Mata Asha membulat mendengar penuturan Damian barusan, gara-gara tadi ia menyebutnya sebagai calon suami, kini ia dituduh bahwa ia yang ingin segera dilamar. "Sembarangan, enak aja kalau ngomong! Siapa juga yang minta dilamar sama cowok aneh dan nggak jelas kayak kamu, percaya diri sekali ya anda?"Terkadang Damian sedingin es, tapi ada pula saat sikap dinginnya juga mencair, namun ia akan bersikap sangat menyebalkan buat Asha, belum apa-apa saja, Asha sudah berkali-kali dibuat kesal olehnya, ia tak bisa membayangkan kalau nanti mereka berdua beneran menikah, lebih tepatnya terpaksa menikah sebab menuruti orang tua masing-masing tanpa ada perasaan cinta diantara keduanya. "Aku pulang dulu ya, calon istriku!" ucap Damian meledek."Geli banget deh, udah kalau mau pulang ya pulang aja!" Damian beranjak menuju mobilnya, sepanjang ia dijodohkan, baru kali ini ia bertemu dengan perempuan seperti Asha, ia berbeda dengan perempuan kebanyakan, tak suka make up dan memakai high heels, tidak
"Aku mau perawatan, Bu! Bukannya besok aku mau dilamar, masa iya nanti pas lamaran aku kelihatan dekil dan buluk, bisa-bisa Tante Sulis berubah pikiran," ucap Asha, tiba-tiba saja ia punya ide memberikan jawaban seperti itu, semoga saja Ibu percaya dan mengizinkan ia keluar.Bu Hani menatap anak pertamanya heran, karena tak seperti biasanya ia bilang akan perawatan, mandi saja kalah sedang malas bisa sampai 2 hari, namun ia berpikir kalau benar juga yang Asha katakan barusan, akhirnya ia pun mengizinkan anaknya untuk pergi."Baiklah kamu boleh pergi, tapi ingat jangan mampir kemana-mana lagi ya!"'Yes!!!' Asha begitu senang sebab berhasil mendapat izin, padahal ia berniat ingin bertemu Jenny untuk sekedar curhat tentang ia yang akan dilamar oleh cowok aneh yang baru saja dikenalnya hari ini. "Kamu pergi sama siapa? Apa perlu Ibu telepon Tante Sulis biar Damian yang mengantar kamu, Sha?" tanya Bu Hani.Mendengar nama Damian disebut, Asha langsung berubah kesal."Nggak usah Bu, nanti m
Jenny malah bingung sendiri melihat sahabatnya ini, mau dilamar tapi kok nggak ada rasa senang atau bahagia."Udah, Sha! Nggak usah nangis lagi, tuh hapus ingus lo pakai tisu, orang mah ya mau dilamar tuh mukanya sumringah, bahagia, happy. Lah ini malah suram gitu mukanya."Mungkin lain cerita jika yang melamar Asha adalah cowok idamannya, tapi ini ia bahkan baru bertemu tadi siang dan besok ia sudah akan dilamar saja. Ia bahkan sudah membayangkan bagaimana bosannya ia hidup dengan Damian yang kaku dan dingin itu. "Seharusnya lo tuh bersyukur Sha, karena masih ada cowok yang mau sama lo walau cuma dijodohkan, gue jadi penasaran deh kayak apa sih orangnya? Pasti udah tua dan jelek ya Sha? Atau malah om-om kaya raya yang punya tanah berhektar-hektar? Kalau iya sih, saran gue lo terima aja deh, lumayan kan kalau lo dapat warisan," ucap Jenny yang langsung di geplak kepalanya oleh Asha. "Nih anak ya, sembarangan kalau ngomong! Emangnya aku se nggak laku gitu? Cowok yang mau dijodohkan s
"Hai apa kamu tuli?" pekik Asha, jujur ia kesal setiap ia bicara tapi Damian kerap kali hanya diam saja tak menyahut dirinya, seolah-olah ia berbicara dengan tembok saja.Akan tetapi, bukan menjawab pertanyaan Asha, Damian menatap tajam padanya, kemungkinan ia tersinggung pada ucapan Asha barusan yang mengatakan ia tuli."Ups, sorry deh, lagian diajak ngomong diam aja, lagi sariawan?"'Oh Tuhan mimpi apa aku? Bisa-bisanya aku dijodohkan dengan orang seperti dia.'Lagi dan lagi, Damian hanya terdiam, ia tetap fokus mengemudikan mobilnya. Asha yang menyadari jika ini bukanlah jalan menuju rumahnya pun panik, ia takut jika cowok kulkas ini akan melakukan sesuatu yang tidak baik kepadanya, seperti menculik dirinya. "Hey, kamu mau bawa aku ke mana? Ini bukan jalan menuju rumahku! Cepat turunkan aku! Jangan macam-macam kamu ya, gini-gini dulu waktu aku masih sekolah pernah ikut ekstrakurikuler pencak silat," ucap Asha yang tak digubris oleh Damian. Asha makin panik, ia lalu memukul Damian
