Share

Jatidiri Larasati

Author: Merpati_Manis
last update Last Updated: 2024-11-15 12:06:53

Bukan hanya Larasati yang terkejut dan merasa sakit hati mendengar perkataan Bara. Bu Dini nyatanya juga tidak kalah terkejut dan sangat menyayangkan perkataan sang putra. Wanita anggun itu lalu melepaskan kaca matanya dan menatap tajam pada sang putra. 

"Ini bukan saatnya untuk berdebat, Bara! Segera bersihkan tubuhmu, setelah itu temui mama di ruang kerja!"

Bara nampak masih ingin menyampaikan rasa keberatan. Namun, sang mama telah mengajak wanita yang di mata Bara terlihat lusuh itu untuk berlalu dari hadapan. Dia hanya bisa mengacak kasar rambutnya, seraya menghela napas panjang. 

Pria yang baru saja menjadi duda itu segera kembali ke kamarnya. Sepanjang membersihkan diri, pikiran Bara terus tertuju pada wanita muda yang baru saja dia lihat dan akan menjadi ibu susu untuk sang putra. Segala pikiran buruk tentang wanita itu, masih bertahta di hatinya. 

'Aku tidak mau kalau kehadirannya membawa pengaruh buruk untuk putraku! Aku juga akan tuntut dia kalau sampai Bram kenapa-napa, setelah menyusu padanya!'

Bara menatap dirinya pada pantulan cermin besar di hadapan. Tatapannya mengisyaratkan kepedihan yang mendalam. Kepergian sang istri tercinta untuk selamanya yang begitu cepat, membuat Bara merasa sangat kehilangan. 

"Andai Cantika bersabar sedikit saja dan mau menungguku pulang, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi dan Bram tidak akan pernah kehilangan mamanya. Semua ini salahku, salahku yang tidak bisa memenuhi keinginan istriku," sesal Bara. Air mata nampak memggenang di pelupuk mata elangnya. 

Teringat kembali kejadian sore itu ketika Bara masih meninjau lokasi proyek di daerah timur Ibukota. Cantika menelepon dan memintanya untuk segera pulang karena dia ingin membelikan pakaian baru untuk sang putra. Bara yang masih berada jauh dari rumahnya menjanjikan bahwa selepas maghrib dia pasti sudah sampai di rumah dan akan mengantarkan Cantika. 

Rupanya, perkiraan Bara meleset karena kondisi jalanan yang macet parah. Cantika yang sudah menanti sampai isya dan sang suami tidak kunjung datang, nekat pergi sendirian karena khawatir keburu kemalaman. Tawaran sopir keluarga yang hendak mengantarkan pun dia abaikan. 

Beruntung, malam itu Cantika tidak membawa serta sang putra dan menitipkan Bram pada pengasuhnya. Karena selang tiga puluh menit setelah Cantika membawa mobilnya keluar dari rumah, polisi datang dengan membawa kabar duka. Tepat di saat yang sama, Bara tiba di kediamannya. 

"Maaf, Pak. Kami harus menyampaikan berita duka ini. Kondisi mobil ringsek dan korban meninggal di tempat." Suara petugas polisi itu bagai petir yang menyambar tubuh lelah Bara. Tubuh tinggi tegap itu langsung lunglai, bagai rangka tanpa tulang belulang. Bara jatuh terduduk di lantai halaman rumahnya yang berumput basah, sebasah hatinya yang menangis dalam diam. 

Ketukan pintu dari arah luar kamar, mengurai lamunan Bara. Segera dia susut air mata dengan kasar lalu beranjak keluar dari kamar mandi untuk membukakan pintu buat sang mama yang terdengar memanggil-manggil namanya. Baru saja Bara melongokkan kepala, ternyata sang mama telah menjauh seraya menunjuk arah ruang kerjanya. 

"Tunggu sebentar, Ma! Bara baru selesai mandi!" serunya agar sang mama yang sudah menjauh, mendengar perkataan Bara dan wanita yang telah melahirkannya itu menganggukkan kepala. 

Setelah mengenakan pakaian dengan cepat, Bara segera menuju ke ruang kerjanya. Di sana, sang mama nampak sudah duduk dengan anggun di sofa. Pria berkulit putih bersih itu lalu mendudukkan diri di hadapan mamanya. 

"Siapa wanita itu, Ma? Kenapa Mama memutuskan mencari ibu susu untuk Bram secara sepihak?" cecar Bara yang sudah tidak sabar ingin mendengar penjelasan dari sang mama.

