas pulang karena mas udah nggak kuat disana." Jelas Kevin.

"Oh... Jadi namanya Shera. Dari Rusia ya, wah... Pantesan." Bayu tampak tersenyum manis kearah Shera. "Salam kenal Shera, saya dr. Bayu, adik sepupunya mas Kevin." Bayu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Shera, dan Shera pun menyambutnya.

"Shera dok. Saya khawatir sama om Kevin, makanya ngikutin dia kesini, boleh saya disini sampai dokter memeriksanya dan kondisinya baik-baik aja? Saya nggak bisa pulang kalau belum lihat dia mendingan." Ucapan Shera barusan membuat Bayu tersenyum miring. Shera ini terlihat begitu tulus dan tak ada maksud apa-apa membuat Bayu merasa lega. Tidak seperti si Medusa Selena.

Padahal dulu ia sudah sering memperingati Kevin supaya tidak menikahi Selena, namun kakak sepupunya itu tidak pernah mau mendengarkan perkataannya. Kevin bilang Selena adalah wanita yang baik dan sudah berubah, dan sekarang kenyataannyapun terkuak, sifat asli Selena akhirnya keluar setelah Kevin mengidap OAT.

"Gimana mas? Kasihan lho kalau mas sampai usir dia." Tanya Bayu pada Kevin.

"Ya sudah terserah, mas udah nggak tahan, perut mas sakit banget Bay." Mendengar Kevin yang mengeluh pada Bayu membuat Shera semakin cemas. Ingin sekali rasanya Shera memeluk tubuh Kevin, memberikannya ketenangan dan kenyamanan supaya Kevin tidak merasa sakit.

Dan Bayu pun bukan orang bodoh, ia bisa melihat gelagat Shera yang seperti ingin memapah Kevin namun tak berani melakukannya, oleh sebab itu ia mencari-cari alasan supaya Shera bisa melakukannya.

"Ah bentar mas, aku ambil tasku dulu di mobil." Bayu pun cepat-cepat beranjak menuju mobilnya dan melepaskan tubuh Kevin yang langsung limbung.

"Om!" Dan untung saja Shera segera sigap menahan tubuh Kevin. "Sakit banget ya om? Sabar ya om, nggak apa-apa ada aku." Entah keberanian dari mana, Shera tiba-tiba saja setengah memeluk tubuh Kevin, mengusap-usap punggungnya dengan pelan, membuat Kevin kembali menegang bukan karena sakit perut yang ia rasakan. Melainkan memeluk tubuh Shera yang terasa hangat dan nyaman serta menenangkan.

***

Bayu, Kevin dan Shera masuk ke dalam rumah Kevin, Bayu tengah memapah Kevin menuju kamarnya, sedangkan Shera tampak cemas menatap wajah Kevin yang kesakitan.

"Ummm... Dok!" Panggil Shera.

"Ya Shera?" Tanya Bayu sambil menoleh kearah Shera, mereka sudah sampai didepan kamar Kevin, namun harus terhenti karena Shera yang memanggil Bayu.

"Aku bisa buat apa gitu dok untuk om Kevin, minuman hangat gitu misalnya, kira-kira minuman apa ya dok supaya perutnya nggak sakit?" Pertanyaan Shera barusan membuat Bayu semakin terkagum-kagum pada sosok keponakan Selena itu, sudah cantik, baik, perhatian lagi.

"Oh ya, minta tolong buatkan air gula hangat ya!"

"Oh oke, cuma itu aja?"

"Em... Bubur juga bisa nggak?"

"Bubur?" Shera tampak ragu, ia langsung teringat akan profesi Kevin yang seorang chef. Bagaimana mungkin Shera yang tidak terlalu bisa memasak disuruh membuat bubur untuk seorang chef seperti Kevin? Nanti yang ada Kevin akan komplain, bahkan bisa saja semakin sakit karena masakan Shera.

