Share

Bab 5. Mau dibawa kemana?

Asha memutar bola mata malas, namun akhirnya ia mau masuk juga ke dalam mobil, begitu pula dengan Damian yang langsung masuk saja tanpa membukakan pintu mobil untuk Asha.

"Memangnya kamu pikir aku sopir kamu?" Damian berucap dengan wajah datarnya saat mereka berdua sudah dalam mobil.

Asha bingung 'Bukannya tadi dia sendiri yang menyuruhnya untuk masuk? Kenapa sekarang malah bilang begitu? Dasar cowok aneh!"

Asha masih tidak mengerti, kalau bukan Damian yang menyetir mobil, lantas siapa yang akan jadi sopir, sedangkan ia tidak tau caranya mengendarai mobil.

"Turun!" perintah Damian.

"Hey! Cowok aneh! Maksud kamu apa, hah? Kalau nggak mau antar ya bilang aja dari awal! Kenapa baru sekarang? " Asha sungguh merasa kesal dengan cowok di depannya ini.

Damian melirik sekilas pada Asha, ia bisa melihat wajah gadis itu yang merah padam menahan amarah. Dari sekian banyak perempuan yang dijodohkan dengannya, hanya Asha yang sikapnya sedikit bar-bar. Namun sayang, kebanyakan dari mereka mau dijodohkan dengannya hanya karena Damian orang kaya dan sudah mapan, tidak ada yang tulus. Untuk itulah, sampai sekarang ia masih sendiri.

Akan tetapi berbeda dengan Asha, seperti ada daya tarik tersendiri bagi Damian. Sikapnya yang tidak seperti kebanyakan cewek, bahkan Damian bisa menilai kalau Asha seperti tidak merasa nyaman dengan penampilannya. Ia yakin kalau sehari-hari Asha pasti jarang atau tidak pernah memakai make up dan sepatu hak tinggi seperti ini. Selain itu, jika sebelumnya cewek yang dijodohkan dengannya selalu seperti mencari-cari perhatian padanya, berbeda dengan Asha yang bahkan berani marah-marah padanya.

"Tau begini tadi aku pesan ojek online saja, memangnya siapa juga yang mau diantarkan makhluk luar angkasa sepertimu!"

"Tunggu!" ucap Damian.

Asha menghentikan aksinya yang sudah bersiap untuk keluar dari mobil, dan memesan ojek online. Ia makin merasa aneh dengan cowok ini.

"Apa lagi? Bukannya tadi kamu bilang kalau kamu bukan sopir? Atau kamu takut kalau aku bakalan ngadu? Sorry to say ya," jawab Asha.

"Pindah ke depan!" ucap Damian dengan wajah yang masih dingin.

Asha masih terlihat kurang mengerti, tadi cowok kulkas 7 pintu ini mengeluh kalau ia bukan sopir, tapi sekarang giliran Asha berniat ingin pulang sendiri dengan naik ojek, ia malah menyuruhnya pindah ke depan.

"Kalau kamu duduk di belakang, aku terlihat seperti sopir yang mengantarkan penumpangnya," ucap Damian lagi.

Asha akhirnya keluar dari mobil dan pindah duduk di depan, ia duduk di samping Damian. Bahkan membukakan pintu untuknya saja tak dilakukan oleh Damian, walaupun ia suka dengan Min Yoongi, cowok Korea idolanya itu yang kelihatannya cuek dan dingin, namun Asha juga ingin punya pasangan yang bersikap romantis. Sungguh kali ini jodoh yang dikenalkan oleh Ibu sangat diluar dari ekspektasinya.

"Ck! Menyebalkan sekali!" Asha menggerutu.

"Pakai sabuk pengamannya!" perintah Damian lagi.

Agak sedikit kesulitan Asha melakukannya, dan tanpa ia sadari ternyata Damian memperhatikan dirinya. Lalu Damian pun membantu Asha memasang sabuk pengaman itu. Kini jarak mereka begitu dekat, Asha bahkan bisa mencium aroma parfum milik Damian yang begitu maskulin. Hal itu membuatnya memejamkan mata, membayangkan adegan yang sering ia tonton di drakor favoritnya.

"Sudah," ucap Damian singkat. Ia pun melirik Asha yang sedang memejamkan matanya."Kenapa merem? Apakah kamu sedang membayangkan hal yang tidak-tidak?"

Menyadari aksi konyolnya, Asha membuka matanya. Ia sangat malu sekali karena apa yang Damian katakan barusan adalah benar, ia memang sedang membayangkan adegan romantis yang sering ia tonton di drama Korea favoritnya.