Kekhawatiran tentang keselamatan sang putra, masih menyelimuti hati Bara. Dia tidak mau, jika satu-satunya harta berharga peninggalan sang istri, sampai celaka karena wanita yang belum dikenalnya. Bara sangat menyayangi dan mencintai Cantika, dia tidak mau sesuatu hal buruk terjadi pada buah cinta mereka berdua. 

"Kamu bisa menanyakannya secara baik-baik pada orangnya, Bara! Tidak perlu sefrontal tadi! Apa yang telah kamu katakan, pasti telah menyakiti hatinya, Bara!" protes Bu Dini atas perkataan sang putra tadi. 

Bara menghela napas kasar. "Dari cara dia berjalan tadi, dia seperti wanita yang berpenyakitan, Ma! Bara tidak mau jika kehadirannya akan mencelakai Bram!"

Bu Dini menggelengkan kepala. "Dia tidak penyakitan, Nak. Dia wanita baik-baik yang menjadi korban keserakahan orang-orang yang hanya mengambil keuntungan sendiri tanpa memikirkan bagaimana perasaan Rara. Dia wanita lugu yang hanya dimanfaatkan oleh sepasang suami-istri yang menginginkan hadirnya anak dalam pernikahan mereka."

"Apa Mama yakin? selidik Bara dengan netra elangnya.

"Mama sangat yakin, Bara! Sebagai sesama wanita, mama bisa melihat dari sorot mata Rara yang menyiratkan kesedihan yang mendalam."

Wanita anggun itu berkata dengan suara bergetar, seolah ikut merasakan betapa sakitnya hati Larasati. Air mata pun nampak mulai menggenang di peluk mata Bu Dini. Bara yang melihat kesedihan sang mama, terdiam karena belum mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita yang bernama Larasati. 

"Rara berjalan dengan tertatih karena pagi tadi dia baru saja melahirkan." Bu Dini lalu memulai ceritanya seperti yang beliau dengar sendiri dari Larasati. 

Setibanya di dalam kamar Bram, Larasati yang melihat bayi laki-laki dalam gendongan sang pengasuh, tertegun. Bayi itu nampak gelisah dengan air mata menggenang di pelupuk mata. Bibirnya bergetar, menandakan bahwa dia menangis meski tanpa mengeluarkan suara. 

Sepertinya, Bram sudah kelelahan menangis karena apa yang dia inginkan tidak dia dapatkan. Menurut sang pengasuh, Bram sudah dua jam lebih berada dalam gendongan. Sebelumnya, sang papa yang menggendong Bram sedari pulang dari pemakaman. 

"Dia hanya mau tidur dalam gendongan." Suara Bu Dini, mengurai lamunan Larasati. 

"Maaf, Bu. Boleh, saya susui sekarang? Tapi saya harus ke kamar mandi dulu untuk bersih-bersih," ijin Larasati, seraya mera*ba kembali dadanya yang sudah basah kuyup. Beruntung, hijabnya yang cukup panjang, dapat menutupi hingga ke perut. 

"Silakan, Nak Rara." Bu Dini menunjuk ke arah sudut ruangan di mana kamar mandi berada. 

Setelah mencuci muka dan membersihkan payu*daranya dengan cepat, Larasati kemudian segera menyusui Bram. Merasa mendapatkan sumber kehidupannya kembali, bayi laki-laki yang sedang masa aktif-aktifnya itu pun menghisap dada Larasati dengan rakus dan nampak tidak sabar. Suara khas bayi menyusu dan sangat lahap karena Asi Larasati memang banyak bahkan sudah mulai keluar di usia kehamilan sembilan bulan, terdengar memenuhi ruangan. 

Meskipun merasakan sakit di bagian puncak dadanya dan wanita itu terlihat meringis, tetapi Larasati sangat menikmati apa yang dilakukan oleh Bram. Dalam bayangannya, bayi laki-laki itu adalah bayi yang baru saja dia lahirkan. Reflek, tangan Larasati mengelus puncak kepala Bram penuh rasa sayang. 

"Kamu kehausan, Nak?" tanya Larasati dengan netra berkaca-kaca. Tiba-tiba, dia teringat dengan sang putra. Di sana, pastilah sang putra diberi susu formula. Hati Larasati kembali nyeri jika mengingat semuanya. 

Bu Dini yang sedari tadi memperhatikan sang cucu dengan tersenyum, kini senyum itu sirna kala netranya menangkap kesedihan di mata Larasati. Wanita itu lalu mendudukkan diri di samping wanita muda yang baru dikenalnya. Tangannya yang halus terulur dan mengusap lembut kaki sang cucu yang masih menyusu. 

