Share

Tak Punya Hati

Author: Yani Artan
last update Last Updated: 2022-08-09 21:39:23

"Kinan, tunggu di sini sebentar. Aku mau mengantar Nita. Kasihan dia bawa barang banyak," ucap suamiku.

"Aku pinjem suamimu sebentar ya, Kinan," ucap Mbak Nita dengan suara manjanya.

Tak menunggu persetujuanku, mereka berlalu dari hadapanku. Tentu saja hatiku sakit merasa tak dihargai. Bagaimana mungkin seorang suami lebih mementingkan orang lain dari pada istrinya sendiri.

Air mataku menetes dengan perlakuan suamiku. Sesak sekali dada ini, tak hentinya Mas Bagas menyakitiku. Aku duduk di bangku panjang dekat toko Pak Slamet menunggu kedatangan suamiku.

"Kinan, kenapa kamu di sini sendiri?" Suara itu reflek membuatku menengadah kepadanya.

Mas Rangga berdiri di hadapanku. Dahinya mengernyit tampak berpikir."Kamu nangis, Kinan?"

Segera kuhapus air mataku. Tak ingin orang lain mengetahui kesedihanku saat ini.

"Enggak, Mas. Aku cuma kelilipan aja ini," ucapku mengelak.

Lelaki di depanku menatap tak percaya. Sedetik kemudian dia menawariku bantuan.

"Aku anterin pulang yuk, kasihan Caca digigit nyamuk di sini," ucap Mas Rangga.

Aku mengangguk mengiyakan tawaran pria di hadapanku. Tak mau menunggu Mas Bagas lagi. Biar saja jika pria itu marah nanti.

"Mas, Nanti turunnya di depan saja ya, aku takut Mbak Risa nanti salah paham," ucapku.

"Iya, tenang aja." jawabnya enteng.

Di depan gang Mas Rangga menurunkanku. Sebelum aku berlalu dia mencegahku sebentar.

"Kinan, boleh aku meminta nomermu?" tanya Mas Rangga.

****

Di depan gang, Mas Rangga menurunkanku. Sebelum aku berlalu dia mencegahku sebentar.

"Kinan, boleh aku meminta nomermu?" tanya Mas Rangga.

Aku berpikir sejenak. Mas Rangga menunggu jawabanku. Akhirnya kukeluarkan ponsel pemberian adikku dan menunjukkan nomernya pada Mas Rangga.

"Terima kasih ya, Kinan," jawabnya seraya tersenyum menawan.

Mas Rangga memang tampan. Dibandingkan dengan suamiku dia jauh lebih ganteng. Tapi aku tak tahu kenapa dari awal aku pindah ke kampung suamiku, dia tertarik padaku.

Dulu awal-awal nikah saat pria itu selalu mendekatiku, aku selalu menjauhinya. Tak mau orang-orang berpikiran buruk tentangku.

Mbak Risa, istri Mas Rangga terlihat tak pernah menyukaiku tanpa kutahu apa alasannya. Saat kusapa dengan tersenyum pun dia selalu melengos tak menanggapi.

****

"Kinan, dari mana aja kamu? Kenapa tak ada saat aku menjemputmu?" tanya Mas Bagas dengan mata melotot.

"Kamu terlalu lama, Mas. Jadi aku jalan kaki saja," jawabku menunduk.

"Kenapa gak bilang dari awal, aku kan jadi bolak-balik cari kamu," seru Mas Bagas emosi.

"Kamu sendiri lebih mementingkan perempuan lain dari pada aku, Mas!" ucapku membela diri.

"Apa salah aku menolong Nita? Kasihan dia jalan kaki sendiri bawa barang banyak pula," sahut Mas Bagas tak mau disalahkan.

"Apa kamu tak kasihan dengan istrimu yang membawa barang dan menggendong anakmu?" ucapku.

"Kamu terlalu banyak omong, Kinan! Aku sudah menyuruhmu menunggu, kamu saja yang tak sabar." seru Mas Bagas emosi.

"Aku kasihan sama Caca, Mas. Di sana banyak nyamuk, udara malam juga gak baik buatnya," sahutku lagi.

"Udah jangan banyak alasan. Cuma masalah kecil saja kamu perbesar." sahutnya. Padahal dia sendiri yang marah-marah malah menuduhku memperbesar masalah.

Aku merasa sangat kesal pada suamiku itu. Kubawa Caca yang telah tertidur masuk kamar. Kurebahkan gadis kecilku di pembaringan.

Setelah yakin Caca tertidur pulas, kutinggalkan dia di kamar. Tenggorokanku terasa kering, ingin mengambil air minum di dapur.

Kulihat Mas Bagas makan dengan lahapnya di depan televisi. Kudekati dia, melihat apa yang dia makan. Ternyata dia makan nasi Padang daging rendang. Aku menelan salivaku, ingin sekali mencicipinya sedikit saja.

