Share

Emosi Kinan

Author: Yani Artan
last update Last Updated: 2022-08-09 21:43:00

Sontak semua Ibu-Ibu yang ada di situ tertawa mendengar perkataan Mbak Risa. Bahkan ada Seseibu yang lain yang ikut menimpali ucapannya.

"Calon pelakor gak modal dong, Mbak. Kayak kuntilanak aja." sahut Bu Siska.

"Gak tau diri itu namanya, Bu. Mungkin di rumahnya gak ada kaca jadi sok kecakepan dia," sahut Mbak Risa melirikku lagi.

"Udah, Mbak. Pagi-pagi jangan gibahin orang. Mending mikir hari ini mau masak apa," sahut Mak Sarni mencoba menenangkan suasana.

"Mak Sarni belum pernah ada di posisi kita sih, makanya bisa ngomong kayak gitu. Calon pelakor kok dibela, Mak" sahut Mbak Risa.

Hatiku panas mendengar ucapannya. Tapi aku tak mau mempermalukan diri sendiri. Lebih baik aku cepat mengambil pesananku dan menyerahkan uangnya pada Mak Sarni.

"Mak, tolong belanjaan saya dihitung," ucapku pada perempuan di depanku.

"Total semua 18 ribu, Mbak." jawab Mak Sarni.

Kubayar belanjaanku dengan selembar uang 20 ribuan. Setelah menerima kembalian, aku berpamitan pada mereka yang ada di sana. Sepintas kulihat Mbak Risa melirik sinis kepadaku.

Setibanya di rumah, kulihat Caca menangis meringkuk di pojokan tempat tidur. Sedangkan suamiku dengan mata melotot memarahi anaknya itu.

"Dari mana saja kamu? Liat ini anakmu nangis, ganggu orang tidur saja!" bentak Mas Bagas padaku.

"Aku belanja di depan, Mas." jawabku seraya menolong Caca untuk kugendong. Bocah itu masih menangis sesenggukan takut kepada Ayahnya.

"Kalau belanja ajak dia! Tidurku jadi terganggu tau, kepalaku jadi pusing ini!" seru Mas Bagas lagi.

Aku benar-benar takut melihat Mas Bagas marah seperti itu. Suaranya menggelegar memenuhi rumah kecil ini.

Ibu Mertuaku datang, mungkin dia mampir sebelum belanja di Mak Sarni. Dia langsung menghampiriku yang sedang menenangkan Caca. Mungkin Ibu Mertuaku itu juga mendengar teriakan Mas Bagas saat lewat depan rumah tadi.

"Caca kenapa nangis? Ikut sama Nenek ya?" ujar Ibu Mertua seraya mengajak anakku yang masih terisak.

Kulihat mertuaku menghampiri Mas Bagas yang tidur kembali dengan tengkurap."Bagas, apa gak bisa kamu lebih sabar lagi terhadap anak dan istrimu? Malu didengar tetangga jika kamu sering berteriak marah-marah."

Mas Bagas membalikkan badannya dan menatap Ibunya."Aku gak akan marah kalau dia becus jadi istri, Bu."

"Kamu kan bisa bicara baik-baik sama istrimu, gak harus marah-marah seperti itu," nasehat Ibu Mertua.

"Males!! Dia itu bebal, beg*nya udah keterlaluan!" sahut Mas Bagas.

"Kamu memang keras kepala. Selalu merasa benar!" geram Ibu Martua.

"Sudahlah, Bu! Masih pagi jangan ceramah, makin pusing kepalaku," sahut Mas Bagas lagi.

Ibu Mertua menggelengkan kepala dengan kelakuan anaknya. Dia kemudian berlalu begitu saja membawa Caca bersamanya.

"Seneng kamu dibela sama Ibuku, hah!?" seru Mas Bagas padaku.

Aku meninggalkan suamiku dengan omelannya yang masih terus berlanjut. Lebih baik aku ke dapur mengolah bahan makanan yang sudah ku beli tadi.

PLETAK!!

Mas Bagas melemparku dengan mug plastik yang ada di atas meja."Denger gak sih kamu!?" seru Mas Bagas dengan wajah emosi.

"Mas, maumu apa sih? Aku diam saja bukan berarti kamu bisa semakin semena-mena terhadapku!" teriakku tak bisa lagi menahan emosi.