"Ibu tahu kamu tersinggung dengan perkataan putra ibu tadi, Nak. Maafkan Bara, ya. Dia masih terpukul dengan kepergian istrinya yang mendadak dan Bara hanya ingin yang terbaik untuk putranya." Bu Dini lalu mengusap lembut pundak Larasati. 

Wanita muda itu menggelengkan kepala. "Wajar jika Pak Bara mengatakan demikian, Bu. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk putranya. Mungkin hanya saya yang tidak dapat melakukan apa-apa untuk putra saya." Netra Larasati yang sedari tadi sudah berkaca-kaca, kini sudah tidak dapat lagi dia tahan. Sekuat apapun dia berusaha untuk tidak menangis, nyatanya jika teringat akan sang putra yang belum sempat dia lihat, air matanya kembali mengucur dengan deras tanpa dapat dia cegah. 

Bu Dini mengerutkan dahi. "Jika kamu tidak keberatan, ibu siap untuk mendengarkan ceritamu, Nak," tuturnya lembut dan terdengar sangat tulus, tetapi Larasati tidak mau tertipu untuk kedua kali. Cukup baginya, keluarga Abimana yang berhasil menipu dan memanfaatkan keluguan Larasati. Setelah ini, dia harus lebih berhati-hati lagi. 

Larasati, menyusut air mata. Dia menghela napas panjang untuk menenangkan hatinya. Sebenarnya dia enggan bercerita, tetapi Bu Dini dan Bara tentu memerlukan informasi tentang jati dirinya. 

"Saya baru melahirkan tadi pagi, Bu. Anak saya diambil oleh mantan suami dan akan diasuh dengan istri pertamanya. Saya tidak pernah tahu kalau ternyata saya adalah istri kedua dan telah dimanfaatkan agar mantan suami saya itu bisa memiliki anak." Larasati menyusut bulir bening yang hampir jatuh dari sudut netranya. 

"Maaf, Bu. Saya mengatakan demikian bukan untuk mencari simpati, tapi karena Ibu dan putra Ibu pasti ingin mengetahui latar belakang saya, bukan? Setelah ini, terserah bagaimana penilaian Ibu dan Pak Bara terhadap saya. Jika masih diizinkan saya tentu bersedia untuk menjadi Ibu susu Den Bram."

bersambung... 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Istriku Ternyata Nakal

    Keesokan harinya, baik Larasati maupun Bara telah bersiap di kamar màsing-masing. Sementara di ruang tamu yang luas, Bu Dini nampak bersemangat menyambut tamu undangan yang jumlahnya terbatas. Ya, Bu Dini hanya mengundang kerabat terdekat dan beberapa rekan bisnis sang putra yang sudah sangat lama menjalin hubungan kerja dengan Bara.Fredy dan pengacara pribadi Bara pun, terlihat ikut sibuk membantu Bu Dini. Mereka harus memastikan bahwa pernikahan dadakan Bara dan Larasati, dapat berjalan dengan lancar. Pengacara Bara juga tetap menyiapkan tim pengamanan karena tidak ingin hal buruk kembali menimpa klien dan keluarganya.Tepat pukul sepuluh pagi, penghulu datang dengan diiringi oleh Jali yang diminta Bu Dini untuk menjemput. Melihat kehadiran penghulu, Bu Dini lalu meminta Fredy untuk memanggil sang putra di ruang kerjanya. Ya, Bara lebih memilih menunggu di ruang kerjanya karena pagi ini, kamar utama sedang didekorasi oleh orang suruhan sang mama.&

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Sabar, Bara

    Setelah kedua tamunya pulang, Bara meminta pada sang mama untuk berbicara empat mata. Bu Dini lalu mengambil alih kursi roda sang putra dari tangan Larasati karena kebetulan Bram rewel dan mencari ibu susunya. Di sinilah mereka berdua saat ini berada, duduk berhadapan di ruang kerja Bara."Ada apa, Bara? Apa kamu mau request hotel untuk malam pengantin kalian besok? Akan mama siapkan," tanya Bu Dini seraya tersenyum menggoda sang putra.Bara hanya membalas dengan decakan. Pria tampan itu masih diam dan belum ingin membuka suara."Mau barapa hari kalian menginap di hotel, hem?"lanjut Bu Dini seraya menelisik wajah putranya."Ma! Kenapa mama ngomongnya udah jauh banget, sampai bahas menginap di hotel segala, sih? Bara 'kan, belum setuju jika pernikahan kami dipercepat seperti keinginan mama tadi!""Kamu pasti setuju, Son, mama tahu itu." Bu Dini masih saja mengulas senyuman menggoda pada sang putra.Bara men