"Apa lihat-lihat? Kalau pingin, beli aja sendiri." ketus Mas Bagas.

Aku mengelus dada menahan sakit hati. Begitu tak berharganya aku di matanya. Hingga berbagi makanan pun dia tak mau.

Aku memilih pergi meninggalkannya dari pada mendapat ucapan pedas lagi.

"Kinan, ini uang belanjamu. Udah aku siapkan, jangan boros harus cukup sampai sebulan." ujar suamiku.

Kuambil uang yang diberikannya. Kuhitung jumlahnya ternyata ada 1 juta kurang 40 ribu.

"Yang 40 ribu kubuat beli nasi Padang," ucapnya sebelum aku bertanya.

"Kamu beli nasi padang 2 bungkus, Mas? Lalu satunya mana?" tanyaku karena 1 nasi Padang seharga 20 ribu.

"Yang satu aku berikan pada Nita tadi pas nganterin dia," jawabnya tanpa rasa bersalah.

Hatiku mencelos mendengar jawaban pria yang ada di hadapanku. Begitu tega dia denganku. Bukan soal nasi Padang seharga 20 ribu. Tapi soal seberapa dia menghargaiku.

Mas Bagas bergaji 4,5 juta tapi dia memberiku uang belanja tak sampai setengah dari gajinya. Bahkan sekarang dipotong 40 ribu olehnya.

Tak terasa air mataku menetes tak tertahan. Sakit sekali hati ini. Tak ingatkah dulu bagaimana dia meyakinkan hatiku agar menerima cintanya. Hingga nasehat Bapak pun tak aku hiraukan.

Tak ingin dia melihatku menangis karena yang ada dia akan semakin mengomel. Aku pergi ke kamar dan menumpahkan air mata secara bebas.

"Bapak ... Aku kangen, Pak," gumamku dalam hati.

Aku ingat betul bagaimana sayangnya Bapak dulu terhadapku. Setiap dia memperoleh makanan entah dari kenduri atau dari bosnya, maka dia rela tak memakannya demi membuat kami kenyang.

Orangtuaku memang bukan orang berada. Tapi mereka selalu memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya.

Setidaknya aku bisa makan enak saat bersama orangtuaku dulu. Tak pernah mereka mencaci maki dengan ucapan kasar. Setiap hari selalu dihabiskan dengan bercanda dan berkumpul bersama.

Aku jadi merindukan masa-masa bersama keluargaku. Tapi saat ini aku tak berani pulang ke rumah. Bapak tak lagi menganggapku anaknya.

Lelah menangis membuatku ketiduran. Hingga aku merasa ada tangan yang memeluk tubuhku dari belakang. Tangan itu tak akan berhenti bergerilya hingga dia akan mendapatkan jatahnya.

Begitulah suamiku, dia hanya mendekatiku jika dia menginginkan sesuatu. Namun, setelah itu dia akan kembali pada tabiat awalnya. Aku merasa dia tak lagi mencintaiku.

****

Keesokan harinya, seperti biasa aku bangun subuh untuk melakukan mandi wajib. Setelah itu kulaksanakan dua rakaat sebagai kewajibanku sebagai umat islam.

Kucuci beras dan menanaknya, setelah itu aku mengolah bahan makanan yang ada di kulkas. Ada sayur kacang panjang, udang dan tempe kutumis jadi satu.

Aku harus hemat dengan menu makanan yang aku sediakan. Jika tidak maka uang itu akan habis sebelum akhir bulan. Pasti Mas Bagas marah dan tak mau tahu aku harus tetap menyediakan makanan untuknya.

Mas Bagas berangkat kerja tanpa banyak drama. Sarapan dan bekal makan siang dengan menu yang sama, kecuali untuk bekal kutambahkan telor dadar.

Kucuci pakaian yang telah kurendam subuh tadi. Setelah membilasnya dua kali, kuberikan pewangi. Tak ingin suamiku protes karena bajunya bau apek setelah dijemur.

Alhamdulillah kerjaan selesei juga, karena tadi ibu mertua mengambil Caca dan di bawah ke rumahnya.

Saat hendak keluar menjemput Caca, ponselku berdering. Kulihat nama di layar ternyata Mas Rangga-suami Mbak Risa-yang menelpon.

Ragu aku menjawabnya. Takut jika nantinya akan menimbulkan masalah buatku. Kuputuskan untuk meninggalkan saja ponselku di rumah tanpa peduli panggilan masuk terus berbunyi.

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Ending

    "Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Hadiah Istimewa

    Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Hadiah dari Mertua

    "Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Kedatangan Bu Yuni

    "Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Akhirnya Sah

    Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya

  • Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan   Acara di Rumah Kinan

    Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status