"Makanya kalau ada orang ngomong itu dengerin! Bukan malah ditinggal pergi!" serunya kepadaku.

KLONTANG!!

Kulempar bahan makanan yang telah kupotong-potong dengan pisau di baskom. Semua bahan makanan yang akan kumasak berhamburan di lantai. Kesabararanku habis saat dia berani melemparku dengan sesuatu, bukankah itu sudah termasuk KDRT? Meskipun selama ini dia juga sering menyakitiku secara verbal.

"Apa bisa kau bicara baik-baik padaku, hah?!" teriakku dengan menodongkan pisau ke arahnya.

Sungguh emosiku sudah diatas ubun-ubun. Semua sikap kasarnya kepadaku seakan kembali diputar di depan mata. Dan saat ini, aku cuma ingin marah tak peduli lagi apa akibatnya.

"Selama ini aku selalu bersabar dengan sikap kasarmu, Mas. Kau mencaci maki aku pun diam saja. Apa kau pikir hatiku terbuat dari batu yang tak berperasaan?!" Aku berkata dengan air mata yang mengalir deras di pipi.

Mas Bagas mematung menatapku. Mungkin dia tak menyangka jika aku memiliki keberanian untuk melawannya. Atau mungkin dia takut akan pisau yang masih kupegang ini.

Aku baru sadar jika aku mengacungkan pisau tajam itu ke arahnya. Mungkin dia takut jika aku akan berbuat nekad kepadanya.

Dia masih diam, namun tak lagi memandangku. Kulihat dia masuk kamar mandi membawa handuk dan pakaian kerjanya.

Luruh sudah air mataku. Aku menangis semakin kencang. Bahkan saat aku marah sekali pun dia tak menghiraukanku.

Aku memilih pergi ke kamar. Menumpahkan air mata dan menangis di sana. Aku bingung sungguh tak tahu lagi harus bagaimana menghadapi suamiku itu.

Entah berapa lama aku ada di kamar. Yang aku tahu, suamiku telah berangkat bekerja tanpa pamit dan tanpa sarapan, bahkan tanpa secangkir kopi yang biasanya tak pernah absen setiap pagi.

Aku keluar dari kamar, kulihat dapur masih berantakan akibat ulahku tadi. Semua bahan yang aku masak sudah tak dapat diolah lagi, semut dan hewan-hewan kecil lainnya telah mengerubunginya.

"Kinan?" Ibu Mertua memanggilku.

Dia melihat dapurku yang berantakan. Diserahkannya Caca padaku dan dia juga memberikan kantong plastik yang dibawanya. Ibu dari suamiku itu juga memindai wajahku, mungkin karena mataku yang terlihat bengkak karena menangis.

"Ini nasi pecel buatmu, ada bubur juga buat Caca. Santi yang membelikannya untuk kalian." ucap Ibu Mertua dengan tatapan matanya yang yang tak lepas dari dapurku yang berantakan.

"Oh iya, Santi juga menitipkan uang jajan untuk Caca," ujar Mertuaku seraya memberikan selembar uang berwarna merah.

"Tolong sampaikan Santi ucapan terima kasihku, Bu," sahutku lirih.

Ibu Mertua mengangguk dan berlalu dari rumahku setelah sebelumnya mencium cucunya.

Santi adalah adik Mas Bagas yang baru lulus SMA. Dia baru diterima kerja di sebuah pabrik garment yang ada di kota kami. Ibu mertuaku tinggal bertiga bersama Ayah Mertua dan anak gadisnya itu.

Aku yakin Mertuaku itu tahu apa yang telah terjadi antara aku dan Mas Bagas. Namun, dia tak pernah bertanya kepadaku. Sepertinya dia tak mau ikut campur dengan rumah tanggaku. Atau memang karena dia termasuk perempuan yang tak banyak kata, entahlah ....

TING!

TING!

TING!

Ponselku berbunyi, Mas Rangga menelponku. Aku ragu antara mengangkatnya atau tidak. Di satu sisi aku takut dengan istrinya. Di sisi lain aku merindukan kasih sayang dari pria lain sepertinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Ending

    "Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Hadiah Istimewa

    Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Hadiah dari Mertua

    "Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Kedatangan Bu Yuni

    "Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Akhirnya Sah

    Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Acara di Rumah Kinan

    Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status