"Bay!" Karena sudah tak tahan, Kevin lantas memanggil Bayu. Kesal karena adik sepupunya itu malah mengobrol dengan Shera dan tak kunjung memeriksanya.

"Ya mas! Shera lebih baik kamu buatkan minuman dulu aja ya! Soal makanan nanti aja kalau mas Kevin minta." Ujar Bayu pada Shera.

"Ah ya udah dok, saya ke dapur dulu." Shera pun segera menuju dapur, sedangkan Bayu segera masuk ke dalam kamar Kevin dengan memapah tubuh kakak sepupunya itu.

***

Tak sulit bagi Shera untuk bisa menemukan letak dapur di rumah Kevin. Rumah Kevin yang cukup mewah dan bergaya minimalis membuat Shera merasa sangat nyaman. Dalam hati Shera sempat bertanya-tanya, hidup sendiri seperti ini, apa tidak merepotkan bagi seorang Kevin? Apalagi jika pria itu tengah sakit seperti ini, sendirian di rumah, siapa yang akan mengurusnya nanti?

Apalagi setahu Shera, Kevin sudah tidak memiliki seorang ibu, ia hanya tinggal memiliki seorang ayah yang kini menetap di Korea bersama istri barunya.

"Hhh... What's wrong with you Shera? Om Kevin itu mantan suaminya Tante Elen, kenapa kamu jadi sok perhatian begini? Sama Milanov aja selama ini kamu cuek, padahal dia ngejar-ngejar kamu." Gumam Shera sembari melakukan kegiatannya membuat minuman hangat untuk Kevin.

"Ini semua cuma demi Oma, kamu disini juga karena Oma, tapi..." Shera kembali bimbang, pasalnya bayangan Kevin yang lemah dan kesakitan sejak tadi terus menghantui pikirannya. Bagaimana mungkin seorang Kevin yang notabenenya adalah duda, sedang sakit, apalagi mantan suami tantenya sendiri, bisa membuat seorang Sheravina Danilova menjadi segila ini. Wajah memanas, kuping memerah, tubuh merinding dan pikiran yang kacau. Shera benar-benar sudah gila.

Padahal Shera sendiri tak pernah seperhatian ini kepada pria manapun, bahkan kepada pria-pria yang mendekati dirinya. Namun entah kenapa, seolah ada magnet yang dimiliki oleh Kevin, membuat Shera menjadi seperti ini, tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, ingin memperhatikan Kevin terus-menerus. Bahkan merasa sangat iba ketika Selena terang-terangan menghina Kevin didepan matanya tadi siang.

"Lagian apa salahnya? Om Kevin udah bukan milik siapa-siapa lagi, terserah kan kalau ternyata aku jatuh cinta sama dia? Biarkan perasaan ini mengalir apa adanya. Kalau dia membalas ya oke, kalau enggak ya udah, nggak ada masalah." Gumam Shera kembali menyemangati dirinya sendiri. Shera tak akan memaksa, terserah hatinya saja, ia akan mengikuti apapun kata hatinya. Shera tak suka menahan-nahan perasaannya. Kalau suka ya suka, kalau tidak ya tidak. Sudahlah sesimple itu.

***

Bayu telah selesai memeriksa Kevin yang tampak jauh lebih baik setelah Bayu meletakkan kompresan hangat diatas perut Kevin. Kevin juga sudah minum obat dengan bantuan Shera, sebenarnya Kevin sangat canggung dan sungkan, namun lagi-lagi terpaksa karena ia sudah tak tahan dengan sakit diperutnya.

Kini pria tampan itu sudah bisa berbaring dengan tenang, rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang membuat Kevin merasa ngantuk.

"Tidur aja om, istirahat." Ujar Shera sembari mengusap-usap kening Kevin. Bagaimana mungkin Kevin tidak terbuai dengan apa yang Shera lakukan padanya, seumur-umur, Selena bahkan tak pernah melakukan hal itu padanya. Sama sekali tidak pernah. Hal itupun membuat Kevin kembali menelan rasa kecewa jika mengingatnya. Sungguh menyedihkan sekali nasib percintaannya.