"Si–siapa juga yang begitu? Aku cuma malas saja melihat wajahmu yang sangat menyebalkan. Memangnya kamu pikir apa? Aku sedang membayangkan kalau kita berciuman?" ucap Asha berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Apakah tadi aku bilang begitu?" sahut Damian dengan wajahnya yang selalu datar.

Asha salah tingkah sendiri, ia malah keceplosan mengatakan hal itu. Sekarang ketahuan kalau ia memang membayangkan hal yang tidak-tidak. Wajah Asha pun memerah, menahan rasa malu. Kalau bisa, saat ini rasanya ia ingin menghilang saja dari hadapan Damian.

"Sudah cepat antar aku pulang!" ucap Asha, ia berusaha menutupi perasaan itu.

Damian lalu memacu mobilnya meninggalkan kafe tempat mereka makan siang tadi. Mereka berdua pun saling diam, tak banyak bicara. Asha sendiri tipe orang yang rame, harus berhadapan dengan makhluk yang menurutnya aneh, dingin, datar, dan hanya bicara seperlunya saja.

"Kita mau kemana?" tanya Asha. Ia menyadari kalau ini bukan jalan pulang ke rumahnya. 'Apa jangan-jangan cowok ini mau culik aku dan ah tidak, apa dia mau membawaku ke hotel?' Asha berkata dalam hati dan membayangkan hal itu.

Sedangkan Damian masih fokus menyetir, ia mengabaikan pertanyaan dari Asha barusan. Hal ini membuat Asha semakin berpikiran yang macam-macam.

Karena Damian hanya diam saja, Asha lalu berkata "Turunkan aku di sini! Jangan macam-macam ya kamu, aku mau pulang!" bentak Asha.

"Memangnya kamu pikir, aku akan menculik mu?" akhirnya Damian menjawab. Sekali lagi, Damian seperti bisa membaca apa yang ada di pikiran Asha.

"Lantas mau dibawa kemana aku? Ini bukan jalan pulang ke rumahku? Atau jangan-jangan...."

"Jangan-jangan apa? Apa kamu membayangkan kalau aku akan membawamu ke tempat yang aneh?" Damian tersenyum miring lalu lanjut "Seperti hotel? Ternyata kamu mesum sekali ya jadi cewek."

Ingin rasanya Damian tertawa melihat wajah Asha yang seperti ketakutan, namun ia tetap harus memasang wajah cool nya. Image itu memang sudah melekat pada diri Damian. Jika cewek-cewek sebelumnya, pasti sudah senang sekali kalau sampai ia mengajak mereke ke hotel. Sungguh ia jadi makin penasaran sekali dengan Asha.

"Bukan begitu, ini kan bukan jalan pulang ke rumahku, wajar saja bukan kalau aku berpikiran yang aneh-aneh," sahut Asha, kini ia agak melunak.

Tanpa menjawab, Damian kembali melajukan mobilnya. Tempat tujuannya adalah mall yang terdekat. Tadi mamanya berpesan agar ia membelikan Asha sepatu baru. Ia juga yakin sekali kalau sepatu itu bukan milik Asha. Dan singkat cerita mereka pun sudah sampai.

"Kenapa kita ke sini?" tanya Asha. Namun lagi lagi Damian tak menjawab pertanyaan gadis itu. Ia mengambil sandal miliknya dan ia berikan pada Asha. Walau pasti ukurannya terlalu besar untuk kaki Asha, setidaknya lebih baik daripada Asha harus bertelanjang kaki atau memakai heel yang patah sebelah.

"Ini pakailah!"

"Apa ini? Apa ini sandal untuk kaki gajah? Besar sekali ukurannya," ucap Asha. Ukuran kaki Asha yang mungil harus memakai sandal yang diberikan oleh Damian yang hampir 2 kali lipat ukurannya.

Karena Asha banyak bicara, membuat Damian juga harus menjawabnya, padahal ia biasanya sangat irit bicara dan cenderung pendiam.

"Apa kamu mau pakai sepatu yang rusak itu? Atau mau bertelanjang kaki? Sudah bagus aku mau meminjamkan sandal milikku," jawab Damian kesal. Lalu ia pun turun dari mobil dan meninggalkan Asha.

"Hey, tunggu! Gitu aja kok ngambek sih, ternyata cowok kulkas juga bisa merajuk," ledek Asha.

Asha menyusul Damian dengan setengah berlari, karena ia tertinggal agak jauh. Kalau sampai kehilangan jejaknya, tak lucu juga kalau ia sampai tersesat di sini.

"Mau apa sih sebenarnya dia ngajak aku ke sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status