Share

Paket Siapa?

Author: Yani Artan
last update Last Updated: 2022-08-09 21:46:59

TING!

TING!

TING!

Ponselku berbunyi, Mas Rangga menelponku. Aku ragu antara mengangkatnya atau tidak. Di satu sisi aku takut dengan istrinya. Di sisi lain aku merindukan kasih sayang dari pria lain sepertinya.

Aku punya suami tapi seperti hidup sendiri. Tak pernah kami mengobrol dari hati ke hati seperti dulu. Dia lebih suka pergi sendiri bersama teman-temannya. Hatiku hampa, aku kesepian tak ada lelaki yang memberiku kasih sayang.

Ponsel itu terus berdering meminta perhatianku. Akhirnya kugeser tombol berwarna hijau.

"Halo?" ucap suara di sana yang kuyakin itu adalah suara Mas Rangga.

"Iya, Mas. Ada apa?" tanyaku ragu.

"Kinan, kenapa baru dijawab? Dari kemarin aku telepon kamu," sahut Mas Rangga.

"Aku takut, Mas. Nanti istrimu marah jika tahu kau menghubungiku." jawabku.

Terdengar helaan nafas panjangnya. Aku yakin dia pun mempunyai perasaan takut yang sama denganku. Aku masih bertanya-tanya kenapa pria itu menghubungiku.

"Jangan takut, Kinan. Aku berada di kantor sekarang. Jadi Risa gak akan tahu jika aku menghubungimu," ucap Mas Rangga.

Bagaimana aku tak merasa takut. Aku berbicara pada seorang pria yang istrinya membenciku. Bahkan seperti ingin menelanku hidup-hidup saat melihatku.

"Istrimu terlalu galak, Mas. Bagaimana mungkin aku tak takut padanya." jawabku.

"Sudahlah, Kinan. Aku cuma ingin tahu bagaimana kabarmu hari ini? Bisakah kapan-kapan kita bertemu di luar?" tanyanya beruntun.

"A-apa?! Jangan becanda, Mas. Untuk apa aku menemuimu, aku tak ingin ada yang melihat kita lalu terjadi salah paham," sahutku.

"Aku cuma ingin mengobrol denganmu, Kinan. Aku ingin dekat dan mengenalmu lebih dalam lagi. Aku yakin kamu juga butuh seorang teman sepertiku," ucapnya penuh percaya diri.

"Aku gak tau, Mas. Aku gak mau ambil resiko." sahutku.

"Tenang saja, aku akan mengaturnya. Ya sudah, aku mau lanjutin pekerjaanku dulu. Nanti aku kabari lagi." ucapnya lalu mematikan teleponnya sebelum aku menjawab.

Sejenak aku berpikir tentang pria itu. Kenapa dia begitu gencar mendekatiku. Apa yang membuatnya tertarik padaku, sedangkan suamiku sendiri tak menghargaiku.

Tak mau berpikir tentangnya terlalu dalam. Kuputuskan untuk menyuapi Caca bubur yang tadi diberikan oleh mertuaku.

Kugendong Caca di depan rumah, sekalian mencari udara segar. Kusuapi putri kecilku itu sambil bermain. Dia makan dengan sangat lahap, mungkin dia merasa lapar.

Kulihat Mbak Indah di depan rumahnya. Melihatku bermain bersama Kinan, perempuan itu menghampiriku.

"Kinan, matamu bengkak. Kamu habis nangis ya?" tanya Mbak Indah seraya mengamati wajahku.

"Enggak, Mbak. Mungkin kebanyakan tidur jadi kayak gini." sahutku.

"Jangan bohong deh, tadi aku mendengar teriakan Bagas. Apa dia marah-marah lagi?" tanyanya.

Rumah Mbak Indah memang bersebelahan dengan rumahku. Jadi dia pasti mendengar jika Mas Bagas berbicara dengan nada tinggi apalagi berteriak seperti tadi pagi. Suasana pagi yang sepi membuat teriakannya terdengar kencang.

"Iya, Mbak. Tadi pagi kami bertengkar. Aku sudah gak bisa sabar menghadapi sikapnya yang semakin semena-mena terhadapku, Mbak. Dia bahkan berani melemparku dengan mug." Aku menjelaskan peristiwa tadi pagi dengan mata berkaca-kaca.

Hatiku masih terasa sangat sakit jika mengingatnya. Aku yang selalu mengalah dan menuruti keinginannya, dia malah semena-mena.

