Share

Dijebak Mengandung Anak CEO
Dijebak Mengandung Anak CEO
Author: Rafli123

1. Kenyataan Pahit.

"Arghk!"

Tubuh Jihan terkulai lemah mendapati tubuhnya yang tergeletak di atas tempat tidur tanpa sehelai benang pun. Kepalanya berdenyut nyeri rasa yang amat membuatnya tidak mampu ia tahan.

"Kalian jahattttt!!!"

Suara Jihan kembali terdengar menggema di dalam kamar yang mewah. Kamar yang ia tahu berharga fantastis, berlahan Jihan turun dari tempat tidur. Rasa nyeri yang ia rasakan saat memaksakan diri untuk melangkah ke kamar mandi.

"Ssstt, sakit," lirihnya sekuat tenaga Jihan kembali melangkah, guyuran air dingin membasahi tubuhnya mengabaikan rasa perih di area intimnya. Jihan menggosok tubuhnya hingga memerah. Entah berapa lama Jihan berada di dalam kamar mandi, hingga tubuhnya menggigil kedinginan. Bayangan wajah sang ayah memenuhi benaknya, rasa bersalah semakin membuat Jihan tidak mampu lagi untuk menahan perasaan kepedihannya.

Dengan langkah kakinya yang tertatih Jihan keluar dari hotel wajahnya terus tertunduk, tidak ingin menjadi pusat perhatian orang lain yang berpapasan dengannya.

"Silahkan nona. Untuk tujuan, saya antar ke mana, nona?"

Jihan yang tersadar saat sopir menanyakan alamat rumahnya. Teringat dengan rumah membuat Jihan kembali mengingat siapa yang sudah membawanya ke hotel.

"Jalan Cempaka pak," ucapnya datar.

Sang sopir lagi-lagi menoleh ke arah Jihan yang berada di kursi penumpang melalui kaca spion. Terlihat begitu jelas wajahnya yang sendu dan matanya yang sembab.

"Nona apakah anda tidak salah menyebutkan nama? Bukankah itu adalah perumahan khusus untuk orang kaya?" ujar sang sopir tidak percaya dengan ucapan Jihan. Melihat penampilan Jihan yang terlihat seperti wanita panggilan.

"Bapak benar sekali, tempat tinggal saya adalah tempat tinggal khusus untuk orang kaya semua. Tetapi bukan berarti orang miskin tidak bisa tinggal di sana. Bahkan orang sederhana pun bisa tinggal di sana, jadi jangan beranggapan bahwa orang sederhana tidak bisa memiliki tempat tinggal di sana, mungkin saya tidak pantas untuk tinggal di sana. Tapi saya dilahirkan di sana," ujar Jihan lirih.

"Maafkan saya non."

"Tidak apa-apa, pak. Jangan memandang seseorang dari penampilannya. Karena penampilan bisa menipu pandangan mata kita,"

Jihan memejamkan matanya, menetralkan detak jantungnya yang semakin cepat. Ketakutan kini menghantui perasaan Jihan saat mobil yang ia naiki telah berhenti. Tidak ingin menanggapi perkataan sopir taksi yang sudah mengantarnya, Jihan memutuskan untuk kembali memejamkan matanya sebelum keluar dari rumah.

"Nona, kita sudah sampai."

Jihan tersadar setelah sopir mengingatkannya jika mereka telah sampai di tempat yang di tuju. Jihan mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna biru dan menyerahkan pada sang sopir, sebelum keluar dari mobil.

"Nona uangnya kebanyakan."

Namun, Jihan hanya menoleh sembari tersenyum pada sang sopir yang mendekatinya. Jihan dengan sengaja memberikan lebih pada sang sopir mengingat pria paruh baya yang sudah mengantarnya sampai ke rumah.

"Tidak, saya sengaja memberikan lebih. Terima kasih karena bapak sudah mengantarkan saya sampai ke rumah dengan selamat. Salam saya untuk keluarga bapak di rumah," ucap jihan sebelum kembali melangkah, suara sang sopir kembali menghentikan langkahnya.

"Nona, tolong maafkan saya. Saya tidak bermaksud untuk menghina nona, tapi penampilan Nona terlihat," Jihan tersenyum dan kembali mendekati dengan langkah tertatih.

"Maaf untuk apa pak? Bapak tadi dia melakukan kesalahan apapun terhadap saya. Lalu untuk apa meminta maaf?" ujar Jihan yang merasa jika bapak sopir yang sudah mengantarnya tidak melakukan sesuatu kekeliruan terhadap dirinya.