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Menjadi Saudara yang Baik

    Mendengar perkataan istri dari mantan suami yang sepertinya benar-benar menyesali perbuatan di masa lalu, hati Larasati mulai sedikit luluh. Wanita berhijab itu sebenarnya tidak tega juga, melihat Abimana mengalami stress berat yang kini baru dia ketahui bahwa semua terjadi akibat tekanan dari sang istri. Larasati lalu menoleh ke arah Bu Dini untuk meminta pertimbangan."Bu. Apa kita bisa bicara sebentar," pintanya kemudian dan Bu Dini mengangguk, menyetujui."Maaf Pak Kusuma, Nak Lastri. Kami mau bicara sebentar," pamit Bu Dini seraya beranjak.Larasati lalu mendorong kursi roda Bara, mengekor langkah Bu Dini menuju ruang keluarga."Kalau memang Nak Rara keberatan jika Bara mencabut tuntutannya, biarlah proses hukum untuk Abimana tetap dilanjutkan. Ya, meskipun mama tidak yakin, kalau Pak Kusuma akan diam saja dan membiarkan menantunya itu mendekam di tahanan." Bu Dini mengawali pembicaraan, setelah beliau dan Larasati duduk di so

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Penyesalan Istri Abimana

    Siang ini, istri pertama Abimana benar-benar datang ke rumah Bara untuk menemui mantan atasan suaminya. Kedatangan Lastri, tidak berselang lama setelah kepulangan Bara. Dia disambut dengan baik oleh Bu Dini dan sang putra. Sementara Larasati yang merasa tidak berkepentingan, enggan untuk ikut menemui wanita yang pernah menorehkan luka di hatinya.Lastri datang ke kediaman Bara tidak sendirian. Dia datang bersama sang ayah yang merupakan seorang pengusaha terkenal. Tentu saja kedatangan mereka berdua membuat Bara semakin penasaran."Katakan saja langsung, ada perlu apa Mbak Lastri datang menemui saya lagi?" tanya Bara bahkan sebelum sang tamu dipersilakan untuk duduk."Bara. Biarkan tamunya masuk dulu." Lembut Bu Dini mengusap lengan sang putra, meminta kesabaran putranya itu.Bara menghela napas panjang. Dia tidak ingin berbasa-basi dengan orang-orang yang tidak memiliki hati seperti wanita di hadapan. Sementara Lastri dan sang pap

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Niat Tidak Baik

    Waktu terus berlalu. Kini, kondisi Bara sudah dinyatakan membaik dan sudah diperbolehkan pulang, setelah dirawat selama seminggu. Larasati yang setiap hari dengan setia menunggui Bara bersama Bu Dini, menyiapkan semua meski Bara masih saja mengabaikan wanita muda itu."Mbak Rara, ini obat yang harus diminum Pak Bara, ya. Jangan lupa, setiap pagi ajak Pak Bara berjemur untuk mempercepat pemulihan kesehatan beliau," terang suster sambil menyerahkan obat untuk pasiennya itu."Baik, Sus. Akan saya perhatikan," balas Larasati, seraya melirik Bara. Namun, pria yang dilirik memasang tampang dingin dan sama sekali tidak tertarik mendengar perkataan ibu susu sang putra.Larasati hanya bisa menghela napas panjang kemudian. Nampaknya, wanita muda itu harus menambah stok sabarnya. Telah seminggu Larasati mencoba untuk mendekati Bara, tetapi duda satu anak tersebut masih saja bersikap dingin padanya.Sementara Bu Dini yang menyaksikan semua, kemudian

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Maafkan Rara, Mas

    Setelah mengalami kejang-kejang akibat reaksi obat pasca operasi kakinya yang patah, keadaan Bara kembali membaik. Duda satu anak itu juga sudah siuman dan pagi ini telah dipindahkan ke ruang perawatan. Ruangan VVIP yang luas dengan fasilitas terbaik di rumah sakit tersebut.Semalam, Bu Dini, ditemani Fredy dan Dhani dengan setia menunggui Bara. Mereka bertiga menunggu di ruang tunggu yang berada di samping ruang observasi. Sementara Jali disuruh langsung pulang agar jika Larasati butuh sesuatu, sopir pribadi Bara itu siap menemani.Benar saja, pagi-pagi sekali Larasati sudah menyiapkan Bram dan minta diantarkan ke rumah sakit. "Ayo, Mas Jali!" ajak Larasati dengan tidak sabar, membuat Bi Mimin yang ikut mengantarkan sampai teras tersenyum."Hati-hati, Mas Jali," pesan Bi Mimin dan sopir setia Bara itu mengangguk, patuh."Bi. Kami berangkat dulu," pamit Larasati, seraya melambaikan tangan.Sepanjang perjalanan menuju rumah s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status