"Mbak, juga bingung harus bagaimana lagi memberimu solusi. Kamu sudah cukup sabar selama ini. Tapi Mbak juga gak berani menyarankan perpisahan padamu." Mbak Indah berkata prihatin.

Bagiku Mbak Indah sudah seperti kakak buatku. Dia yang selalu menolong dan memberikanku kenyamanan di sini.

"Gak apa-apa, Mbak. Mau dengerin keluh kesahku saja, aku sudah sangat bersyukur." ucapku.

"Sesekali kamu memang harus melawannya, Kinan. Karena kelembutanmu malah membuat dia semakin menjadi." saran Mbak Kinan.

"Mungkin jika batas kesabaranku telah habis, aku akan pergi meninggalkan Mas Bagas, Mbak. Meskipun aku tak tahu harus pergi ke mana setelah ini. Tak mungkin aku kembali ke rumah setelah mengecewakan orangtuaku." ucapku dengan pandangan menerawang.

Mbak Indah mengelus pundakku pelan berusaha memberikan kekuatan. Aku memang membutuhkan support dari orang terdekat.

Setelah Caca menghabiskan buburnya, aku mengajak Mbak Kinan makan nasi pecel yang tadi dibelikan oleh Santi. Porsi nasinya banyak sekali jadi aku pasti tidak akan bisa menghabiskannya sendiri. Kami sudah biasa makan berdua. Mbak Indah juga sering berbagi makanan denganku.

"Untungnya kamu mempunyai mertua dan ipar yang baik, jadi masih punya alasan untuk bertahan," ucap Mbak Indah di sela-sela makan bersama.

"Iya, Mbak. Alhamdulillah Ibu dan Bapak Mas Bagas baik sekali. Meskipun Ibu orangnya pendiam, dia sangat perhatian dan sayang sama Caca. Santi juga baik, Mbak," sahutku.

"Iya, sabar aja dulu. Doakan suamimu bisa berubah suatu hari nanti," ujar Mbak Kinan lagi.

Aku tak yakin jika suamiku itu bisa berubah. Karena aku baru tahu sikap aslinya setelah beberapa bulan menikah.

Dulu Mas Bagas sangat mencintaiku. Hari-hari kami habiskan dengan penuh cinta. Dia sangat menyayangiku dan memenuhi kebutuhanku dengan baik.

Hingga aku hamil, dan sedikit demi sedikit bentuk tubuhku tak lagi seperti dulu. Hormon kehamilan telah merubah segalanya.

Setelah aku melahirkan, dia semakin bertambah cuek. Sering marah-marah jika aku tak lekas memenuhi keinginannya.

Hampir tiap malam aku selau begadang sendirian karena Caca rewel. Dan tak jarang dia membentak Caca yang masih bayi jika ia tak berhenti menangis. Dia sering mengataiku sebagai ibu yang tak becus.

Selesai nifas aku memutuskan minum pil KB yang harganya murah sekitar 10 ribuan saja karena uang belanja yang terbatas. Aku bahkan tak pernah minum obat atau jamu pasca melahirkan karena memang tak ada budget untuk itu.

Ternyata efek pil KB sangat buruk di tubuhku. Bukan hanya jerawat bermunculan di wajah, kulitku juga jadi lebih gelap dan kusam. Badanku juga jadi kurus kering. Dia membandingkan tubuhku waktu masih gadis dulu yang memang padat berisi dan berkulit cerah.

Semakin gencar saja Mas Bagas mengatai kekuranganku. Selain dinilai sebagai ibu dan istri yang tak becus, dia juga menilaiku tak pandai merawat tubuh.

Hinaan demi hinaan kutelan mentah-mentah. Hampir tiap hari caci maki keluar dari mulutnya. Tapi tiap hari juga dia menuntutku untuk melayaninya di ranjang, ingin kumenolak tapi takut dia semakin marah.

Tok!

Tok!

Tok!

Pak kurir datang membawa paket makanan sedangkan aku merasa tak memesannya sama sekali.

"Dengan Mbak Kinan? Ini saya mau mengantar pesanan makanannya." tanya Pak Kurir padaku.

"Iya saya sendiri. Maaf saya gak merasa memesan makanan. Mungkin Bapak salah orang atau salah alamat." jawabku.

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Ending

    "Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Hadiah Istimewa

    Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Hadiah dari Mertua

    "Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Kedatangan Bu Yuni

    "Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Akhirnya Sah

    Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Acara di Rumah Kinan

    Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status