Sampai juga di rumah Asha, rupanya Ibu dan juga Ayah sudah menunggu mereka, semua ini karena tadi Asha sempat ketiduran saat berada di rumah Jenny. Kali ini, Damian mengantarkan Asha sampai ke rumahnya, tadi ia diminta untuk menjemputnya, rasanya tak enak jika hanya mengantar sampai jalan depan rumah saja. "Kenapa kau ikut turun?" Asha terkejut karena Damian mengikutinya sampai ke rumah, namun seperti biasa dia hanya diam saja.'Mulai deh mode kulkasnya aktif.'"Nah itu dia Asha, Yah!"Dari jauh, Asha bisa melihat kedua orang tuanya yang seperti sedang menunggu seseorang. Sejak Asha dijodohkan, Ibu seperti agak berlebihan, sedikit-sedikit ia meminta Damian mengantarkan dirinya, seperti saat ini. Padahal Asha juga bisa pulang sendiri ke rumahnya."Ya ampun Asha, akhirnya kamu pulang juga. Ibu khawatir loh soalnya kamu perginya lama banget, untung ada Nak Damian," ucap Bu Hani."Maaf Tante, tadi kami mampir makan dulu jadi agak lama," Damian yang menjawab.Ingin rasanya Asha segera mas
Saat ini Asha sedang dimake up agar terlihat pangling nanti. Ibu bahkan sampai menyewa jasa MUA untuk mendandani Asha, anak gadisnya yang sebentar lagi akan dilamar oleh seorang pria. "Bu, ih Ibu ngapain deh pakai sewa jasa MUA segala. Aku nggak terbiasa ini pakai kayak gini!" Asha protes pada Ibunya. Menurut Asha, seharusnya Ibu tak terlalu berlebihan seperti ini. Ia yang terbiasa petakilan harus memakai gaun yang tentunya membuat Asha merasa tak nyaman. Berkali- kali ia bahkan protes, namun tak digubris oleh Ibu. "Maaf ya Mbak, bisa nggak Mbak ini diam dan nggak banyak gerak! Terus tolong itu hape juga ditaruh dulu ya Mbak! Saya jadi nggak bisa konsentrasi ini, memangnya Mbak mau kalau nanti alisnya panjang sebelah dan bulu mata juga tebal sebelah?" Rupanya MUA yang mendandani Asha kesal sebab Asha banyak protes dan ia juga sembari melihat hape, menonton video sang idola dan kadang Asha juga spontan ikut nge dance. "Sudah Asha, sekarang kamu lebih baik diam dan nurut sama Mbak
Begitu kesal hati Asha, padahal tadi ia sedang mimpi indah bertemu dengan idolanya, namun barus buyar karena dibangunkan. Semua ini karena ulah Jenny."Sialan lo Jen! Gue pikir beneran!""Sst Mbak! Please deh jangan gerak-gerak mulu. Ini saya susah mau gambar alis, memangnya Mbak mau kalau alis Mbak pindah ke mulut?" Asha akhirnya menurut, rupanya Mbak MUA nya galak juga, meski ia sudah tak tahan lagi karena ternyata make up itu lama, berniat ingin melihat ponsel untuk menonton drakor sembari menunggu make up ini kelar, namun kembali dimarahi oleh tukang make up nya. "Jangan gerak-gerak ya Mbak, jangan lihat hape! Ini sebentar lagi mau selesai, jadi tolong kerjasamanya!!"Waktu terus berlalu, tak terasa hampir 2 jam Asha dimake up, sungguh ia lebih memilih menonton drakor daripada harus begini."Nah, kan kalau Mbak nurut jadi cantik begini," ucap si MUA puas dengan hasil riasannya. Asha melihat pantulan dirinya di depan cermin, sangat jauh berbeda dengan penampilannya sehari-hari.
Asha menerimanya, ia membaca kertas itu yang ternyata adalah sebuah surat perjanjian, di mana isinya menyebutkan jika mereka akan menikah, namun akan beda kamar dan tidur secara terpisah, tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing, tidak melakukan kontak fisik, mereka akan bersikap romantis disaat ada orang tua saja, selain itu tidak, dan mereka akan sepakat bercerai nanti.Asha mengerti, rupanya ini yang Damian maksud, ia tak sampai hati membantah Mamanya untuk segera menikah dengan Asha. Ia juga tau jika Asha pun sama seperti dirinya, tak bisa menolak perjodohan ini."Bagaimana?" tanya Damian dengan wajah datarnya."Oke, deal ya!" sahut Asha setuju, ia pun mengulurkan tangan pada lawan bicaranya, meski awalnya Damian enggan, namun akhirnya ia mau menyalami tangan Asha.Rupanya aksi mereka itu diperhatikan oleh Jenny, sahabat Asha."Ceileh yang sebentar lagi mau nikah, gandeng terus!""Ibu senang lihat kalian yang saling menyayangi, nah Nak Damian, Ibu titip anak Ibu ya nanti