Share

Bab 4. Sungguh hari yang menyebalkan

"Ini anak kamu, Han? Cantik juga ya," puji Sulis. Sedangkan Damian, tentu saja memasang wajah datar tanpa ekspresi.

"Sha, kenapa sama sepatu kamu? Kenapa kamu malah menentengnya? Bukan malah dipakai?" bisik Bu Hani pada anak perempuannya.

"Patah Bu, Ibuu sih nyuruh aku pakai beginian. Udah tau aku nggak terbiasa pakai," jawab Asha dengan entengnya, namun membuat Bu Hani merasa sedikit malu pada Sulis dan juga Damian.

Mereka pun makan siang bersama. Bu Sulis dan Bu Hani ngobrol banyak hal, tapi berbeda dengan Asha dan juga Damian. Rupanya Asha masih sedikit kesal dengan cowok kulkas di hadapannya ini.

"Damian!" Bu sulis memanggil putranya.

"Ya Ma," jawab Damian singkat.

"Nanti kamu pulangnya tolong antar kan Asha ya! Mama ada urusan sebentar sama Bu Hani, kami kan udah lama nggak ketemu," perintah Bu Sulis.

"Tapi Tante, aku bisa pulang sendiri kok," jawab Asha cepat.

Asha mendongak, tak bisa ia bayangkan kalau harus pulang bersama cowok kulkas ini, awal pertemuan mereka saja tadi ada sedikit insiden yang masih membuatnya merasa kesal.

"Biar Damian yang antar kamu Sha, sekalian kalian juga perkenalan biar kalian makin dekat," ucap Bu Sulis.

"Iya Asha, lagian Ibu ada urusan sebentar aja kok. Rasanya Ibu nggak tega kalau biarin kamu pulang sendirian. Untung saja ada nak Damian yang akan ngantar kamu pulang. Ibu jadi lebih tenang," sahut Bu Hani.

Disaat Asha berusaha untuk menolak, Damian malah diam saja.

"Iya Asha, lagian kan biar kalian saling mengenal juga. Dan siapa tau kan kalian berjodoh. Damian, antar Asha pulang ya! Tapi sebelum itu ajak dia beli sepatu baru, kasihan dia sepatunya rusak!"

'Apa? Berjodoh? Dijodohkan dengan cowok kulkas 7 pintu? Oh no, mimpi apa kamu semalam Sha?' batin Asha.

Uhuk-uhuk! Asha pun terkejut sekali. Namun, berbeda dengan Damian. Cowok itu masih memasang muka datar tanpa ekspresi. Huh!! Benar-benar cowok kulkas! Asha berharap kalau Damian akan menolak permintaan Mamanya itu. Ia yakin kalau Damian juga tak akan mau mengantarkan ia pulang.

"Ya Ma," sahut Damian singkat.

Harus pulang dengan cowok dingin itu, membuat perasaan Asha begitu gondok. Wajahnya yang menyebalkan dan tidak banyak bicara, bagaimana mungkin ia akan pendekatan dengannya, sedangkan sikapnya kaku begitu, mirip seperti canebo kering. Sungguh, sangat di luar ekspektasi Asha, belum berkenalan lebih dekat saja, cowok ini sangat membuatnya kesal.

Kini mereka sudah keluar dari dalam kafe.

"Hey! Tunggu aku, kamu nggak lihat kalau aku susah jalan?" pekik Asha, ia agak kesulitan harus berjalan dengan sepatu yang tinggi sebelah. Kakinya yang lebih pendek dari Damian, membuatnya tidak bisa mensejajarkan langkahnya dengan cowok dingin itu.

Akan tetapi, Damian tetap tidak peduli dan meninggalkan Asha di belakangnya yang kesusahan berjalan karena sepatunya rusak. Sedangkan Asha makin kesal, karena cowok itu sangat tidak peka sekali.

"Hey kulkas!" pekik Asha "Bisa tidak jalannya jangan terlalu cepat?"

Tak ada jawaban dari cowok di depannya itu. Ia tetap saja berjalan tanpa mendengarkan Asha.

"Apa telingamu itu bermasalah? Dengar tidak aku bilang tunggu?" ucap Asha kesal.

"Kakimu yang pendek, kenapa menyalahkan aku? Sudah, cepat masuk mobil! Kalau bukan karena Mama, malas sekali aku harus mengantarkan mu pulang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status