"Sebaiknya kamu pulang, saya nggak apa-apa." Ujar Kevin pada Shera dengan mata terpejam.

"Masih begini om bilang nggak apa-apa?" Shera tampak terima, Kevin seperti tengah mengusir dirinya.

"Sudah malam, saya sudah biasa sendiri. Lebih baik kamu pulang, Bayu yang akan mengantar kamu, kamu juga pasti lelah karena baru tiba dari Rusia. Saya nggak mau terjadi kesalahpahaman diantara kita." Kevin segera menyingkirkan tangan Shera dari atas keningnya, lalu memunggungi Shera, menetralkan detak jantung yang semakin menggila sejak Shera mengelus kepalanya.

Shera sendiri merasa kecewa atas penolakan Kevin, namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Ia merasa malu dengan apa yang sudah ia lakukan kepada Kevin setelah Kevin menolaknya barusan.

"Maaf kalau sikap aku terlalu berlebihan sama om sejak tadi, udah bikin om nggak nyaman dan risih. Kalau om emang udah mendingan, aku langsung pulang aja, dan aku bisa pulang sendiri. Jaga diri baik-baik ya om, jangan sakit-sakit lagi." Setelah mengungkapkan hal itu, Shera pun segera pergi begitu saja dari kamar Kevin, Kevin tentu saja langsung merasa bersalah setelah Shera meminta maaf padanya.

Pria itu langsung menoleh kearah pintu kamarnya yang sudah tertutup, menghembuskan nafas berat, meletakkan tangan diatas kepala, benar-benar merasa amat menyesal karena sudah berkata seperti itu kepada Shera.

Harusnya ia berterimakasih, bukan malah menyuruh Shera pulang seperti ini. Lihatlah seorang Kevin bahkan lupa untuk mengucapkan terimakasih pada orang yang sudah menolongnya.

"Loh, Shera mana mas?" Tanya Bayu membuyarkan lamunan Kevin.

"Shera? Shera sudah pulang, mas suruh dia pulang." Jawab Kevin.

"Apa? Pulang sama siapa?" Bayu tampak terkejut.

"Pulang sendiri, dia bilang bisa pulang sendiri."

"Pulang sendiri gimana? Dia nggak bawa apa-apa mas, ponsel, tas, dompet, dia pulang pakek apa hujan-hujan begini?" Ucapan dan pertanyaan Bayu barusan membuat Kevin langsung kelabakan. Sungguh, ia benar-benar tak menyadari akan adanya hujan yang cukup deras. Pria itu pun lantas segera bergegas turun dari ranjang, meski masih lemas, namun Kevin tak mempedulikannya.

"Bodoh." Umpat Kevin, lalu segera pergi meninggalkan kamarnya.

"Mas mau kemana?" Seru Bayu yang turut mengikuti Kevin.

Sungguh, Kevin baru menyadari jika sedang hujan deras, bahkan suara petir juga terdengar begitu keras. Kevin pun segera membuka pintu rumahnya, mata tajamnya langsung mengamati sekitar teras rumah, mencari keberadaan Shera, dan benar saja, gadis itu sedang menutupi kedua telinganya sembari berjongkok dipojokan teras. Mungkin merasa takut karena mendengar suara petir yang cukup keras.

"Gadis bodoh." Ungkap Kevin sambil berjalan kearah Shera dengan langkah gontai. Merasa lega karena gadis itu masih berada didalam jangkauan matanya.

'Hm, dasar ABG tua.' ungkap Bayu dalam hati dengan senyuman geli. Namun tak ayal hatinya juga merasa lega karena melihat kakak sepupunya akhirnya bisa move on juga dari si Medusa Selena.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status