"Tidak nona, saya sudah melakukan kesalahan maka dari itu tolong maafkan saya. Suatu saat jika saya bertemu dengan anda atau anda melihat saya tolong untuk tidak membenci saya."

"Sudah, pak, tidak apa-apa."

Jihan kembali melanjutkan langkahnya dengan berlahan membuka pintu pagar yang menjulang tinggi, namun saat pintu pagar terbuka dahi Jihan berkerut mendapati halaman rumah miliknya telah berjajar begitu banyak mobil mewah dan begitu banyak orang yang berlalu lalang di kediaman orang tuanya.

"N– nona, Jihan?!"

"Ada apa ini mang Rahmat? Kenapa banyak mobil disini? Dan..."

Suara Jihan terhenti setelah mendengar suara yang begitu jelas dan lantang memenuhi gendang pendengarannya. Suara milik seseorang yang sangat ia rindukan sekaligus ia benci di saat bersamaan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Luna Byantara binti Suhendra dengan mas kawin tersebut di bayar tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?!"

"Sah!!"

Air mata Jihan luruh begitu saja mendengar suara dari arah ruang tamu yang kini di sulap begitu indah. Acara sakral yang begitu hikmah membuat tubuh Jihan hampir saja terjatuh ke lantai jika suara seseorang menggelegar membuat riuh tepuk tangan berganti dengan hening.

"Kenapa ini terjadi?"

"Anak kurang ajar!! Bikin malu orang tua. Untuk apa kamu pulang hah?!" Suara Iriana ibu tiri Jihan mengalihkan perhatian para tamu menatap ke arah Jihan yang tengah berdiri mematung, menatap dua sejoli yang saling tersenyum penuh kebahagiaan tidak ada kesedihan di wajah mereka, namun yang terlihat begitu jelas bahwa mereka benar-benar bahagia dengan pernikahan mereka tanpa ada paksaan. Membuat hati Jihan semakin sesak.

"Ayah ada apa ini? Kenapa mereka menikah? Ayah tahu jika Ivan adalah tunanganku? Kenapa Ivan bisa menikah dengan Luna?" tanya Jihan yang mengabaikan suara Iriana.

"Mas apa yang kamu lakukan, kenapa kamu bisa menikah dengan Luna? Dia saudara tiriku mas? Atau kalian?" tanya Jihan namun tidak satu orang dari mereka yang menjawab pertanyaan Jihan. Mereka terdiam tetapi terlihat dengan jelas wajah penuh kemenangan Luna dan Ivan.

"Kenapa kamu bertanya? Bukankah kamu senang? Kamu melakukan kebodohan, sehingga putriku yang harus menggantikan posisimu sebagai istri Ivan!! Kamu jangan pura-pura bodoh Jihan? Sekarang pergilah dari sini, kamu benar-benar membuat malu keluarga. Apa yang kamu lakukan dengan pria itu di dalam hotel? Jangan kamu pikir kami tidak tahu apa yang kamu lakukan di sana, kamu meninggalkan calon suamimu dan memilih pria lain dan tidur bersamanya dan tanpa malu kamu meminta putriku untuk menggantikan posisimu? Jika kamu tidak menyukai Ivan kenapa tidak kamu katakan?! Untuk apa kamu berpura-pura seperti ini, Jihan!!"

"A– ayah, tolong dengarkan penjelasanku. Ini tidak benar, aku dijebak oleh mereka. Mereka sudah melakukan semua ini untuk menyingkirkan aku, ayah. Mereka pengkhianat ayah, mereka berpura-pura mendukung hubunganku dengan Ivan. Tapi mereka berselingkuh di belakangku dan mereka sengaja merencanakan ini semua agar aku terlihat buruk di mata Ayah,"

Jihan berusaha menjelaskan pada sang ayah namun yang terjadi sang ayah diam tanpa mempedulikan apa yang dikatakan oleh Jihan. Bahkan tanpa segan sang ayah meninggalkan Jihan begitu saja.

"Ayah...."

"Pergilah mulai detik ini kamu bukan lagi putriku. Bawa semua pakaianmu dan tinggalkan rumah ini, kamu sudah mencoreng nama baik keluarga. Hari ini nama kamu aku coret dari ahli waris, cepat pergi tinggalkan rumah ini sebelum aku bertindak kasar padamu," potong sang ayah mengusirnya.

"Cepat pergi!"

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
M Sajidin
Karya baru ya thor.. keren, pengen becek itu ibu, anak, pacarnya jihan jahab banget sih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status